"Pemurnian (purifikasi) menjadi tidak benar jika hanya berlaku dan atau apa lagi berhenti pada aspek eksoteris (sisi luar) aqidah dan fiqh. Pemurnian demikian ini hanya akan melahirkan pemahaman agama yang skripturalis, sempit, kaku dan rigid. Oleh karena itu, pemurnian harus sampai kepada dimensi terdalam dari agama, yaitu aspek esoteris (dimensi sufistik/'irfani) dari agama. Wilayah inilah sesungguhnya samudra hakikat Din al-Islam itu."
*******
Gerakan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah banyak dipahami hanya berlaku pada aspek pemurnian Islam dari TBC (Takhyul, Bid'ah dan Churafat). Pada hal, pemurnian seperti ini baru menjangkau lapisan luar dari Islam. Semestinya, pemurnian itu harus menjangkau hingga kepada wilayah terdalam dari Islam, yaitu wilayah 'irfani dari Islam itu sendiri. Wilayah ini adalah wilayah hakikat dari Din al-Islam.
Pemurnian yang hanya berhenti pada lapis luar, membuat keberislaman serasa kering' sempit dan kaku. Tidak sedikit kaum muslimin mengira bahwa lapis luar inilah sebagai bentuk Islam yang sebenarnya. Pada hal, keberislaman yang demikian ini sering kali mengaktual dalam bentuk-bentuknya yang kaku dan rigid. Dampak selanjutnya, mereka yang kaku dan rigid ini tampak beragama secara lebih eksklusif (tertutup), dan kurang membuka diri terhadap kaum muslimin yang berbeda pemahaman dan pengamalan.
Keberislaman yang hanya bertahan pada lapis luar tentu saja akan terhalang untuk sampai kepada hakikat Din al-Islam yang maha dalam dan maha luas. Ibarat samudra, keberislaman pada lapis luar barulah permukaan samudra yang penuh riak dan gelombang. Khazanah keislaman yang suci murni justru ada di dasar samudra.
Kondisi Pemurnian dalam Aqidah dan Ibadah dan Perspektif ke Depan
Pemurnian dalam ibadah masih didominasi oleh narasi ilmu fiqh yang bersifat skripturalis/tekstualis (kurang lebih bersifat hitam putih) yang dipijakkan kepada kajian Qur'an dan Hadits yang juga lebih bercorak hitam putih (shahih - dha'if, sunnah - bid'ah). Pada fase permulaan, tentu tidak masalah. Namun, fase ini semestinya harus naik ke fase selanjutnya yaitu fase berislam yang berbasis ilmu objektif rasional, lalu dari sini harus naik lagi ke fase berislam yang berbasis ilmu 'irfani.
Dampak pemurnian ibadah yang didominasi narasi ilmu aqidah dan ilmu fiqh yang bersifat skripturalis (hitam putih) yaitu munculnya sikap keislaman yang sempit, kaku, dan menganggap pemahaman sendiri paling benar. Sikap keagamaan yang skripturalis ini akan sulit untuk sampai kepada pemahaman tentang esensi berislam yang sejati, yaitu keislaman yang berbasis pengetahuan 'irfani (sufistik).
Rasulullah Saw telah mengingatkan agar jangan terjebak ke dalam bentuk keberagamaan yang serba hitam putih ini. Beliau bersabda, "Yassiru wala tu'assiru, wa bassyiru wala tunaffiru". (Mudahkanlah, jangan persulit. Gemebirakanlah jangan membuat mereka lari).
Pemurnian mestinya menyampaikan setiap Muslim kepada wawasan, laku dan sikap berislam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Untuk dapat dekat kepada pemahaman keislaman sebagaimana dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, maka para sarjana islamic studies menyarankan agar seorang pengkaji berupaya masuk ke dalam dunia subjek.
Secara metodologis, masuk ke dalam dunia subjek itu dengan cara berusaha memahami Islam sebagaimana subjek (dalam hal ini: Rasulullah Saw dan para sahabat) memahaminya. Untuk mendatkan pemahahaman yang menyeluruh, utuh dan mendalam, tentu saja sangatlah sulit, untuk mengatakan hampir tidak mungkin.
Oleh karena itu, yang mungkin dilakukan yaitu memahami secara mendalam bagian-bagian tertentu dari Islam. Hanya saja perlu digarisbawahi bahwa bagian tertentu ini mesti dilihat dalam konteks Islam Kaffah. Hal ini dilakukan supaya pemahaman yang ditarik tidak bersifat parsial, dikhotomik atau atomistik. Contoh menarik pemahaman ini yaitu bagaimana Allah SWT membimbing Rasulullah Saw mengajarkan atau mendakwahkan Islam kepada umat manusia. Cara yang paling mudah melihat bimbingan Allah SWT kepada Rasulillah yaitu dengan memahami terlebih dahulu ayat-ayat Al-Quran terkait yang turun pada periode Makkah, selanjutnya memahami ayat-ayat yang turun pada periode Madinah. Setelah itu, mesti dipahami pula bagaimana Rasulullah Saw mempraktikkannya. Untuk yang terakhir ini harus dibaca Sunnah dan Sirah terkait.
Dengan penerapan metodologi sederhana seperti ini, maka akan tampak dengan terang bahwa Rasulullah Saw dalam berdakwah benar-benar arif, sangat sabar, penuh hikmah, sangat humanis dan benar-benar menonjolkan uswah dan qudwah. Demikian pula Rasulullah Saw benar-benar menonjolkan sisi persuasif dan edukatif dalam mendidik sahabat dengan nilai-nilai Islam. Kesimpulan demikian ini ditarik dari sejumlah ayat Al-Quran antara lain berikut ini:
Q.S. Al-Ghasyiyah (88) ayat 21-22:
فَذَكِّرْ ۗ اِنَّمَاۤ اَنْتَ مُذَكِّرٌ
"Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan,"
لَـسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
"engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,"
Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 256:
لَاۤ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ ۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِا لطَّا غُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِۢا للّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِا لْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَا مَ لَهَا ۗ وَا للّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Q.S. Ali Imran (3) ayat 20:
فَاِ نْ حَآ جُّوْكَ فَقُلْ اَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّٰهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ وَقُلْ لِّلَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَا لْاُ مِّيّٖنَ ءَاَسْلَمْتُمْ ۗ فَاِ نْ اَسْلَمُوْا فَقَدِ اهْتَدَوْا ۚ وَاِ نْ تَوَلَّوْا فَاِ نَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ ۗ وَا للّٰهُ بَصِيْرٌ بِۢا لْعِبَا دِ
"Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, "Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang buta huruf, "Sudahkah kamu masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya."
Q.S. Ali Imran (3) ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَا عْفُ عَنْهُمْ وَا سْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَ مْرِ ۚ فَاِ ذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."
Q.S. An-Nahl (16) ayat 125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
Rekomendasi Pemurnian
Pemurnian (purifikasi) menjadi tidak benar jika hanya berlaku dan atau apa lagi berhenti pada aspek eksoteris (sisi luar) aqidah dan fiqh. Pemurnian demikian ini hanya akan melahirkan pemahaman agama yang skripturalis, sempit, kaku dan rigid. Oleh karena itu, pemurnian harus sampai kepada dimensi terdalam dari agama, yaitu aspek esoteris (dimensi sufistik/'irfani) dari agama. Wilayah inilah sesungguhnya samudra hakikat Din al-Islam itu.
Pemurnian yang telah mencapai aspek esoteris agama akan menyampaikan kaum beriman kepada keberagamaan yang hanif dan ikhlas, yakni suatu bentuk keberagamaan yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Keberagamaan demikian ini bersifat naluriah, fitrati dan lapang (samhah). Allahu a'lam.
Gambar:
Penyerahan paket bukaan dari PDM Kota Padang Sidempuan kepada PRM Goti Kec. Padang Sidempuan Tenggara 23 Maret 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar