"Tanpa adab yang tinggi dalam membawakannya, maka kualitas pemahaman dan konsep keislaman Muhammadiyah yang prima akan tampil dalam performa yang rendahan. Setinggi apa pun kualitas kebenaran yang dibawa, jika tidak ditopang dengan keluhuran akhlak pembawanya, maka kebenaran itu akan tetap saja dipandang "sampah" oleh masyarakat yang jadi sasarannya."
*******
Pemurnian agama menjadi salah satu visi penting gerakan Muhammadiyah. Masalahnya, masih banyak warga Muhammadiyah di akar rumput yang memahami gerakan pemurnian ini secara dangkal, yaitu hanya terkait dengan pemurnian aspek eksoteris (aspek luar) ajaran Islam (terutama terkait akidah dan ibadah) dari Takhyul, Bid'ah, dan Churafat (TBC). Oleh karena itu, tidak heran jika banyak warga persyarikatan merasa keislamannya sudah benar hanya karena secara zhahir merasa telah bersih dari praktik keagamaan yang berbau TBC. Pada hal semestinya, gerakan pemurnian ini masuk lebih jauh ke dalam aspek esoteris (dimensi ruhaniah) Islam atau ruhaniah dimensions of Islam. Dengan cara demikian, gerakan pemurnian ini tidak akan berjalan di ruang keagamaan yang skripturalis, harfiah (letter lijk), dan kaku.
Muhammadiyah dan Ikhtiar Beragama Terbaik
Secara konseptual, Muhammadiyah sebenarnya memiliki pemahaman agama terbaik. Mengapa dinyatakan demikian? Karena Muhammadiyah berupaya untuk mempraktikkan agama yang didasarkan kepada dalil yang paling kuat, qiyas (analogi) yang paling tepat, dan maslahat yang paling baik. Ikhtiar untuk mendapatkan pemahan agama yang demikian ini dilakukan melalui penerapan manhaj (metodologi) tarjih dan tajdid.
Oleh karena itu, dari perspektif konsep keislaman, maka seyogianya pemahaman agama yang diperoleh dari penerapan tarjih dan tajdid membuat warga persyarikatan Muhammadiyah memiliki corak pemahaman keagamaan yang terbaik pula di tengah masyarakat. Hanya saja --- praktik keislaman Muhammadiyah di beberapa tempat--- belum mencerminkan penganutan agama terbaik. Penyebab utamanya tentu saja terkait dengan pemahaman agama yang "hitam-putih" dan adab membawakan gerakan pemurnian ini.
Adab (Keluhuran Budi) Harus Jadi Penyangga dalam Membawakan Muhammadiyah
Tanpa adab yang tinggi dalam membawakannya, maka kualitas pemahaman dan konsep keislaman Muhammadiyah yang prima akan tampil dalam performa rendahan. Setinggi apa pun kualitas kebenaran yang dibawa, jika tidak ditopang dengan keluhuran akhlak pembawanya, maka kebenaran itu akan tetap saja dipandang "sampah" oleh masyarakat yang jadi sasarannya. (Kesimpulan pernyataan seperti ini diambil dari ajaran Al-Quran dan Sunnah, sirah dakwah Rasulillah dan pengalaman para penyampai agama).
Berpijak kepada alasan demikian, maka tidak ada pilihan kecuali membawakan Muhammadiyah dengan ditopang oleh wawasan keagamaan yang lapang dan keluhuran akhlak para pembawanya.
Wajib bagi Pembawa Muhammadiyah Mengenal Secara Sosio-Antropologis Pemahaman Keagamaan Muslim di Luar Muhammadiyah
Ummat Islam di luar Muhammadiyah adalah mereka yang juga ---sebagaimana warga Muhammadiyah--- adalah kaum beriman yang mendambakan ampunan, rahmat dan kasih sayang Allah di dunia dan terlebih-lebih di akhirat. Dan Allah SWT tidak melihat perbedaan pada setiap diri hamba-Nya ---yang terhimpun dalam berbagai golongan ini---- kecuali pada ketakwaannya saja.
Sebagai seorang Muhammadiyyin, kita menyaksikan sejumlah perbedaan Muhammadiyah dengan organisasi keagamaan lain dalam pengamalan agama. Misalnya, dalam takziah kematian, kita melihat saudara-saudara kita membuat kenduri, tahlilan, dsb. Hal lain, kita menyaksikan bentuk-bentuk zikir tertentu mengiringi ibadah yang tidak terdapat tuntunan verbal dari Rasulillah dan para Sahabat. Bentuk zikir yang dimaksud itu misalnya formulasi zikir bersama setelah shalat jenazah dan zikir-shalawat yang mengiringi shalat Qiyamu Ramadhan (Tarawih).
Penting diketahui bahwa munculnya bentuk-bentuk zikir seperti Tahlilan, menurut Prof. Ahmad Zahro (lihat: https://youtu.be/vu6EYoPxDBg), berkait dengan proses-proses islamisasi Nusantara di masa lalu.
Terkait hal ini, kita tidak boleh menutup mata bahwa dengan strategi dakwah ---yang sangat mungkin pada masa itu merupakan cara paling cerdas--- yang dilakukan para ulama Nusantara, terbukti berhasil menggeser dominasi agama Hindu dan Buddha yang sarat dengan ritual yang mengandung mantra-mantra. Prof Ahmad Zahro mencontohkan bahwa dalam kasus takziah kematian, Sunan Kali Jaga berhasil menggeser mantra-mantra Hindu dengan Tahlilan sebagaimana sangat populer diamalkan hingga hari ini.
Apa yang dilakukan Sunan Kalijaga itu amat penting diapresiasi dengan hati yang penuh syukur. Pendekatan dakwah kultural telah berhasil mengislamisasi tanah Jawa dengan sangat sukses dan damai. Begitu pulalah islamisasi berbagai tempat di bumi Nusantara ini.
Islamisasi Harus Terus Berproses Menuju Kesempurnaan
Dalam pandangan Muhammadiyah, islamisasi di bumi Nusantara masih harus diteruskan sampai terwujudnya pengamalan (praktik keagamaan) dan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Di awal Muhammadiyah berdiri, wajah Islam di berbagai tempat bercampur dengan sisa-sisa kepercayaan pra Islam, misalnya animisme-dinamisme, mistisisme Hinduisme dan Buddhisme. Bahkan sampai saat ini masih tampak corak keberagamaan umat Islam di tempat-tempat tertentu yang masih berbau TBC.
Di bagian ini, Muhammadiyah masih perlu memerankan dakwahnya untuk membersihkan pemahaman keislaman dari TBC dengan dakwah bi al-hikmah dan mau'izhah al-hasanah (dengan bijaksana berbasis ilmu dan pengajaran yang baik).
Di sisi lain, peran Muhammadiyah amat dibutuhkan dalam mendinamisasi dan memodernisasi kehidupan keagamaan umat Islam di Indonesia dan dunia dengan spirit, konsep, dan gerakan Islam Berkemajuan. Dengan ikhtiar demikian ini, diharapkan terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.
Penutup Kata
Jika dalam membawakan dan mendakwahkan pemahaman agama dan gerakan Muhammadiyah ditopang oleh keluhuran budi dan ketinggian akhlak, maka Muhammadiyah akan menjadi jam'iyah yang semakin menarik bagi masyarakat luas di masa kini dan masa depan. Sebaliknya, jika Muhammadiyah dibawakan dengan kekerdilan jiwa dan kesempitan wawasan, maka Muhammadiyah akan dijauhi oleh masyarakat. Oleh karena itu, adab atau akhlak para "pembawa" Muhammadiyah, mulai dari tingkat ranting sampai tingkat pusat, menjadi kata kunci pokok dan esensial pengembangan dan ekspansi gerakan Muhammadiyah di masa depan. Allahu a'lam.
Gambar:
Masjid di perbatasan Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan, 14 April 2023. Dipotret saat kembali dari Medan menuju Padangsidimpuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar