Sabtu, 06 Mei 2023

AKHLAK KEPADA ALLAH: FUNDAMEN UTAMA MENCAPAI SHALAT KHUSYUK

Akhlak kepada Allah sesungguhnya poros dan kunci utama akhlak kepada manusia dan makhluk lainnya. Jika akhlak kepada Allah baik, maka akan baik pulalah akhlak kepada --terutama terhadap sesama manusia. Esensi akhlak kepada Allah adalah ketundukan, kepatuhan, dan kepasarahan kita yang ikhlas kepada-Nya.

Dalam upaya mencapai shalat yang khusyuk, akhlak kepada Allah menjadi fundamen dan sandaran pokok. Shalat khusyuk hanya mungkin diperoleh jika seorang hamba berupaya dengan sungguh menjaga dan memelihara akhlak atau adabnya di hadapan Allah.

Di antara poin-poin pokok akhlak dalam beribadah kepada Allah, yaitu: Pertama, menjaga kesucian badan, pakaian, dan tempat dari najis. Begitu pula kesucian dari hadatsKedua, mengenakan pakaian yang indah (sudah tentu juga wangi) saat beribadah kepada-Nya. Ketiga, memahami makna lafaz-lafaz yang dibaca dalam shalat. Keempat, tadharru' (rendah hati) saat bermunajat kepada-Nya. Kelima, khufyah (lemah lembut) di hadapan-Nya. Keenam, khauf (rasa takut) kepada-Nya. Ketujuh, thama' (penuh harap) akan rahmat, perlindungan, dan pertolongan-Nya. Kedelapan, dunal jahri minal qaul (sirr atau tidak mengeraskan suara. Maksudnya dengan nada pengucapan doa yang lembut saat bermunajat kepada-Nya). Kesembilan, sabar (sabar dalam menegakkan shalat, minimal sejak takbiratul ihram hingga salam).

Sikap sabar ini, termasuk adab yang diingatkan oleh Allah. Allah berfirman, "Wa'mur ahlaka bi ash-shalah, wasthabir 'alaiha..." (suruhlah keluargamu mendirikan shalat dan sabarlah dalam menegakkannya. QS Thaha/20: 132). Dalam kenyataannya, sering kali seorang Muslim tergesa-gesa saat bermunajat kepada Allah. Urusan dunia acapkali membuat orang yang shalat "grasa-grusu" di hadapan Allah. Sikap "grasa-grusu" menunjukkan ketidaksabaran   dalam beribadah. Sikap demikian ini tentu sangat tidak pantas ditunjukkan dihadapan Tuhan 'Arsy Yang Agung.

Pertanda bahwa seorang muslim menunjukkan adab/akhlak yang tinggi kepada Allah yaitu ia menunjukkan ketundukan, kepatuhan, dan kepasrahan yang tulus ikhlas kepada-Nya dalam segala hal, wabilkhushush saat beribadah kepada-Nya. Misalnya, ketika panggilan untuk shalat (Adzan) berkumandang, maka ia segera meninggalkan pekerjaan dan bergerak menuju tempat shalat (masjid, mushalla, atau lainnya). Ia sadar bahwa Adzan itu adalah panggilan Allah kepada kaum beriman. Jika yang terjadi justru sebaliknya, yaitu ia tidak bersegera memenuhi seruan Adzan, maka menjadi pertanda bahwa ia kurang taat dan patuh kepada Allah. Hal demikian bermakna bahwa adab/akhlaknya kepada Allah masih rendah.

Secara nyata, adab dalam shalat akan tampak pada diri seseorang saat ia memulai shalat hingga selesai. Jika ia shalat di awal waktu, mengenakan pakaian yang indah (paling pantas), mengerjakannya dengan tenang (tidak tergesa-gesa), rendah hati dan rasa takut di hadapan-Nya, membaca bacaan shalat dengan kesadaran dan penghayatan qalbiyah, maka hal ini pertanda bahwa ia khusyuk dalam shalat.

Di sisi lain, kita perlu istiqamah untuk menjaga adab di luar shalat, yaitu menjaga konsistensi apa yang diucapkan dalam shalat dengan di luar shalat. Ketika dalam shalat kita bermohon agar Allah menunjuki kita ke jalan yang lurus (ihdinash shiratal mustaqim), maka hendaklah di luar shalat kita berupaya berlaku lurus dalam menjalani hidup. Jika sebaliknya, justru kita berlaku curang, culas, khianat, dan sebagainya, maka kita telah kidzib (dusta) kepada Allah. Kita tidak sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, tindakan-tindakan kita di luar shalat harus pula mencerminkan kepatuhan, ketundukan, ketaatan, dan kepasrahan total jiwa raga kita kepada Allah SWT. Allahu a'lam.

Bandara Radin Inten II, 06 Mei 2023.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar