Pada bagian ini kita akan melihat filasafat keilmuan Barat era modern yaitu Rasionalisme Modern dan Empirisme Modern. Secara khusus, bagaimana pandangan masing-masing filsafat keilmuan ini tentang pengetahuan yang benar. Apa sumber pengetahuan dan bagaimana hakikat pengetahuan. Sebelum mendiskusikan pandangan kedua filsafat ini, terlebih dahulu dibicarakan tentang Averroisme yang menjadi pemicu pencerahan kedua Eropa yang kemudian mendorong kebebasan berpikir Barat Modern.
Averroisme
Averroes adalah ungkapan Latin untuk Ibn Rusyd. Beliau seorang filsuf Muslim abad ke 12 M. Pemikiran filsafat beliau berkembang menjadi suatu paham pemikiran yang diberi nama Averroisme, yang selanjutnya berpengaruh menghidupkan kembali filsafat di Eropa setelah zaman gelap berpikir rasional menimpa benua ini. Averroisme menguat ketika kebebasan berpikir dikungkung oleh otoritas gereja. Averroisme dipandang menghidupkan kembali tradisi filsafat Yunani Kuno. Dampaknya, Eropa selanjutnya mengalami kebangkitan kedua yang populer disebut sebagai renaissance.
Rasionalisme Modern
Averroisme membangkitkan kembali rasionalisme klasik hingga muncullah rasionalisme bentuk baru yang disebut di sini rasionaliame modern.
Rasionalisme lahir sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Eropa. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa Rene Descartes ini menjadi cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata ―modern di sini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen.
Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang buruk dan lamban dan memakan banyak korban ini. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan burukya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran (akal). Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai suatu ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Kaum rasionalisme memandang berpikir yang benar dimulai dari sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia. Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut.
Empirisme Modern
Untuk diketahui bahwa kelahiran Empirisme merupakan reaksi terhadap Rasionalisme. Kaum empiris tidak sependapat dengan kaum rasionalis yang berpandangan bahwa ilmu pengetahuan yang benar hanya didasarkan kepada prinsip-prinsip kebenaran yang sudah ada secara apriori. Bagi mereka, justru pengalamanlah yang membentuk pengetahuan dalam benak manusia. Akal bagi kaum empiris hanya berfungsi sebagai "prosesor" pengolah informasi yang diperoleh melalui indra.
Istilah 'empirisme' berasal dari bahasa Yunani: emperia, empeiros yang berarti pengalaman. Empirisme adalah doktrin/pandangan yang menyatakan bahwa semua pengetahuan bersumber dari pengalaman. Semua ide/gagasan merupakan abstraksi dari pengalaman. Karena itu, semua pengetahuan secara langsung atau tidak diturunkan dari data indrawi (kecuali beberapa kebenaran logis dan matematis). (Akhyar Yusuf Lubis, 2015: 112).
Ajaran-ajaran pokok empirisme tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
- Empirisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman (Yunani: emperia; Latin: experientia).
- Empirisme amat menekankan metode empiris-eksperimental.
- Empirisme menggunakan penalaran induktif. (Akhyar Yusuf Lubis, 2015: 112).
- Ide-ide yang berasal dari pengalaman lahiriah atau eksternal (external sensation), seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan/rabaan, penciuman, atau rasa yang masuk ke otak melalui rangsangan pengamatan dunia eksternal. Dalam proses pengamatan, akal budi kita menurut Locke bersifat pasif, dan hanya menerima rangsangan dunia luar apa adanya.
- Ide yang berasal dari pengalaman batin atau internal (internal sense atau reflextion). Bila pengalaman lahir memberi informasi tentang dunia eksternal, maka pengalaman batin memberi informasi tentang dunia dalam (jiwa). Informasi yang dihasilkan adalah hasil aktivitas pemikiran (refleksi) atas ide-ide kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar