Sabtu, 04 November 2023

PEMURNIAN DALAM IBADAH: DARI BENTUK LUAR MENUJU BENTUK DALAM

Setiap ibadah terdiri dari aspek luar dan aspek dalam. Dalam ungkapan lain terdiri dari aspek eksoteris (jismiyah) dan aspek esoteris (ruhiyah). Aspek luar berupa syarat dan rukun, dan mandub (sunnah) dalam ibadah. Sementara aspek dalam berupa esensi atau inti suatu ibadah. 

Pemurnian dalam ibadah tidak cukup hanya berhenti pada bentuk luar ibadah, seperti kaifiat (tata cara), haiat (tingkah), dan juz'iyyat (perincian), karena pemurnian pada aspek luar baru menyentuh aspek praktikal ('amaliy) dari suatu ibadah. 

Pemurnian ibadah yang sesungguhnya harus sampai kepada aspek ruhiyah suatu ibadah. Aspek ruhiyah inilah yang menentukan apakah ibadah diterima dan diridhai Allah SWT. Salah satu dimensi penting dalam aspek ruhiyah ibadah adalah taqarrub ilallah (kedekatan kepada Allah).

Agar aspek ruhiyah ibadah ini lebih jelas, mari kita lihat tabel berikut:

No

Ibadah

Aspek Ruhiyah

1

Qurban

Ketakwaan

QS Al-Hajj (22): 37:

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

2

Shaum (Puasa)

Iman dan ihtisab (perhitungan), dan juga ketakwaan.

Iman artinya i'tiqad (keyakinan) kepada Allah. Sementara ihtisab artinya perhitungan. Dalam kalimat, misalnya al-ihtisabu ‘indallah, maknanya thalabu tsawab Allah yaum al-hisab (mengharap balasan pahala dari Allah pada hari perhitungan).

3

Shalat

Niat, khusyuk, tadharru’, khufyah, khauf, thama’, paham makna bacaan

Pertanyaan yang perlu kita renungkan: Bagaimana pemurnian pemahaman agama kita pada aspek ruhiyah ibadah ini? Apakah pemurnian yang kita usahakan sudah sesuai dengan kehendak dan keridhaan Allah?

Jika kita mau merenungkan sedalam-dalamnya, maka akan ditemukan bahwa "ibadah murni" yang sesungguhnya itu berada pada aspek ruhiyah ibadah. Al-Qur`an menggunakan istilah "ikhlas" untuk menunjuk kata "murni". Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan murni karena taqarrub (mendekatkan diri) dan mengharapkan keridaan Allah. Kata "ikhlash" dalam Al-Qur`an juga bermakna bersih (tanpa ada kotoran yang mencampurinya). Dalam surat An-Nahl/16 ayat 66 dijumpai ayat "... labanan khalishan sa'ighan lisy-syaribin" (Artinya: ...susu yang bersih, mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya). Dalam konteks ibadah, dapat juga dimaknai bahwa ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang bersih baik dari najis, hadats, dan penyakit hati.

Dalam hal beribadah yang ikhlas ini, Allah SWT menitahkan kepada hamba-hambanya supaya benar-benar menyembah kepada-Nya dengan ikhlas menjalankan agama (ad-Din/jalan kepatuhan). (Lihat QS Al-Bayyinah/98 ayat 5).

Poin pokok yang merusak kemurnian ibadah kepada Allah adalah syirik yang merasuki jiwa. Dalam QS Al-Kahfi/18 ayat 110 berikut mengingatkan agar setiap orang beriman beramal shalih yang bebas murni dari syirik:

قُلْ اِنَّمَاۤ اَنَاۡ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰۤى اِلَيَّ اَنَّمَاۤ اِلٰهُكُمْ اِلٰـهٌ وَّا حِدٌ ۚ فَمَنْ كَا نَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ عَمَلًا صَا لِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَا دَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا

"Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan (amal shalih) dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya."

Dalam  surat Maryam/19 ayat 65: berikut, diingatkan pula supaya berteguh hati menjaga diri dalam beribadah yang tentu saja dengan menjauhi perusak ibadah seperti syirik, ujub, dan riya. Berikut ayat dimaksud:

رَّبُّ السَّمٰوٰتِ وَ الْاَ رْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَا عْبُدْهُ وَا صْطَبِرْ لِـعِبَا دَتِهٖ ۗ هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا

"(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?"

Untuk mencapai kemurnian yang esensial ini, maka agama ---secara tidak langsung--- mendidik kaum beriman untuk terus melatih diri dalam beribadah kepada Allah. Renungkanlah makna dibalik pengulangan shalat lima waktu dan makna ibadah-ibadah sunnat lainnya yang dapat diulang-ulang pada waktu-waktu yang telah tertentu. Lihat pula misalnya lafaz-lafaz zikir. Ada yang dapat diulang sampai 100 kali atau lebih banyak lagi. Tentu saja maksud pengulangan ini di antaranya agar pemahaman tentang makna zikir yang dibaca menghunjam ke dalam qalbu orang beriman. Di sinilah, setiap orang yang bersungguh-sungguh berzikir atau berdoa dalam shalat atau di luar shalat akan merasakan bahwa makna yang dikandung oleh zikir itu dapat menjadi qiyam (tegak) dalam dirinya. Allahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar