SERI TEOANTROPOEKOSENTRIS: AYAT INSANIYAH DALAM ILMU BAHASA



Hukum kerapian sistem analisis deduksi, induksi, dan abduksi dalam bahasa ini adalah ayat-ayat Allah yang harus kita imani. Tidak ada satu pun makhluk yang sanggup membuat sistem mental yang sangat rapi ini. "Rabbana ma khalaqta hadza bathila. Subhanaka, faqina 'adzabannar." (Waha Tuhan kami, Engkau tidaklah menciptakan hal ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (dari persangkaan mereka yang tidak pantas). Jagalah kami dari azab neraka). (QS Ali Imran/3 ayat 191).

*******

Dalam perspektif teoantrpoekosentris, adakah ayat-ayat Allah (tanda-tanda/simbol Kemahabesaran Allah) dalam Ilmu Bahasa? Jelas sekali ada, karena bahasa adalah kelompok ilmu humaniora (the humanities). Ilmu humaniora sendiri adalah bagian dari Al-'Ulum al-Insaniyah yang objek ilmunya adalah ayat insaniyah.

Dalam konsep teoantropoekosentris (Ilahiyah-Insaniyah-Kauniyah Paradigm), objek ilmu humaniora ini adalah ayat insaniyah (atau ayat anfusiyah). Istilah ayat anfusiyah diambil dari Al-Qur`an surat Fushshilat ayat 53: 

سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰ فَا قِ وَفِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَـقُّ ۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"

Ayat di atas menegaskan bahwa ayatayat Allah dimaksud ada pada afaq (cakrawala, alam semestas), anfus (diri manusia), dan pada qaul/kalam Allah (Al-Qur`an). Dari sinilah kemudian dirumuskan bahwa objek ilmu dalam paradigma teoantropoekosentris adalah ayat qauliyah, ayat insaniyah (anfusiyah), dan ayat afaqiyah (kauniyah).


Bagaimana Hakikat Bahasa?

Gorys Keraf mengatakan bahwa bahasa adalah simbol yang digunakan untuk alat komunikasi yang diterapkan dalam berinteraksi dengan orang lain. 

Tuhan memberi manusia kemampuan mengungkapkan ide/pikiran, perasaan dan hasil sens indrawi dengan bahasa. Objek-objek materi yang dibahasakan itu ada yang bersifat metafisik, psikis, dan indrawi. 

Dengan kemampuan istimewa ini, bahasa menjadi faktor utama pertumbuhan, perkembangan dan transformasi peradaban manusia. Tanpa bahasa, maka manusia tidak punya sarana untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Begitu pula tanpa bahasa maka manusia tidak memiliki sarana yang tepat untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara konstruktif dalam membentuk peradaban.

Meskipun bahasa memiliki keunggulan, tetap saja bahasa memiliki sisi lemah. Mari dilihat, misalnya ketika manusia membahasakan dimensi indrawi dari suatu objek, fenomena, atau hubungan antar penomena, seringkali pilihan bahasa yang digunakan tidak berhasil menyimbolkan secara tepat tentang objek yang dibahasakan. Hal yang lebih rumit lagi yaitu ketika manusia mencoba membahasakan makna hakikat dari suatu objek. Oleh karena itu, di sinilah tampak relativitas mental manusia dalam mengungkapkan apa yang ada dalam hati, pikiran, dan kesan indranya. Sekaligus hal ini menunjukkan relativitas bahasa.

Namun demikian, keunggulan fungsi bahasa jauh lebih besar dari sisi lemahnya. Terkait keunggulan bahasa, harus disyukuri bahwa Allah SWT telah meletakkan pada fakultas jiwa dan pikiran manusia ---secara alamiah--- suatu kemampuan untuk mendeduksi, menginduksi, dan merenungkan objek yang diindra dan dipikirkan secara terstruktur, tersistem dan rapi. Dengan kemampuan ini, manusia dapat mereduksi pengetahuan menjadi konsep, rincian, kategori, klasifikasi, substansi.

Dengan kemampuan mendeduksi, menginduksi, dan merenungkan objek, maka semua ilmu ---termasuk bahasa--- dapat  direduksi, didisplei, dan diverifikasi sehingga batang tubuh keilmuan masing-masing menjadi jelas.

Dalam ilmu bahasa, lihatlah kajian Morfologi. Kajian ini menunjukkan bagaimana bahasa terbentuk dalam susunan yang sistemik dan rapi. Bentuk kerapiannya memiliki kemiripan dengan deduksi angka dalam matematika, atau induksi ilmu-ilmu empiris dalam Sains. Begitu pula deduksi, induksi dan abduksi pada ilmu lain. 

Semua ilmu selalu mengikuti hukum kerapian deduksi, induksi, dan abduksi.  Dalam induksi kualitatif misalnya secara berurutan dimulai dengan koding, kategori, klasifikasi, dan diaakhiri dengan konklusi/verifikasi. Hukum sistem analisis keilmuan ini tampak bersifat taken for granted. Manusia hanya memanfaatkan daya-daya intelektual berupa kemampuan untuk melakukan analisis yang sistemik dan rapi yang telah diletakkan Tuhan pada alam akal/intelek setiap orang. Dengan hukum kerapian analisis ini manusia dapat menentukan substansi dari berbagai kategori, atau menetapkan hal prinsip/pokok dari rincian.

Hukum kerapian sistem analisis deduksi, induksi dan abduksi dalam bahasa ini adalah ayat-ayat Allah yang harus kita imani. Tidak ada satu pun makhluk yang sanggup membuat sistem mental yang sangat rapi ini. Rabbana ma khalaqta hadza bathila. Subhanaka, faqina 'adzabannar. (Waha Tuhan kami, Engkau tidaklah menciptakan hal ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (dari persangkaan mereka yang tidak pantas). Jagalah kami dari azab neraka). (QS Ali Imran/3 ayat 191).


Apa hal kongkret yang dapat diperankan oleh pengajar ilmu bahasa dalam integrasi ilmu?

Pengajaran ilmu bahasa terbuka lebar untuk menggunakan narasi ilmu yang integratif. Bahkan pengajaran bahasa dapat menggunakan semua narasi keilmuan dalam materi perkuliahan. Termasuk dalam hal ini ilmu agama. Dosen atau pengajar bahasa dapat menarasikan pesan-pesan moral agama dalam pengajaran bahasa. Misalnya, ketika dosen Bahasa Inggris meminta mahasiswa  menuliskan pikirannya dalam bahasa Inggris, ia dapat meminta mereka menuliskan topik-topik pengetahuan yang integratif. Misalnya Pandangan Islam tentang Gender, Islam v.s. Radikalisme, Guru dalam Perspektif Al-Qur`an, dan lainnya. Atau ketika dosen membuat contoh-contoh penggunaan kalimat saat perkuliahan bahasa asing, maka ia dapat menggunakan kalimat yang memiliki idiom-idiom keislaman.

Di sisi lain, tak kalah pentingnya adalah penciptaan suasana perkuliahan yang islami baik dalam kelas maupun di luar kelas. Poin-poin pokok suasana islami dimaksud di antaranya: 1) Suasana belajar yang terbuka, demokratis, humanis dan menyenangkan. 2) Ruang belajar yang bersih dan sehat. 3) Dosen yang melayani pembelajaran/perkuliahan dan tugas-tugas akademik dengan humanis. 4)  Pembelajaran dibuka dengan ucapan  Basmalah ditutup dengan Hamdalah. 5) Dalam kondisi-kondisi tertentu yang relevan dengan materi pembelajaran, dosen melafazkan zikir seperti lafaz tasbih, takbir, tahmid, hauqalah, dan lainnya. 6) Dosen berdoa untuk mahasiswanya agar mereka memperoleh ilmu dan kepahaman yang baik.


Catatan Kaki:

*Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com


Gambar:

Jalan menjelang Sadabuan Kota Padang Sidempuan, 29 Desember 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAKWAH KEMANUSIAAN SEMESTA: PESAN MILAD AISYIYAH 107 TAHUN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته   الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله واصحابه ومن ولهه  Yth., Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah S...