TADARUS TEOANTROPOEKOSENTRIS: MEMBACA KEMBALI PLATO UNTUK PENAJAMAN SENS FILSAFAT KEILMUAN KITA


By Anhar dan Irwan Saleh Dalimunthe


Izin Bapak, Ibu dan saudaraku...
Berikut kutipan singkat teori pengetahuan Plato dalam karyanya "The Republic", yang masih relevan untuk kita baca:

Pendakian intelektual untuk "melihat" hal di dunia atas, bisa Anda anggap sebagai perjalanan jiwa ke arah atas memasuki wilayah yang bisa dipahami. Kemudian Anda akan menjumpai apa yang telah saya perkirakan, karena memang ke sanalah tujuan pendakian intelektual Anda. Hanya Tuhan yang tahu kebenaran pendakian pengetahuan ini. Tetapi, begitulah pandangan saya, bahwa dalam dunia pengetahuan, hal terakhir yg harus "dipersepsi" dan hanya bisa dicapai dengan usaha intelektual yang serius adalah "Bentuk Esensial Kebaikan". 

-----Jika persepsi kita telah mencapai ini, maka akan muncul kesimpulan bahwa "Bentuk Esensial Kebaikan" inilah sebab dari segala yang benar dan baik dalam segala hal. 

-----Di dunia yang tampak, ia melahirkan cahaya, sementara ia sendiri bertakhta dalam akal-budi dan dalam samudra kebenaran. Tanpa memiliki "persepsi" tentang "Bentuk Esensial Kebaikan" ini, tak seorang pun bisa bertindak dengan bijaksana, baik dalam kehidupannya sendiri, ataupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan negara. (Mehdi Ha'iri Yazdi, Ilmu Hudhuri, Bandung: Mizan, 1994, h. 24).

Penjelasan Plato ini terasa sebagai penjelas terhadap bimbingan Ilahi bahwa seorang pencari ilmu harus mampu naik mendaki untuk mempersepsi bahwa semua objek yang kita baca/kaji adalah ayat-ayat Allah. Ayat-ayat dimaksud, dapat berupa Ayat Qauliyah, Ayat Insaniyah, atau Ayat Kauniyah.

Ketika pendakian kita telah sampai kapada kesadaran tentang Ayat ini, maka pengetahuan kita akan naik ke ma'rifatullah.

Seseorang yang telah sampai ke puncak pengetahuan ini, maka ia tentu akan mendapat limpahan kebajikan yang banyak (hikmah). Ingat firman Allah: 

يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الْاَ لْبَا بِ

"Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat." (QS. Al-Baqarah/2: ayat 269).

Orang yg dilimpahi hikmah tentu mampu bertindak bijaksana untuk diri sendiri, masyarakat dan bangsanya. Allahu a'lam.


Tanggapan pada WAG Dosen UIN Syahada Psp:

Bang Irwan Saleh: Inilah yang dapat saya komentari dari tulisan singkat yang menyentuh ini (dalam tadarus hari ini) Adinda Anhar...


PRINSIP PLATONIS 

Di antara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapat Heraklitus dengan Permenides. Menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (pancaindra). Sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja. 

Dari perspektif di atas, filsafat itu dari aspek-bidang kehendaknya "selalu ingin tahu" (ontologi), maka kajian awalnya adalah tentang pertanyaan-pertanyaan Fisika.  Ini yang menyokong munculnya fisikiawan hingga Hubbel yg mengedepankan teori Big Bang. Menyusul teori evolusi alam, grafitasi dsb...dsb...yang ujungnya lahir sains hingga teknologi. 

Tidak hanya bidang Fisika yang menjadi kerisauan para filosof hingga saintis, tapi juga selalu bertanya tentang "Apa dibalik alam fisik itu". Apa ada kekuatan yang tak terlihat atau tak terjangkau tapi maujudat seterusnya mempengaruhi keberadaan yang ada fisik ini? Inilah dunia "Metafisika". 

Dalam hal metafisika ini... para filosof menyakini ada kekuatan dahsyat tak terjangkau... maka muncullah konsepsi tentang "keberadaan Tuhan". Tapi filsafat tak kuasa memberi konsepsi tentang Tuhan dengan memuaskan. Tapi Wahyulah yang dapat memberi jawaban pasti itu juga bagi yang menggunakan ketajaman akal. "La dina liman la 'aklalah"

Jawaban terhadap problem Fisika dan Metafisika banyak dibentangkan Ayat Al-Quran dan bukan saja memberi jawaban secara "Bayani" (penjelasan gamblang dan rinci), akan tetapi Allah mendorong dan menantang manusia untuk berpikir tingkat tinggi (High order Thinking), dan mereka para filosof menjadi salah satu yang ada pada barisan itu.

Kita cermati umpamanya ayat ini: 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَا نْظُرُوْا كَيْفَ بَدَاَ الْخَـلْقَ ثُمَّ اللّٰهُ يُنْشِئُ النَّشْاَ ةَ الْاٰ خِرَةَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

"Katakanlah, Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-'Ankabut: Ayat 20) 

Bukankah ini dorongan untuk menjadikan alam sebagai objek observasi (observatorium)? 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

اَلَمْ تَرَ اِلٰى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ ۚ وَلَوْ شَآءَ لَجَـعَلَهٗ سَا كِنًا ۚ ثُمَّ جَعَلْنَا الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيْلًا 

"Tidakkah engkau memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan sekiranya Dia menghendaki, niscaya Dia jadikannya (bayang-bayang itu) tetap, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk,". (QS. Al-Furqan: Ayat 45)

Ingat patokan kehidupan dikunci sama Allah seperti diungkap dalam ayat ini:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

وَيَرَى الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ هُوَ الْحَـقَّ ۙ وَيَهْدِيْۤ اِلٰى صِرَا طِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

"Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa (wahyu) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu itulah yang benar dan memberi petunjuk (bagi manusia) kepada jalan (Allah) Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji." (QS. Saba': Ayat 6) 

Ending dari memahami baik yang Fisikal apalagi yang Metafisikal adalah Ma'rifatullah, yang intinya Sadar diri ('arifun bi nafsihi)... Merendah di hadapan-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّا لْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَا زِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَا لْحِسَا بَ ۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِا لْحَـقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْاٰ يٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus: Ayat 5)

Anhar: Subhanallah (Maha Suci Allah) dari mode berpikir filsafat keilmuan Barat modern yg tidak melihat tanda-tanda Kemahabesaran Allah dalam sains. "Rabbana zidna 'ilma warzuqna fahma..." 

Terima kasih uraian yg berparadigma Teoantropoekosentris ini bang. Jazakallahu ahsanul jaza'.

Irwan Saleh: Benar, cuman itu juga setelah Era terjadinya sekularisasi, liberalisasi intelektual dan paham materialis. Awalnya Filsafat Barat itu interkonektif dengan Agama Kristen. Namun karena benturan, maka gerakan melepas diri dari agama menjadi pemenang.

Jadi secara genealogi keilmuan, filsafat Yunani tidak boleh diremehkan sebab dari Filsafatlah muncul Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dsb. Ada masih tergolong Filsafat Murni, ada pula yang sudah terapan. Internet, HP atau Laptop umpamanya... setahu saya neneknya adalah Filsafat, sedang Ayahnya Fisika dan Matematika Terapan. Teknik adalah terapan dari Fisika dan Matematika. (Komputer bin Matematika bin Filsafat).

Jadi kalo ada mengharamkan filsafat ya sudahlah yang make HP sudah tergolong ....entah apalah...!

Begitu juga tentang Metafisika...dengan kajian metafisika orang bisa mau tahu tentang Tuhan... sehingga orang sadar tak akan puas mendapat jawaban Filsafat kalau sudah soal eksistensi Tuhan, Alam Kubur, Sorga, Neraka dsb., yang Ghaib serta Manhajul Haya..., maka AGAMA ADALAH JAWABANNYA... Oleh karena itu, yang paham Filsafat pasti paham bagaimana manusia butuh agama....

Ini Adinda TATA KELOLA INTLEKTUALITAS yang mendewasakan... Allohu Akbar wa A'lam....


Anhar: Barakallah... Terima kasih. Betul bang dan Bapak Ibu jama'ah... Setuju sekali. Filsafat membimbing kita untuk mengabstraksi penomena empirik, hingga kita mendapatkan penggambaran-penggambaran pengetahuan yang mengagumkan jauh di atas penomena empirik. Di sini selanjutnya kita menemukan substansi dan hakikat objek yang jadi fokus kajian. Bahkan kita dapat terhubungkan dengan hikmah yang tinggi (hikmah muta'aliyah), hingga ke ma'rifatullah.

Terkait Filsafat Barat, filsafat ini pada mulanya menempatkan Tuhan dan metafisika lebih tinggi dari objek-objek indrawi. Pasca renaissance, Tuhan dan metafisika dijauhkan dari filsafat. Dalam konteks renaissance ini muncul mazhab rasionalisme dan empirisme. Selanjutnya positivisme, post positivisme, fenomenologi dst dst. Di atas filsafat demikian inilah ilmu dan peradaban Barat berkembang. Diakui, banyak yang bisa diambil. Tapi juga banyak yang harus disaring dan dibuang. Contoh, doktrin tentang wujud dan hukum alam (hukum kausalitas yg memafikan Tuhan) wajib kita ganti dengan metafisika Islam tentang wujud dan sunnatullah (hukum Allah yg berlaku di alam).

Salah satu upaya kecil dan taktis penguatan Teoantropoekosentris ini sudah semestinya ada mata kuliah Filsafat Sains Islam atau Filsafat Integrasi Keilmuan, atau nama lain yang sama.

HAKIKAT PESERTA DIDIK



Pembahasan kita pada pertemuan hari ini tentang hakikat peserta didik. Pembahasan ini hanya melihat sisi manusia sebagai peserta didik atau makhluk pembelajar. Jadi tidak melihat sisi keinsanan dalam konteks pendidikan secara keseluruhan.

Lebih jelasnya, pembahasan kita hanya fokus tentang manusia sebagai peserta didik. Bukan tentang manusia sebagai suatu keseluruhan.

Manusia sebagai peserta didik inilah yang akan kita kaji dalam perspektif ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Perspektif Ontologi
Sebagai makhluk terbaik (ahsanu taqwim) yang diciptakan Allah, peserta didik adalah pemelajar yang telah dibekali Allah memiliki potensi dan bakat bawaan. Ia memiliki quwwatul fikriyyah, quwwatun nafsiyah dan quwwatur ruhiyyah
Dalam pembahasan tentang hakikat manusia sebagai suatu totalitas makhluk paling mulià, telah kita diskusikan tentang potensi Asma' al-Husna pada diri setiap insan. Potensi ini ada pada diri manusia melalui peniupan ruh. Pendidik mesti mengenali potensi Ilahiyah pada pemelajar ini dan mendorong serta mengondisikan untuk pengaktualan dan pengembangannya secara optimal melalui pembelajaran. Pendidik juga mesti memahami kecenderungan psikis setiap jiwa peserta didik yang secara fitrati condong kepada kebaikan, kebenaran dan kesucian. Kondisi psikis yang demikian inilah yang disebut dengan fitrah berketuhanan atau fitrah berkepercayaan tauhid (monoteistik) yang telah terpatron secara natural pada setiap diri peserta didik.
Dengan demikian, keseluruhan upaya aktualitas potensi Asma' al-Husna mesti berkembang menuju puncak kebaikan, kebenaran dan kesucian.

Perspektif Epistemologi
Bagian ini mempertanyakan secara filosofis bagaimana mendidik makhluk sipemelajar ini. Mendidik ini menantang untuk memikirkan filosofi, paradigma, konsep, dan metodologi mendidik. Upaya metodologis ini tentu harus koheren (konsisten) dengan pandangan ontologis tentang pemelajar sebagai insan yang memiliki quwwatur ruhiyah, quwwatul fikriyah/'aqliyah, dan quwwatun nafsiyyah.

Al-Qur'an dan Sunnah memberi bimbingan dalam membelajarkan peserta didik. Bimbingan dimaksud tampak dalam konteks pendidikan dan dakwah. Contoh bimbingan itu misalnya:
1. Al-Qur'an surat Al-'Alaq ayat 1-5:
اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ 
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,"

خَلَقَ الْاِ نْسَا نَ مِنْ عَلَقٍ 
"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah."

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَ كْرَمُ 
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia."

الَّذِيْ عَلَّمَ بِا لْقَلَمِ 
"Yang mengajar (manusia) dengan pena."

عَلَّمَ الْاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 
"Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."
(QS. Al-'Alaq 96: Ayat 5)

2. Hadits


Perspektif Aksiologi
Pembahasan bagian ini melihat tujuan akhir yang hendak dicapai dalam mendidik si pemelajar. 
Berbagai kajian para ahli menyebutkan bahwa tujuan akhir mendidik si pemelajar menjadi insan kamil.

Catatan:

*Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

MA'RIFAT TAHMID: SUATU PENCARIAN TENTANG MAKNA LAFAZ TAHMID DALAM SHALAT



"Saat seorang mushalliy mengucapkan lafaz-lafaz tahmid dengan khusyuk dalam shalat (misalnya ketika ia mengucapkan wabihamdihi/wabihamdika), maka ucapan lisannya seketika menghunjam ke lubuk qalbunya sehingga makna tahmid tersimpul secara induktif-'irfani dalam kesadaran qalbiyah yang suci dan hening."
*******


Tahmid

Tahmid
(Pujian). Ath-Thabari memaknai الحمد (al-hamdu) pada frase الحمد لله pada surat Al-Fatihah sebagai الشكر خالصا لله جل ثناءه (syukur penuh puji yang tulus ikhlas kepada Allah). Pengertian ini menyamakan tahmid dengan asy-syukr (syukur). Di sisi lain, ada yang memahami tahmid dengan syukur sebagai dua istilah yang berbeda makna. Tahmid disebut sebagai amal lisan, sementara syukur adalah amal hati. Satu hal yang ingin ditegaskan di sini bahwa tahmid yang sungguh ---dengan rendah hati dan lemah lembut--- akan mengantarkan kepada syukur.  


Tahmid dalam Shalat
Pengucapan tahmid dalam shalat dijumpai tidak kurang dari 85 kali pada satu putaran shalat lima waktu. Perhitungan ini diperoleh sebagai berikut:
Dalam satu rakaat, seorang Muslim bertahmid 5 kali. Dengan demikian, dalam 17 rakaat, seorang mushalliy (orang yang shalat) bertahmid 85 kali. Jumlah bertahmid dalam shalat ini sama dengan jumlah bertakbir, yakni sama-sama 85 kali.

Kapan saja kita mengucapkan tahmid?
1. Saat membaca Al-Fatihah.
2. Saat Rukuk
3. Saat I'tidal
4. Saat Sujud Pertama
5. Saat Sujud Kedua
 
Tahmid saat I'tidal ---kecuali pada shalat Shubuh yang dapat ditambah dengan do'a--- murni berisi tahmid yang mengandung pujian sepenuh-penuhnya kepada Allah SWT.

Berikut lafaz tahmid dalam Shalat:
  1. Tahmid saat membaca Al-Fatihah yaitu: الحمد لله رب العالمين  (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
  2. Tahmid saat Rukuk, di antara bacaannya: سبحان ربي العظيم وبحمده  (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung, dan segala puji bagi-Nya); سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي (Maha Suci Engkau wahai Allah Tuhan kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ampuni aku)
  3. Tahmid saat I'tidal: ربنا ولك الحمد  (Tuhan kami, segala puji bagi-Mu), atau  ربنا لك الحمد ملء السماوات وملء الارض وملء ماشءت من شيء بعد (Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki dari sesuatu setelah itu).
  4. Tahmid saat sujud pertama dan kedua di antaranya: سبحان ربي الاعلى وبحمده (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan segala puji bagi-Nya); سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي (Maha Suci Engkau wahai Allah Tuhan kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ampuni aku).


Bagaimana Bimbingan Al-Qur'an dan Hadits tentang Ma'rifat Tahmid?

Dalam Al-Qur'an dijumpai tidak kurang dari 26 ayat yang membimbing nalar 'irfani kita untuk memahami makna tahmid. Ayat-ayat tersebut tersebar dalam beberapa Surat. Di antara ayat dimaksud yaitu:*

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 
"Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."
(QS. Al-Fatihah 1: Ayat 2)

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ وَهَبَ لِيْ عَلَى الْـكِبَرِ اِسْمٰعِيْلَ وَاِ سْحٰقَ ۗ اِنَّ رَبِّيْ لَسَمِيْعُ الدُّعَآءِ
"Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sungguh, Tuhanku benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa."
(QS. Ibrahim 14: Ayat 39)

وَهُوَ اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ لَـهُ الْحَمْدُ فِى الْاُ وْلٰى وَا لْاٰ خِرَةِ ۖ وَلَـهُ الْحُكْمُ وَاِ لَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
"Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, segala puji bagi-Nya di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nya segala penentuan dan kepada-Nya kamu dikembalikan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 70)

فَلِلّٰهِ الْحَمْدُ رَبِّ السَّمٰوٰتِ وَرَبِّ الْاَ رْضِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
"Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan (pemilik) langit dan bumi, Tuhan seluruh alam."

وَلَهُ الْكِبْرِيَآءُ فِى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
"Dan hanya bagi-Nya segala keagungan di langit dan di bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 36-37)

يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَ رْضِ ۚ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ ۖ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah; milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya (pula) segala puji; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. At-Taghabun 64: Ayat 1)

Rasulullah Saw., bersabda:
الحمد لله على كل حال
"Segala puji bagi Allah atas segala keadaan".
الحمد لله الذى بنعمته تتم الصالحات
"Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurna kebaikan".


Berpijak kepada ayat dan hadits di atas, maka ---secara induktif-'irfani--- makna ruhaniah (ma'rifat) tahmid dapat diabstraksikan sebagai berikut:
Abstraksi Ma'rifat Tahmid

Tahmid yang dimaknai sebagai pujian yang tulus ikhlas adalah mutiara ruhaniah yang amat berharga, milik Allah dan hanya ditujukan kepada-Nya. Seorang Muslim bertahmid  kepada Allah Jalla Jalaluh didasarkan atas kesadaran bahwa hanya Allah yang pantas dipuji, tidak ada yang lain, atas segala rahmat, nikmat dan kasih sayang-Nya kepada seluruh makhluk, terutama manusia. Tahmid yang sungguh-sungguh akan menyampaikan seorang hamba kepada asy-syukr (syukur). Esensi syukur adalah perasaan terima kasih yang tulus, hening dan amat dalam setiap hamba atas curahan rahmat, nikmat dan kasih sayang Allah bagi dirinya yang tidak terhingga, yang selanjutnya perasaan ini dapat membawa hamba kepada puncak kesadaran ---dalam tingkat tertentu seorang hamba yang sangat dekat kepada Allah dapat mengalami fana'--- bahwa segala tahiyyat (kehormatan), mubarakat [lafaz lain: thayyibat] (keberkahan; kebaikan), dan shalawat (shalawat) hanya milik dan untuk Allah Jalla Jalaluh (ingat bacaan Tahiyat)

Dalam lubuk syukur ini, ia menyadari dirinya sangat amat tergantung dalam segala hal kepada Allah ash-Shamad. Ia juga menyadari bahwa seluruh daya yang ada pada dirinya dan segala upaya yang dapat dilakukannya bergantung secara sempurna kepada Allah SWT. La haula wala quwwata illa billah, tiada daya dan upaya kecuali dengan pemberian dan pertolongan Allah. 

Implementasi Sufistik
Perhatikan gambar "Abstraksi Ma'rifat Tasbih". Saat seorang mushalliy mengucapkan lafaz-lafaz tahmid dengan khusyuk dalam shalat (misalnya ketika ia mengucapkan wabihamdihi/wabihamdika),  maka ucapan lisannya seketika menghunjam ke lubuk qalbunya sehingga makna tahmid tersimpul secara induktif-'irfani dalam kesadaran qalbiyah yang suci dan hening. Dalam kondisi demikian hatinya semakin hadir dengan suatu kesadaran bahwa "dirinya memuji Allah sepenuh puji atas segala keadaan yang ia terima dan alami", atau "dirinya memuji Allah sepenuh puji, bahwa dengan nikmat Allah sempurnalah segala kebaikan dalam hidup diri, keluarga dan saudaranya kaum Muslimin". Semakin dalam pemaknaan ruhaniah seorang mushalliy  terhadap tahmid, maka semakin nyata pula syukurnya kepada Allah. Wallahu a'lam.


Catatan:
* Ayat-ayat Al-Qur'an diambil dari Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

Gambar:
Gambar di ambil saat pesawat Citilink QG 1922 berada di atas awan di tengah perjalanan dari Kualanamu-Medan menuju Pinangsori-Sibolga, 11 November 2022.

FILSAFAT KEILMUAN DUNIA ISLAM ERA KLASIK

Pada pembahasan ini, kita akan mendiskusikan filsafat keilmuan di dunia Islam era awal, yaitu mulai abad ke-9 M. Perkembangan filsafat di dunia Islam, tentu tidak dapat dipisahkan dari filsafat keilmuan sebelumnya.

Bagaimana hubungan historisnya dengan filsafat keilmuan Yunani Kuno?

Perkenalan umat Islam dengan filsafat yaitu ketika kekuasaan umat Islam memasuki wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi pusat-pusat peradaban dan keilmuan Imperium Romawi. Abad ke VII M, ekspansi kekuasaan Islam berlangsung sedemikan dahsyat memasuki Mesir, Syiria, Mesopotamia (Irak), dan Persia. Saat inilah dimulai kontak antara Islam dan filsafat Yunani (termasuk tentunya sains, seni, dll). Filsafat Yunani telah lama masuk ke daerah-daerah ini bersamaan dengan penaklukan Alexander The Great dari Macedonia ke kawasan Asia dan Afrika Utara. Alexander berkeinginan menguasai sekaligus menyatukan kebudayaan negeri-negeri yang ditaklukkannya, baik di Barat maupun di Timur. Karena itu, dibukalah pusat-pusat pengkajian kebudayaan dengan menjadikan kebudayaan Yunani sebagai inti kebudayaannya. Gerakan ini terkenal dengan gerakan Hellenisme. Hasil dari usaha ini, dikenallah pusat kebudayaan di Athena dan Roma untuk bagian Barat, sedangkan di Timur dikenal Alexandria (Iskandariyah) di Mesir, Antioch di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia.*


Objek Utama Pembahasan Filsafat Keilmuan Islam

Pembahasan filsafat keilmuan Islam bertumpu pada Tuhan, yang oleh Al-Kindi disebut sebagai Al-Haqq al-Awwal. Hal ini nanti akan tampak jelas pada kajian ontologi keilmuan/metafisika para filsuf Muslim. Hal ini tentu menjadi perbedaan mendasar dengan filsafat Yunani.


Pandangan Al-Kindi tentang Ilmu

Al-Kindi, dengan nama lengkap Abu Yusuf Ya'kub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy'as ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M). Ia hidup pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah ketika Abbasiyah dipimpin oleh Al-Amin [809-813 M], Al-Ma'mun [813-833], Al-Mu'tashim [833-842], Al-Watsiq [842-847]; dan Al-Mutawakkil [847-861]. Masa-masa ini adalah masa kejayaan Daulay Abbassiyah yang ditandai dengan perkembangan intelektual yang pesat yang ditandai pula dengan berkembangnya paham rasional Mu'tazilah.1] 

Al-Kindi membagi ilmu ke dalam dua kelompok besar, yaitu 'ilmu ilahiy (wahyu) dan 'ilmu insaniy (ilmu rasional). Kebenaran 'ilmu ilahiy (wahyu) bersifat mutlak, sementara kebenaran 'ilmu insaniy (pengetahuan rasional) bersifat relatif. Filsafat adalah 'ilmu insaniy. 

Ketika, pada masa ia hidup, sebagian orang mempertentangkan wahyu dan filsafat, bahkan mencela filsafat, Al-Kindi melakukan pembelaan dengan menunjukkan keterpaduan agama dan filsafat dalam mencari kebenaran. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar (bahts 'an al-haqq, knowledge of truth). Al-Qur`an, menurutnya, bahkan membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan kebenarannya. Di sini, Al-Kindi menunjukkan bahwa ---dalam hal pencarian kebenaran--- Al-Qur`an membimbing dan membantu filsafat. Dengan demikian, misi Al-Qur`an dan misi filsafat sama-sama merentangkan kebenaran bagi manusia. Dengan pemahaman demikian ini, kebenaran yang dibawa Al-Qur`an tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan ilmu kalam (teologi) sendiri bagian dari filsafat. Sementara kaum Muslimin diwajibkan mempelajari ilmu kalam (teologi).1]

Lebih lanjut, Al-Kindi berpandangan bahwa bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus merupakan tujuan dari kedua wilayah keilmuan ini. Agama yang menyejarah dalam hidup dan kehidupan manusia bersumber dari wahyu. Pemahaman terhadap wahyu membutuhkan akal. Filsafat juga mempergunakan akal. Filsafat ---secara radikal--- mencari mencari Al-Haqq al-Awwal (Yang Benar Pertama). Bagi Al-Kindi, Al-Haqq al-Awwal ini adalah Tuhan. Filsafat, dengan demikian, membahas soal Tuhan. Sementara dalam agama, Tuhan pulalah yang menjadi pokok (ushul) dan asasnya. Pembahasan filsafat tentang Tuhan ini bagi Al-Kindi merupakan asyraf al-falsafah (filsafat paling agung).3]

Lebih jauh, Al-Kindi menyatakan bahwa orang yang menolak filsafat adalah orang yang menolak kebenaran. Orang seperti ini dapat dikelompokkan kepada "kafir", karena orang seperti ini sesungguhnya telah jauh dari kebenaran, meskipun ia mengangggap dirinya paling benar.


Pandangan Ontologi Al-Farabi dan Ibnu Sina

Pandangan ontologi Al-Farabi bertumpu pada konsep Al-Maujud al-Awwal, yang ia pahami sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Pemikiran ini sebenarnya kelanjutan dari pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonisme. Konsep ini tidak bertentangan dengan dengan konsep tauhid dalam ajaran Islam. Ingat bahwa Al-Qur`an menyatakan: Huwa al-awwalu wal akhiru wazhzhahiru wal bathinu. Dalam argumentasi tentang bukti adanya Tuhan sebagai al-Maujud al-Awwal, Al-Farabi mengemukakan dalil Wajib al-Wujud dan mumkin al-wujud. Menurutnya segala yang ada ini hanya dua kemungkinan dan tidak ada alternatif ketiga.4]

Mumkin al-wujud tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujud yang menguatkan. Wujud yang menguatkan itu bukan dirinya tapi Wajib al-Wujud. Walau demikian, mustahil terjadi daur dan tasalsul (processus in infinitum), karena rentetan sebab akibat akan berakhir pada Wajib al-Wujud.

Bagi Al-Farabi, Tuhan (Wajib al-Wujud) adalag 'Aql murni. Ia Esa adanya. Yang menjadi objek berpikirnya hanya substansi-Nya saja. Ia tidak membutuhkan sesuatu yang lain untuk memikirkan substansi-Nya. Jadi Tuhan adalah 'Aql, 'Aqil, dan Ma'qul (Akal, Substansi yang berpikir, dan Substansi yang yang dipikirkan). Tuhan juga 'Ilm, 'Alim, dan Ma'lum (Ilmu, Substansi yang Mengetahui dan Substansi yang Diketahui).


Pandangan Epistemologi Al-Ghazali

Imam Ghazali (1058-1111). Al-Ghazali, di masa-masa akhir pengembaraan intelektualnya, pernah mengalami depresi. Saat itu ia meragukan pengetahuan indrawi, karena tangkapan indra sering meleset dari kebenaran. Ia juga meragukan kebenaran pengetahuan rasional. Karena penalaran rasio  masih bersandar kepada materi dengan cerapan indra. Akhirnya, Ghazali berpandangan bahwa ilmu yang benar hanya lahir dari pemahaman yang benar tentang Allah. Pandangan yang terakhir inilah yang disebut ma'rifatullah Ma'rifatullah bagi Al-Ghazali adalah puncak ilmu pengetahuan. Ia adalah kelezatan ruhaniah tertinggi.


Catatan:

*Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid II, h. 46; Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 9.

1] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 17.

2] Hasyimsyah Nasution, h. 17.

3] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme, h. 12.

4] Hasyimsyah Nasution, h. 35.

DAKWAH KEMANUSIAAN SEMESTA: PESAN MILAD AISYIYAH 107 TAHUN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته   الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله واصحابه ومن ولهه  Yth., Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah S...