APAKAH JENGGOT MASALAH AGAMA ATAU BUDAYA?

Ada ragam pendapat soal memelihara jenggot. Ada yang berpendapat bahwa (1) memelihara jenggot itu masyru' (disyari'atkan). Dengan demikian hukumnya wajib. Mencukurnya berarti berdosa. (2) Pendapat lain mengatakan memelihara jenggot hukumnya hanya setingkat sunnah. Karenanya, mencukur jenggot tidak sampai berdosa. (3) Pendapat lainnya lagi, masalah jenggot bukan bagian dari syari'at tapi soal budaya berpenampilan.

Penulis lebih mengamini pendapat yang terakhir yang mengatakan bahwa soal jenggot ini lebih tepat dipahami sebagai soal budaya dalam Islam. Hukumnya setingkat mubah saja. Artinya, tindakan memelihara jenggot atau mencukurnya tidak memiliki konsekuensi hukum. Bagi yang suka, silakan. Bagi yang tidak suka silakan pula.

Beberapa alasan sebagian ulama yang penulis sependapat sebagai berikut:
1. Jika kita telusuri dan pikirkan dalam-dalam tentang ide pokok Al-Qur'an terkait ciri kepribadian mukmin, muslim dan muhsin tidak pernah menyebutkan hal-hal simbolik seperti jenggot, kumis dan pernak-pernik berpenampilan. Penciri mukmin, muslim dan muhsin selalu bersifat substantif dan esensial. Misalnya beriman, menolong, beribadah, berzakat, menepati janji, bersabar, dll. (Lihat misalnya Al-Baqarah ayat 177). Bahkan Nabi Saw., pernah menyebut bahwa pembeda pokok kaum beriman dan kaum kafir adalah shalat (al-farqu bainana wa bainahum as-shalah).

2. Nabi Saw., menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan melihat tampilan/performan pisik (jasmani dan rupa) sebagai indikator dalam menilai kepribadian seorang Muslim. Allah malah hanya akan melihat hati dan ketakwaan kita. (Innallaha la yanzhuru ila ajsamikum wa la ila shuwarikum, walakin yanzhuru ila qulubikum wa taqwakum). Dengan demikian, kumis dan jenggot yang termasuk komponen jasmani manusia, tentu tidak akan dijadikan ukuran oleh Allah dalam melihat kepribadian Muslim.

3. Hadits tentang perintah Nabi untuk membedakan diri pribadi Muslim dengan Yahudi dan Nashrani (khaliful yahudi wan nashara), mesti dilihat dalam konteks sosial dan budaya berpakaian orang Arab masa itu. Secara keseluruhan, budaya berpakaian antara Muslim dan non Muslim pada masa itu tidak dapat dibedakan. Mereka sama-sama punya kebiasaan berjubah dan berserban. Naik unta dan menunggang kuda. Jika bertemu di tengah padang pasir, maka sulit membedakan apakah orang tersebut saudara seagama (Muslim) atau musuh (Kafir). Sementara kaum Muslimin harus waspada dan menjaga diri, keluarga dan masyarakatnya dari fitnah, intimidasi dan serangan musuh di mana saja mereka berada. Terutama dari kaum Musyrikin yang masih menguasai Makkah. Dalam konteks (situasi dan kondisi) seperti itulah Nabi berpesan, "Bedakan dirimu dengan Yahudi dan Nasrani. Cukur kumismu dan panjangkan jenggotmu". Secara sosiologis, perintah Nabi ini akan memudahkan bagi laki-laki Muslim masa itu untuk saling mengenali di mana saja berada.

4. Jika memanjangkan jenggot dan mencukur kumis disimpulkan termasuk penciri pokok seorang Muslim, dan berkonsekuensi dosa jika tidak diamalkan, maka kesimpulan ini akan bertentangan dengan ide pokok dan semangat utama Al-Quran dan Sunnah tentang bangunan dan karakter kepribadian yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Setidaknya, kepribadian yang dikehendaki Allah punya tiga penciri pokok yaitu Mukmin, Muslim dan Muhsin. Pribadi yang kokoh-kuat dengan iman-islam-ihsan (mukmin,  muslim, muhsin) disebut pribadi insan kamil. Insya Allah, persoalan kumis dan jenggot tidak akan menghalangi seseorang untuk mencapai kepribadian insan kamil dimaksud. 

Begitu pun, mari kita saling menghormati dalam pemahaman agama. Kecuali Nabi, tidak ada seorang pun yang boleh memandang bahwa pemahaman agamanya paling benar. Jika ada orang mengklaim pemahamannya paling benar maka sadar atau tidak, ia telah jatuh kepada kesombongan/keangkuhan ilmu. Ujungnya adalah absolutisme pemahaman. Sikap terakhir ini sama dengan menyembah pemahaman sendiri. Allahu a'lam.***

SAAT ENGKAU SHALAT SAMBUNGKAN HATIMU KEPADA ALLAH, BUANG KESOMBONGAN YANG BERSARANG DI DALAMNYA, LALU BERDOALAH DENGAN LEMBUT, NISCAYA ALLAH MENDENGARKANMU




“Jika engkau tidak mampu melihat shalat hingga ke aspek terdalam (aspek batiniah shalat), maka sesungguhnya engkau belum paham apa itu shalat. Boleh jadi, ibarat menghadiri jamuan dari Allah, maka yang hadir dalam jamuan itu hanya badanmu saja, sementara batinmu ada di tempat lain.” Demikian potongan nasehat seorang ustad kepada jama’ahnya.

 Bagian paling penting (esensial) dari ibadah shalat bukanlah persoalan-persoalan pisik-lahiriah seperti  apakah kita berpakaian jubah, serban, baju koko dan isbal (pakaian menjulur menutup mata kaki) atau tidak isbal. Atau apakah jenggot dan kumis kita panjang atau pendek. Justru yang paling esensial dari ibadah shalat adalah apakah dalam shalat hati kita tunduk kepada Allah dan tersambung kepada-Nya. Meskipun seseorang mempersepsi cara berpakaian dan tampilannya telah benar-benar sesuai Sunnah, tetapi jika hatinya tidak tunduk, tidak merendah dan tidak tersambung kepada Allah, maka Allah tidak akan mendengar do’a-doanya. Dan boleh jadi Allah tidak akan memandangnya sebagai orang yang beribadah di hadapan-Nya. Mengapa demikian? Karena secara hakiki, sesungguhnya ia masih terjebak pada kesombongan dan keangkuhan dirinya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Ingatlah peringatan Nabi kita dalam Sahih Muslim yang terjemahnya sbb.: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim).

 Oleh karena itu, di sepanjang perjalanan shalat, mulai dari berdiri (takbiratul ihram, do’a iftitah, al-Fatihah, ayat Al-Qur`an), rukuk, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud, sujud kembali, hingga tahiyyat dan salam, hendaklah kita bersikap rendah hati (tadharru’), berlemah lembut (khifah), khawatir/takut (khauf), penuh harap (thama’) sambil berupaya menyambungkan hati (hudhurul qalbi/khusyu’) kepada Allahu Rabbul ‘alamain.

 Sikap tadharru’, khifah, khauf, thama’ dan khusyu’ ini tidak akan terwujud jika kita tidak berhasil merendahkan dan menghinakan diri di hadapan Allah Yang Maha Besar dan Maha Agung. Hal ini bermakna, kita mesti membuang berbagai atribut kesombongan kita sebelum kita berdiri menghadap Allah SWT. Di antara atribut kesombongan itu: perasaan paling benar, paling sunnah, paling berilmu, paling kaya, paling sehat, paling ganteng/cantik dan lain sebagainya.

Selanjutnya, jika kita telah berhasil membuang atribut-atribut kesombongan itu, maka berdirilah di atas sajadah, lalu ucapkanlah bacaan-bacaan shalat dengan lembut, rasa takut dan penuh harap, serta berusahalah menyambungkan hati kepada Allah di sepanjang shalat. Ingatlah bahwa kita sedang berada dalam “jamuan ruhaniah” dari Allah SWT. Kita berzikir dan berdo’a kepada-Nya di sepanjang shalat kita. Terhadap berbagai gangguan yang muncul berupayalah menepisnya semampu kita masing-masing. Jika kita berhasil melakukannya, maka kita akan merasakan nikmat shalat yang tiada tara. Di antaranya, jiwa-raga kita akan merasakan ketenangan, kedamaian dan kepasarahan yang hakiki, karena saat shalat kita berlepas diri dan mi’raj (naik) “meninggalkan” berbagai urusan keduniaan.

Sekembalinya dari “jamuan Allah” itu, tetaplah berendah hati dan tebarkan kedamaian (salam). Hal ini karena hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih itu jika mereka berjalan di muka bumi Allah ini, mereka berjalan dengan rendah hati. ("Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik ”. (Surat Al-Furqan ayat 63). Allahu a’lam.*****

Gambar: Baiti Jannati (Rumah keluarga kecilku di Perumahan Sidimpuan Indah Lestari, Jl. Usman Bin Affan/ Blok A No. 42, Palopat PK, Padangsidimpuan)

Filsafat Pendidikan Islam: Daftar Penyajian Makalah

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Daftar Penyajian Makalah  

Semester VII T.A. 2021/2022

 

Pert.

Klp

Judul

Sub pembahasan

 

 

 1

 

---

Ceramah Dosen:

Silabus dan kontrak perkuliahan

a.      Capaian perkuliahan

b.      Materi perkuliahan

c.      Metode dan strategi perkuliahan

d.     Evaluasi/penilaian perkuliahan

e.      Ketentuan lainnya

---

Ceramah Dosen:

Pengantar ke Filsafat Pendidikan Islam

a.     Pengertian

b.    Dasar

c.     Tujuan

d.    Sejarah

e.     Ruang Lingkup

2

---

Ceramah Dosen:

Tauhid dan Pendidikan

a.    Makna Tauhid dan Syahadatain

b.    Pemaknaan Tauhid dalam Konsepsi, Pengembangan dan Praktik Pendidikan

c.    Pemaknaan Asma` al-Husna dalam Konsepsi, Pengembangan dan Praktik Penddidikan

3

I

Hakikat Manusia

a.    Konsep An-Nas, al-Basyr, al-Insan dan Bani Adam.

b.    Dimensi-dimensi Psikis Manusia: Ar-Ruh, al-‘Aql, an-Nafs, Al-Qalb

c.    Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia

4

II

Hakikat Masyarakat

1.    Makna Masyarakat (Ummah)

2.    Unsur-unsur Pembentuk Masyarakat

3.    Karakteristik Masyarakat Islami

4.    Tanggung Jawab Masyarakat terhadap Pendidikan dan Peradaban

5

III

Hakikat Alam semesta

1.    Hakikat Alam Semesta

2.    Tujuan Penciptaan Alam Semesta

3.    Qur`anic World View tentang Alam Semesta

6

IV

Hakikat ilmu

a.       Sarana Jismiyah dan Psikis Manusia dalam Memperoleh Ilmu

b.      Objek Ilmu: Ayat Qauliyah, Ayat Kauniyah, dan Ayat Nafsiah

c.       Hirarki dan Klasifikasi Ilmu

d.      Tujuan Akhir Pencarian Ilmu

7

V

Makna pendidikan dan Tujuan Pendidikan Islam

a.       Pengertian at-ta’lim, at-ta`dib, dan at-tarbiyah

b.      Al-Qur`an dan Sunnah sebagai sumber utama pendidikan Islam

c.       Tujuan pendidikan Islam

8

VI

Hakikat Pendidik

a.       Pengertian mu’allim, mu`addib, dan murabbi

b.      Makna tugas kenabian bagi pendidik

c.       Karakteristik pendidik Muslim

d.      Sikap pendidik kepada peserta didik

9

VII

Hakikat peserta didik

a.       Fitrah peserta didik

b.      Karakteristik peserta didik

c.       Sikap peserta didik kepada pendidik

10

VIII

Ujian Tengah Semester

11

IX

Makna dan hakikat kurikulum pendidikan Islam

a.       Qur’anic world view tentang kurikulum

b.      Asas dan komponen kurikulum

c.       Karakteristik kurikulum

d.      Isi kurikulum pendidikan Islam: Qur`anic perspective

12

X

Perspektif  Filsafat Pendidikan Islam tentang metode dan strategi pembelajaran

a.       Qur`anic world view tentang metode dan strategi pembelajaran

b.      Metode dan strategi tarbiyatun nabawiyyah

c.       Soft skill dalam pendidikan Islam

13

XI

Perspektif  Filsafat Pendidikan Islam tentang evaluasi dan penilaian

a.       Qur`anic world view tentang evaluasi

b.      Kritik filosofis terhadap terhadap ranah evaluasi

c.       Sistem, hasil dan tindak lanjut evaluasi

14

XII

Perspektif Filsafat Pendidikan Islam tentang institusi pendidikan

a.      Qur`nic world view tentang institusi pendidikan Islam

b.      Hirarki dan profesionalisme dalam pengelolaan institusi pendidikan Islam

c.       Konsep Al-Attas tentang universitas Islam

15

XIII

Perspektif  Filsafat Pendidikan Islam tentang manajemen dan pengembangan pendidikan

a.       Dasar-dasar Qur`ani manajemen dan pengembangan pendidikan Islam

b.      Karakteristik manajemen profetik pendidikan Islam

c.       Pengembangan pendidikan Islam masa depan

16

XIV

Ujian Akhir Semester (UAS)

Syarat Makalah:

1.     1. Makalah menggunakan kertas A-4.

2.      2. Ketebalan makalah minimal 12 halaman dan makasimal 15 halaman dengan jarak baris 1,5 spasi.

3.    3. Pengetikan: Margin kiri 4, atas 3, kanan 3 dan bawah 3 (pola 4-3-3-3).

4.     4. Makalah menggunakan foot note dan Kepustakaan.

5.     5. Sumber tulisan adalah buku dan atau jurnal ilmiah (cetak dan atau online).

6.     6. Petiap makalah diserahkan 1 eksemplar dalam bentuk cetak (hard copy) kepada dosen.

Padangsidimpuan, 19 Agustus 2021

Dosen ybs.,

Dr. Anhar, M.A.

DAKWAH KEMANUSIAAN SEMESTA: PESAN MILAD AISYIYAH 107 TAHUN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته   الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله واصحابه ومن ولهه  Yth., Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah S...