INTEGRITAS LEMAH: BEGITUKAH KITA DALAM BEKERJA???

Makna Kata Integritas, dan penjelasannya dari beberapa sumber - Tempat kita  berbagi ilmu

Mengomentari umat Islam Indonesia, seorang antropolog Barat, Gunnar Myrdal berkata, "Etically, Indonesia is soft nation".  Secara etika, Indonesia adalah bangsa yang lemah. Etika di sini maksudnya etika berkemajuan dan berperadaban. Realitas ini, telah lama dirisaukan oleh intelektual bangsa kita semisal Harun Nasution, Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Harun Nasution berkesimpulan bahwa umat Islam Indonesia, dalam hal memandang kehidupan, memiliki teologi (paham ketuhanan) yang jabariy (fatalis). Oleh karena itu menurutnya, pemahaman teologis fatalis ini harus dirubah menjadi pemahaman teologis yang dinamis-progresif (teologi rasional). Untuk usaha ini beliau memelopori reformasi kurikulum ilmu-ilmu keagamaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

Apa hasilnya? Penelitian menunjukkan bahwa, dalam hal tauhid uluhiyah (pemahaman tentang Tuhan sebagai sembahan), alumni PTKIN masih kental dengan teologi tradisional Asy'ariyah. Tetapi dalam hal tauhid rububiyah (pemahaman tentang Tuhan sebagai pencipta, pengatur dan pemelihara), alumni PTKIN lebih condong kepada teologi rasional Muktazilah. Hal ini menandakan bahwa alumni PTKIN telah mengalami reformasi pandangan teologis tentang hidup dan kehidupan.

Problem di depan mata kita sehari-hari, secara umum umat Islam, lebih khusus ASN dalam berbagai institusi, mempertontonkan kelemahan dalam berintegritas. 

Apa itu Integritas?

Integritas adalah kemenyatuan. Integritas kepribadian artinya kemenyatuan dan keutuhan nilai-nilai pada suatu pribadi. Lebih sederhana adalah menyatunya "kata" dengan "perbuatan; komitmen dengan tindakan. Seseorang dapat disebut berintegritas tinggi jika nilai, norma, komitmen dan aturan benar-benar mendasari sikap, perbuatan dan tindakannya dalam lingkup pribadi dan institusi.

Problem Kita

Problem kita adalah konsistensi memegang teguh nilai, komitmen, janji, aturan dan regulasi dalam prilaku kerja sangatlah lemah. Sebagian kita mendikhotomikan nilai, janji dan komitmen bekerja pada lembaga atau institusi dengan komitmen memegang teguh nilai keagamaan. Tampaknya sebagian kita berpandangan bahwa sikap dikhotomis ini tidak memiliki konsekuensi keakhiratan (iman kepada Hari Akhir). Akibatnya keislaman kita juga bersifat dikhotomik. Visi berislam kita tidak menyatu dengan visi perilaku kerja. Inilah penomena berislam dalam ritual tetapi kurang berislam dalam aktifitas kerja. 

Dengan demikian ada masalah dalam penganutan Islam kita. Tampaknya penganutan Islam kita belum berkonstribusi nyata untuk kemajuan peradaban kita. Agamakah yang salah? Tentu bukan. Yang salah adalah corak penganutan agama kita. Agama yang menyulut api kemajuan itu redup pada diri kita. Jika kondisi penganutan agama yang fatalis ini masih dipelihara, maka kita akan sulit masuk ke dalam budaya maju atau progresif. Allahu a'lam. ***

NIAT DALAM AMAL: JANGAN SEPELEKAN KARENA MUDAH BERIRISAN DENGAN KESYIRIKAN

Foto: Belajar membaca dan mendalami tafsir Al-Qur'an bersama ustadz Desri Ari Enghariano, Lc., M.A.


Ada saja di antara kaum muslimin yang berkata, "Jangan-jangan Mr. X yang non Muslim itu, yang memiliki perhatian dan sumbangan besar terhadap kemanusiaan lebih diterima Allah amalnya dari pada seorang Muslim yang jarang memberi sumbangan". 

Pandangan ini benar-benar bertentangan dengan keyakinan prinsipil dalam Islam. Dalam ajaran Islam, syahadat (kesaksian/keyakinan) kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, pencipta, pengatur dan pemelihara dan Muhammad SAW sebagai rasul-Nya, adalah fundamen paling dasar dan syarat utama bagi diterimanya iman dan amal kebajikan seseorang yang mengaku sebagai hamba Allah. Tanpa keyakinan pokok ini, maka semua amal kebajikan setiap manusia tidak memiliki pijakan penerimaan dari Allah SWT. Oleh karena itu, jika kita berharap amal ibadah kita bernilai, berharga atau berpahala di sisi Allah, maka langkah paling awal adalah: Terima dan yakini dengan ikhlas bahwa Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad itu hamba dan rasul-Nya. Dari sisi Allah, pengakuan atau penyaksian (syahadah) oleh setiap manusia ini mutlak ditunjukkan. Tuntutan selanjutnya, setiap orang harus membuktikan syahadatnya dalam seluruh dimensi hidupnya. Jika misalkan ia memberi konstribusi besar dalam menolong kemanusiaan, maka harus dalam rangka panggilan dan pembuktian syahadatnya. Sebab jika bukan karena syahadatnya, maka sudah pasti karena "tuhan-tuhan" lain. 

Langkah atau step selanjutnya adalah tanamkan niat yang kokoh bahwa amal kebajikan yang kita lakukan adalah untuk mengharap ridha Allah SWT. 

Meskipun kita seorang Muslim, tapi jika niat/motivasi qalbiyah amal kebajikan kita untuk atau demi yang lain, maka Allah tidak akan meridhainya. Mengapa demikian, karena sesungguhnya kita telah jatuh kepada sikap hati yang mendua dalam berkeyakinan. Satu sisi kita menghamba kepada Allah, tetapi pada sisi lain, kita menghamba kepada selain Allah yang jadi tujuan niat kita. Boleh jadi tujuan niat kita adalah agar kita mendapat anugerah macam-macam dari orang lain, seperti kemuliaan, penghormatan, perlindungan, dan lain-lain. Hal ini samalah artinya bahwa Allah belum cukup bagi kita sebagai penolong, pelindung dan pemberi kemuliaan.  Cara ini sekaligus mempertunjukkan bahwa kita belum beragama dengan ikhlas dan hanif. Sikap beragama demikian ini sesungguhnya masih tertawan oleh kemusyrikan. 

Penegasan Nabi Saw tentang perlunya memiliki niat yang ikhlas dijelaskan pada salah satu hadis sahih tentang hijrah. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dimaksud dapat diambil pelajaran bahwa meskipun seorang Muslim ikut hijrah bersama Nabi dari Makkah, tetapi jika niat hijrahnya karena motif usaha atau karena perempuan kekasihnya, maka hijrah yang demikian itu hanya bernilai duniawi semata. Allah dan Rasul-Nya tidak menilainya sebagai hijrah mencari keridhaan Allah. 

Demikian pulalah seluruh amal kebajikan kita yang lain. Nabi kita menegaskan, "Sesungguhnya segala amal itu tergantung kepada niat. Dan sungguh setiap urusan tergantung kepada apa yang diniatkan".***

INTEGRASI ILMU: DOSEN PTKIN WAJIB MENGISLAMKAN PARADIGMA KEILMUANNYA

 

Gambar: Berturut dari kiri yaitu Dr. Anhar,  M.A., Dr. H. Muhammad Darwis Dasopang, M.Ag., Dr. H. Sumper Mulia Harahap, Lc., M.Ag., dan Dr. Darwis Harahap, M.Si.


Mengapa dosen-dosen PTKI wajib mengislamkan atau mentauhidkan paradigma (mode berpikir) keilmuannya? Jawabannya agar sekularisme atau ateisme pandangan tentang asumsi-asumsi filosofis ilmu pengetahuan tidak mencoraki bangunan berpikir dosen. 

Dengan cara demikian, batang air keilmuan yang dimiliki dosen akan mengalir dalam alur sungai keilmuan yang menyuburkan iman dan takwa mahasiswa atau siapa pun yang menikmati sajian keilmuannya.

Sebaliknya, jika paradigma keilmuan dosen tercoraki oleh paradigma ilmu yang sekularistik atau ateistik, maka seorang dosen akan menjauhkan mahasiswa dari pengagungan dan penyucian (ta'zhim dan tasbih) Allah SWT. 

Paradigma keilmuan sekuler, apalagi ateistik --- secara aksiologis---mengakibatkan pekerjaan pencerdasan akan terhambat mengantarkan mahasiswa kepada tujuan sejati pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlu diingat bahwa tujuan akhir keilmuan harus dalam rangka ma'rifatullah (pengetahuan tentang kebesaran, keagungan, kesucian, kemuliaan, kesempurnaan dan kemahakuasaan Allah SWT).

Semestinya disiplin ilmu apa pun yang "dibacakan" atau diajarkan harus mengalir dalam arus ilmu yang menguatkan iman dan takwa peserta didik. Jika tidak demikian, maka pada hakikatnya arus keilmuan pendidik (guru/dosen) telah berada di luar arus penuhanan (pentauhidan) Allah SWT. 

Oleh karena itu, keislaman kita tidak cukup pada level syariat dalam arti sempit, tapi juga harus sampai pada level paradigma berpikir tentang ilmu dan pengembangannya. 

Pengislaman paradigma keilmuan ini mutlak dilakukan dan digerakkan oleh semua dosen PTKI. Jika tidak, maka paradigma keilmuan kita sama saja dengan paradigma intelektual Barat yang sekuler bahkan ateistik. 

Berdasarkan argumentasi demikian, dalam konteks problematika keilmuan pada PTKI di Padangsidimpuan, maka integrasi keilmuan teoantropoekosentris yang diinisiasi oleh Prof. Ibrahim Siregar mesti menjadi gerakan bersama sivitas akademika IAIN Padangsidimpuan. 

Demikian narasi singkat yang terinspirasi dari Webinar Internasional "Seminar on Islamic Epistemology" yang dilaksanakan oleh IAIN Madura bekerja sama dengan IIIT perwakilan Indonesia, Sabtu 29 Agustus 2020. Berkenan sebagai nara sumber yaitu Prof. Kamal Hassan (IIU Malaysia), Prof. Mulyadhy Kartanegara (UIN Jakarta) dan Dr. Irfan Syauki Bek (IPB Bogor). Turut sebagai peserta dari IAIN padangsidimpuan di antaranya Prof. Ibrahim Siregar, MCL., Drs. Irwan Saleh Dalimunthe, M.A., Dr. Muhammad Darwis Dasopang, M.Ag., Dr. Anhar, M.A., dan Dr. Magdalena, M.Ag. 

SENAT INSTITUT BAHAS AGENDA PENTING





 Gambar: Sidang Senat Membahas beberapa Agenda Penting

Sebagai organ Institut, Senat IAIN padangsidimpuan aktif melaksanakan fungsi dan kewenangannya. Di antara fungsi dan kewenangan yang aktif dilakukan adalah memberikan berbagai pertimbangan kepada Rektor tentang berbagai hal terutama menyangkut pengembangan akademik dan lembaga. 

Dalam sidang senat kali ini dihasilkan beberapa pertimbangan penting, di antaranya tentang juknis terkait kemahasiswaan, usul mutasi jabatan fungsional dosen dan hal-hal terkait pengembangan kelembagaan. Pertimbangan ini akan diteruskan kepada Rektor untuk proses selanjutnya. 

Selain agenda yang terjadwal, di sela persidangan, senat juga membahas langkah-langkah strategis kampus menjadi istitusi dengan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). Dengan perubahan pola pengelolaan keuangan ini diharapkan potensi sumber-sumber keuangan yang ada dapat digarap dengan maksimal sehingga berkonstribusi besar untuk memenuhi kebutuhan anggaran pengembangan kampus. 

Sidang Senat ini dipimpin oleh Ketua Senat (Prof. Dr. Ibrahim Siregar, MCL), dipandu oleh Sekretaris Senat (Dr. Sumper Mulia Harahap, Lc., M.Ag) serta dihadiri seluruh anggota senat. ***

MANAJEMEN ORGANISASI: APA SYARAT UTAMA MENDINAMISASINYA?


Gambar atas: 
Koordinasi Akademik dan Administrasi Umum. 
Gambar bawah: 
Rapat Insidental Usul Penetapan Angka Kredit Dosen yang Dipimpin oleh Dr. H. Mhd. Darwis Dasopang M.Ag., (Wakil Rektor Bid. Akademik dan Pengembangan Lembaga).

Berdasarkan pengalaman empirik, hal paling pokok dilakukan dalam mendinamisasi manajemen organisasi termasuk manajemen perguruan tinggi adalah mengobjektifkan tuntunan Al-Qur`an surat Asy-Syura (42) terutama ayat 38 tentang musyawarah. Terjemah ayat dimaksud sebagai berikut:

dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,

Prolog: Tentang surat Asy-Syura

Surat Asy-Syura termasuk kelompok surat Makkiyah. Hal ini bermakna bahwa konteks sosial ketika ayat ini turun adalah situasi sosial masyarakat Makkah yang masih hidup dalam falsafah jahiliyah dan politeisme (kemusyrikan). Sementara pengikut Nabi masih belum terkonsolidasikan sebagai suatu kekuatan. Dalam demikian inilah petunjuk Al-Qur`an ini turun.

Dalam ayat 38 ini, begitu pula pada ayat sebelum dan sesudahnya, Allah memberikan petunjuk bahwa apa pun kenikmatan material yang diterima  dalam hidup ini hanyalah kesenangan duniawi yang bersifat nisbi, sedangkan kenikmatan pada sisi Allah lebih baik, sempurna dan kekal. Kenikmatan dari sisi Allah ini diberikan kepada mereka yang beriman, bertawakkal, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi perbuatan-perbuatan keji, mampu mengendalikan dan meredakan  marah, mematuhi seruan Allah, melaksanakan shalat, bermusyarah dalam menyelesaikan berbagai urusan penting, berinfak, membela diri dalam batas-batas syariat dan akhlak jika diperlakukan dengan zalim, dan mampu berbuat baik kepada orang yang pernah jahat kepada dirinya. 

Penjelasan karakteristik kepribadin yang mendapat kenikmatan abadi ini,  meskipun secara khusus tidak dikaitkan dengan kepribadian para pimpinan, namun sangat perlu   dimiliki oleh siapa pun personil yang bergerak mendinamisasi manajemen. Sehingga "kapal organisasinya" akan berlayar menuju kebahagiaan abadi yang diridai Allah SWT. 

Mengapa harus bermusyawarah?

Bermusyawarah meniscayakan setiap orang  merelatifkan segala ilmu dan pandangannya. Dengan musyawarah, setiap orang akan meleburkan jiwa keakuannya ke dalam jiwa kelompok yang lebih besar. Dengan musyawarah pulalah setiap peserta musyawarah akan terbebas dari segala pemaksaan kehendak dan pendapat. Musyawarah juga menghadirkan penghormatan dan kebebasan kepada setiap anggota untuk menyuarakan pikiran dan pendapatnya.

Oleh karena itu, musyawarah akan memompa semangat, menghidupkan pikiran, dan mendinamisasi kekuatan  semua personil mencapai tujuan bersama. 

Kemestian Bermusyawarah/Rapat

Oleh karena itu, pimpinan suatu lembaga atau organisasi mesti mengagendakan musyawarah atau rapat. Setidaknya, rapat dimaksud dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu rapat terjadwal/rutin dan rapat insidental. Jika dua bentuk rapat ini berjalan, maka hemat penulis, 60% urusan-urusan kepemimpinan dalam suatu lembaga akan terselesaikan. Selebihnya adalah controlling  actuating dan evaluating. Dengan demikian, jika pimpinan sungguh-sungguh mengobjektifkan tuntunan bermusyawarah dalam surat Asy-Syura ayat 38 dalam kepemimpinan, maka insya Allah, mereka akan sukses dalam menjalankan kepemimpinan.***

TRANSPARANSI DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN: APA URGENSINYA?

 

Gambar: 
Rapat Koordinasi Bulanan Bagian Perencanaan dan Keuangan Biro AUAK IAIN Padangsidimpuan

Transparansi (keterbukaan) dalam pengelolaan kegiatan  dan anggaran dalam sistem manajemen dan administrasi modern mutlak diperlukan. Keterbukaan akan mendorong penguatan partisipasi aparatur/personalia untuk terlibat dalam berbagai aktifitas kegiatan dan pelaksanaan anggaran. Tidak saja itu, pengalaman empirik kita mengatakan bahwa transparansi dalam pengelolaan berbagai aspek kegiatan turut menciptakan suasana manajerial yang kondusif bagi semua aparatur/personalia untuk bekerja. Dengan demikian, keterbukaan (transparansi) akan berdampak terhadap peningkatan kinerja personal dan lembaga.

Ibarat air mengalir, keterbukaan akan membuka sumbatan-sumbatan penyebab genangan air, sehingga  akan terus mengaliri setiap wadah atau ruang yang membutuhkan air. Air yang mengalir ini akan menghidupkan dan menyegarkan urat nadi pikiran dan tindakan seluruh penyelenggara kegiatan, sehingga menumbuhsuburkan inisiatif, partisipasi, prakarsa dan kreatifitas dalam bekerja.

Keterbukaan yang dimaksud tentu memiliki batasan-batasan legal, rasional dan etis. Sebagai misal, untuk konsumsi publik, maka materi informasi yang disampaikan cukup yang bersifat global saja. Sementara yang bersifat rincian cukup disampaikan di lingkungan tertentu atau kepada person tertentu sesuai dengan urgensinya.

Jangan lupa bahwa setiap bentuk keterbukaan yang disuguhkan harus disandarkan kepada Allah SWT dengan niat ikhlas untuk kemaslahatan lembaga dan masyarakat. Yakinlah, Allah SWT pasti memberi pertolongan.

Rapat rutin ini mengevalusai kinerja anggaran bulan sebelumnya, sekaligus membicarakan pelaksanaan anggaran bulan berikutnya. Sebagaimana biasa, acara rapat diantar oleh Kabag Perencanaan dan Keuangan, diberi arahan oleh Wakil Rektor Bidang AUPK, mendengarkan laporan masing-masing peserta rapat, mengidentifikasi masalah-masalah yang perlu dibahas, melakukan pembahasan bersama, dan diakhiri dengan pengambilan kesimpulan. Rapat seperti inilah yang kami sebut dengan rapat dengan pendekatan saintifik. ***

IAIN Padangsidimpuan sangat Berpeluang Menjadi Universitas

Berkesempatan menghadiri Webinar  bersama unsur pimpinan/pejabat di lingkungan IAIN padangsidimpuan. Tema yang diangkat adalah peningkatan kelembagaan dengan fokus pembahasan yakni transformasi kelembagaan institut menjadi universitas.  Nara sumber Webinar ini adalah Dirjen Pendis Kemenag RI, Ketua Forum Rektor PTKIN, Rektor IAIN Padangsidimpuan dan Kasubdit Kelembagaan Direktorat Diktis.
Bertindak sebagai moderator adalah Wakil Rektor Bidang Kemahasiwaan dan Kerjasama.  

Mengapa harus bertransformasi? 

IAIN P. Sidimpuan berposisi dalam radius 300 km dengan kota-kota besar sekitar (Medan, Padang dan Pekanbaru). Dalam wilayah "Keresidenan Tapanuli", kampus ini satu-satunya PTN yang berstatus institut. 

Dalam radius yang demikian luas dengan potensi alam, lingkungan dan budaya yang besar, kampus ini memiliki posisi yang sangat strategis bagi pembangunan berbagai aspek kebutuhan dan masa depan masyarakat di wilayah eks kresidenan Tapanuli ini. 

Oleg karena itu, kampus ini menjadi tumpuan harapan kl. 2,5 juta jiwa yang bermukim pada wilayah ini. Kemajuan SDM wilayah ini sangat banyak bergantung kepada konstribusi intelektual dan akademik institut milik bangsa ini. 

Dengan paradigma teoantropoekosentris, institut ini berikhtiar melahirkan SDM unggul dan kompetitif yang memiliki ciri khas kesepaduan atau integrasi ilmu ilahiyah, insaniah dan kauniyah. Dengan ikhtiar ini, maka lulusannya diharapkan menjadi intelektual yang religius.

Saat ini tinggal menyiapkan beberapa persyaratan. Insya Allah dengan pertolongan Allah, ikhtiar civitas akademika dan dukungan pemerintah dan masyarakat, kampus ini segera menjadi universitas. Amin. 

INNA LILLAH: SELAMAT JALAN BANG KHOLIS

 


Foto: Takziah atas Meninggalnya Abanganda Kholisuddin di Jorong Sungai Aur I, Kec. Gunung Tuleh, Pasaman Barat, 20-08-2020
________________________________________________

Bang Kholis, begitu aku biasa memanggilnya, meninggal dalam usia 51 tahun di RS M. Jamil, Padang. Ia seorang guru dan tokoh agama di kampung. Saat saya dan bang Syukron menjenguknya di Padang pada 02 Agustus 2020, ia menangis dengan haru. Saat saya tanya, "Apa yang paling abang sedihkan?" Ia menjawab, "Saya sedih, jika saya meninggal, masih ada anak-anak yang masih sekolah SLTP". Saat itu, kami berpesan kepada beliau supaya menguatkan keikhlasan. Serahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Kewajiban kita hanya berikhtiar. Takdirnya ada pada sisi Allah SWT. Tidak ada yang mampu menjamin, sekiranya bang Kholis terus panjang umur, maka anak-anak akan lebih baik masa depannya.  Yakinlah, Allah telah mengatur jalan terbaik. Asal kita ikhlas dan tawakkal kepada Allah, tidak ada yang sia-sia dari setiap peristiwa hidup yang kita alami. 

Takziah di kampungku ini hanya menyampaikan tausiyah tentang ketakwaan dan kesabaran. Tradisi ini telah berlangsung puluhan tahun. Mungkin saja sudah ratusan tahun. Meskipun secara formal, penduduk di kampungku bukan warga Muhammadiyah, tetapi  pengamalan keagamaan mereka lebih bercorak pengamalan Muhammadiyah.

Belakangan, mulai ada suara menyoal tradisi ini. Bahkan ada yang pernah melakukan model takziah sebagaimana ditradisikan di lingkungan warga Perti atau NU. Hanya saja, model Perti dan NU ini belum mendapat sambutan yang berarti. Paradigma berpikir yang telah terbentuk pada benak warga di kampungku bahwa model yang mereka lakukanlah yang paling mendekati tradisi yang ditinggalkan Nabi.

Saya sering berpesan supaya masing-masing tetap menjaga semangat berlomba-lomba dalam beragama. Jangan jatuh kepada sikap memaksakan pemahaman. Biarkan Allah nanti yang mengadili siapa di antara kita yang paling mengamalkan sunnah Nabi Saw.

Semangat berlomba dalam beragama itu harus didorong terus. Dengan cara demikian, maka keberagamaan masyarakat kita akan dinamis.

BAGAIMANA BERSIKAP DALAM PERBEDAAN PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN AGAMA ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH?


 Saya setuju pendapat yang mengatakan bahwa perbedaan pemahaman dan pengamalan agama adalah sunnatullah yang harus diterima oleh setiap orang. Perbedaan ini muncul di antaranya sebagai buah dari perbedaan kemampuan para sahabat dan ulama penerus dalam memahami tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah dalam berbagai hal. Di sisi lain, perbedaan ini muncul karena konteks atau situasi sosial yang dihadapai berbeda. Akibatnya, respon keagamaannya pun menjadi berbeda.

Dalam konteks perbedaan agama antara Muslim dan Non-Muslim saja, Allah SWT menuntun manusia agar ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). "...Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan." (Al-Maidah: 48).

Oleh karena itu, mari antara kelompok keagamaan (NU dan Muhammadiyah) berlomba-lomba dalam memahami dan mengamalkan agama. Setiap tindakan mengadili pemahaman atau pengamalan sebenarnya sudah keluar dari kodrat kita sebagai manusia. Dikatakan demikian, karena hanya Tuhan yang berhak mengadili siapa di antara kelompok keagamaan ini yang paling benar.

Setiap kelompok keagamaan harus menghindar dari tindakan mengadili (claim of truth)  pemahaman agama ini. Tindakan claim of truth bagaimana pun bentuknya adalah turunan dari kesombongan. Oleh karena itu, tindakan ini merupakan bentuk pengkultusan terhadap pemahaman agama yang dianut. Setiap bentuk pengkultusan pasti dekat kepada kemusyrikan.

Jika seseorang memegang teguh pemahaman agamanya dan ia tidak memaksakannya kepada orang lain, maka orang seperti ini harus dihormati. Kemestian penghormatan ini merupakan tuntutan dari keimanan yang sehat dan akhlak  yang luhur (akhlak al-karimah) yang terpatri pada setiap diri kaum beriman. 

Seorang NU atau Muhammadiyah yang telah dewasa akan memiliki sikap toleransi internal umat yang jauh lebih baik dibanding dengan eksternal umat beragama. Wallahu a'lam.

DAKWAH KEMANUSIAAN SEMESTA: PESAN MILAD AISYIYAH 107 TAHUN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته   الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله واصحابه ومن ولهه  Yth., Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah S...