Sabtu, 28 November 2020

LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBNGAN ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

 


Ontologi---> Apa objek yang akan dikaji/diteliti

Epistemologi---> Bagaimana mengkaji/menelitinya

Aksiologi---> Apa nilai atau kegunaannya bagi peradaban

*******

Apa yang akan didiskusikan di sini?

Kita akan mendiskusikan sisi paling dasar dari ilmu pengetahuan, yaitu landasan kefilsafatan pengembangan ilmu. Lihat siklus berikut:

Filosofi ---> Paradigma---> Konsep/Teori---> Metodologi/Approach---> Narasi Ilmu

Ilmu berada di siklus terakhir, sementara  perbincangan ini berada di siklus pertama yaitu filosofi.


Landasan Filosofi Pengembangan Ilmu

Landasan artinya alas atau dasar (lihat KBBI). Dengan demikian, landasan filosofis artinya alas atau dasar kefilsafatan pengembangan ilmu. Disebut alas atau dasar filosofis karena dari ketiga titik berangkat inilah pekerjaan keilmuan itu dimulai. 

Sejak zaman Yunani Kuno hingga sekarang, landasan filosofis pengembangan ilmu belum bergeser atau bertambah dari tiga landasan pokok yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Bagi Islam, ketiga landasan ini dapat diterima. Hanya saja konten filosofisnya mesti sesuai dengan qur'anic philosophy.

Apa itu Ontologi?

Ontologi berasal dari kata ontos tambah logos. Ontos artinya ada atau hakikat. Sedangkan logos artinya ilmu atau kajian. Dengan demikian, secara bahasa ontologi artinya ilmu tentang yang ada atau kajian tentang yang ada. Ontologi juga bermakna kajian tentang hakikat sesuatu. Dalam Cambridge Dictionary, ontologi adalah the part of philosophy that studies what it means to exist (bagian/cabang filsafat yang mempelajari apa makna dari ada).1] Atau, ontologi dipahami sebagai cabang filsafat yang membahas tentang hakikat sesuatu.

Pekerjaan keilmuan yang paling awal selalu diawali oleh asumsi-asumsi filosofis kita tentang sesuatu. Misalnya bagaimana world view (pandangan dunia/cara pandang) kita terhadap sesuatu. Cara pandang filosofis ini akan mencoraki pekerjaan keilmuan kita selanjutnya. Sebagai contoh: seseorang yang akan mengkaji manusia, tentu dalam benaknya telah ada lebih dulu asumsi-asumsi filosofis tentang manusia. Asumsi-asumsi filosofis ini (atau world view tentang manusia ini) akan melahirkan filosofi tentang manusia. Filosofi tentang manusia ini selanjutnya, melahirkan paradigma, dan paradigma selanjutnya mencoraki konsep atau teorinya tentang manusia tersebut. Tahapan berikutnya akan menentukan metodologi dan approach keilmua yang diterapkan, seterusnya akan  mewarnai narasi keilmuan yang dikembangkan. 

Lebih jelasnya, jika seorang pengkaji memiliki world view bahwa manusia hanya makhluk jismiyah (makhluk fisik), maka aspek psikis dan ruhaniah menjadi tidak penting baginya. Sebaliknya, jika ia memiliki pemahaman ontologis bahwa manusia adalah makhluk jasmani yang memiliki ruh (jasmani + ruhani), maka ia akan memiliki asumsi-asumsi ontologis bahwa manusia adalah makhluk unik yang tidak dapat dipahami hanya dari dimensi jasmani.

Bagi kampus kita yang berparadigma teoantropoekosentris, Al-Qur'an dan Sunnah menjadi "hudan" (petunjuk) dalam memahami hakikat segala sesuatu, terutama manusia dan alam.


Apa Epistemologi?

Dalam pekerjaan keilmuan, setelah tangga ontologi terlewati, maka pekerjaan keilmuan selanjutnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan atau ilmu dari sesuatu yang ada (objek ilmu) tersebut. Sesuatu yang ada yang menjadi objek ilmu tersebut dapat bersifat pisik (materi) atau non pisik (immateri). "Sesuatu yang ada" ini menjadi objek materi ilmu. Sementara objek formalnya adalah berupa bentuk atau sifat penyelidikan (metodologi riset/kajian) terhadap objek materi dimaksud. Objek formal inilah yang lazim disebut sebagai epistemologi ilmu pengetahuan.

Epistemologi berasal bahasa Yunani Kuno, yaitu dari kata episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, dan logos artinya ilmu atau teori. Dengan demikian secara bahasa epistemologi artinya teori pengetahuan (theory of knowledge) atau "ilmu/kajian tentang pengetahuan". Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854.2] 

Secara terminologis, menurut Milton D. Hunnex, epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan (epistemology comproses the systematic study of nature, sources, and validity of knowledge). Sementara menurut menurut Runes, epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. 

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Hunnex, fokus pembahasan epistemologi meliputi pokok-pokok persoalan seperti: Dari mana manusia memperoleh pengetahuan, atau apa sumber pengetahuan? Bagaimana hubungan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui (struktur atau situasi pengetahuan)? Apa kriteria pengetahuan (yang disebut benar)? Apakah yang menjadi batas atau wilayah ilmu pengetahuan? Dan lain sebagainya.3]


Apa itu Aksiologi?

Setelah metodologi keilmuan diterapkan, maka pertanyaan kefilsafatan yang terakhir adalah apa nilai atau kegunaan ilmu tersebut bagi peradaban manusia. Di tahap inilah, aksiologi memainkan peranannya.

Axiology, (from Greek axios, “worthy”; logos, “science”), also called THEORY OF VALUE, the philosophical study of goodness, or value, in the widest sense of these terms. 4] 

Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang nilai. Dalam konteks pembahasan ini adalah bagaimana nilai atau kegunaan ilmu pengetahuan yang dihasilkan bagi peradaban manusia. Selain itu, aksiologi juga mempersoalkan tentang ilmu seperti apa yang  paling luhur nilainya yang perlu dicari oleh manusia. Ilmu tentang apa yang paling indah untuk diri dan peradaban manusia.

Nilai di sini terdiri dari nilai etik dan nilai estetik. Nilai etik berkait dengan baik atau buruknya suatu ilmu atau benar- salahnya suatu ilmu. Sementara nilai estetik terkait dengan keindahan suatu ilmu. 

Penting ditegaskan di sini bahwa ilmu yang paling luhur adalah ilmu yang paling benar dan paling indah. Ilmu demikian inilah yang disebut ilmu yang sempurna.


Catatan Kaki:
1] https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/ontology
2] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015, h. 31.
3] Akhyar Yusuf Lubis, h. 32.
4] https://www.britannica.com/topic/axiology


Gambar: 
Pertemuan XIV Belajar Tafsir Al-Qur`an bersama Desri Enghariono, Lc., M.A. di Ruang Kerja WR II pada 26/11/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar