Kamis, 22 Desember 2022

MENINGKATKAN PERFORMA ADAB DAN LAYANAN: DARI PENGHAMBAAN KEPADA TUHAN HINGGA ADAB DAN LAYANAN PRIMA KEPADA MANUSIA



Apa penyebab asasi adab dan layanan rendah? 

Tentu ---secara ilmiah--- banyak faktor. Di sini tidak akan disampaikan faktor-faktor ilmiah itu. Silakan dibaca hasil-hasil penelitian yang relevan. Penyampaian di sini bersifat teologis-ideologis.

Al-Qur`an mengajari kita bahwa hal pertama yang harus dikokohkan dan dicerahkan adalah aqidahnya. Aqidah akan melahirkan ideologi. Ideologi adalah asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai dasar perjuangan yang  diyakini benar dan selanjutnya diperjuangkan penegakannya. Oleh karena itu ---dalam konteks pembicaraan ini--- urgen bagi kita untuk memahami, meyakini dan menjadikan nilai-nilai Ilahiyah, Insaniyah dan Kauniyah sebagai pijakan dasar adab dan layanan kita di kampus.

Dalam perspektif keilmuan, nilai-nilai dasar ini membentuk asumsi-asumsi filosofis keilmuan. Kalau asumsi-asumsi filosofis keilmuan itu telah kita yakini dan sepakati bersama, maka jadilah sebagai paradigma keilmuan yang akan membentuk tidak saja mode berpikir ilmiah kita, tetapi juga mode keadaban dan layanan kita. UIN Syahada merumuskan paradigma keilmuannya dengan nama Teoantropoekosentris.


Untuk performa adab dan layanan yang prima, dari mana kita mulai?

Mari kita mulai penguatan interaksi humanis di kampus tercinta ini dari perbaikan adab-adab 'ubudiyah kepada Allah (khususnya ibadah shalat). Sementara orang lain mendeskripsikan interaksi humanis dalam perspektif profesionalisme kerja, kita mendeskripsikannya dalam perspektif tauhidiy (Ilahiyah). Atau dapat kita sebut perspektif teoantropoekosentris (Ilahiyah Insaniyah Kauniyah Paradigm).

Shalat adalah ibadah yang membawa setiap muslim untuk mentransendensi diri secara teratur. Dalam bahasa yang agak fulgar, seorang Muslim ---lima kali sehari-semalam--- mencelupkan jiwanya ke samudera ruhaniah yang suci sehingga ia tetap ingat bahwa statusnya dimuka bumi adalah hamba Allah ('abdullah). Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya'budun, "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menghamba kepada-Ku." (Az-Zariyat: 56).

Shalat ---ibadah yang paling pokok ini--- tidak saja unjuk ketaatan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah, tapi juga empirikasi jiwa raga dengan cara menghadirkan hati (bi hudhur al-qalbi) untuk mengetahui Allah. Pengetahuan tentang Allah di sini bukan pengetahuan rasional ('aqliyah), tetapi pengetahuan 'irfani (qalbiyah). Lihatlah lafaz-lafaz yang kita baca saat shalat mulai dari takbir hingga salam. Ada lafaz-lafaz yang paling sering terulang, dan ada pula hanya sekali diucapkan. Makna hakiki semua lafaz suci itu mengantarkan kita untuk mengetahui Allah (ma'rifatullah).

Untuk diingat kembali, shalat terdiri dari gerak dan bacaan-bacaan suci, yang diulang-ulang terus-menerus pada waktu-waktu yang ditentukan. Mengiringi shalat lima waktu itu, seorang Muslim dituntut pula untuk senantiasa zikir dalam semua keadaan hidup. Zikir dalam semua keadaan ini tentu saja tidak harus verbal, tetapi yang paling ditekankan adalah memelihara keadaan/kondisi hati yang senantiasa mengingat Allah. Kondisi hati yang selalu bersama Allah (dzikrullah) inilah yang memunculkan sikap diri untuk menolak kecurangan, keculasan, kebohongan, manipulasi, khianat dan berbagai praktik buruk lainnya dalam hidup dan kehidupan. 

Dalam unjuk ketaatan dalam ibadah shalat ini, Allah SWT menghendaki seorang hamba menunjukkan adab yang tinggi, baik lahiriyah maupun batiniyah.

Adab lahir, misalnya suci badan dari hadats dan najis. Sementara pakaian dan tempat yang dipakai dalam ibadah harus suci pula dari najis. Bahkan untuk performa jasmaniah, seorang yang hendak shalat dituntut memakai pakaian yang bagus dan indah. Allah berfirman: Ya bani adama khudzu zinatakum 'inda kulli masjidin... "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, ...(Al-A'raf: 31)

Sementara adab batin dalam shalat ---bagian ini paling penting,  Allah membimbing demikian: 
1. Ta'lamu ma taqulun (mengerti apa yang kamu ucapkan)
2. Tadharru' (rendah hati) [Al-An'am: 63; Al-A'raf: 55; Al-A'raf: 205]
3. Khufyah (suara yang lembut) [Al-An'am: 63; Al-A'raf: 55]
4. Khifah (takut) (Al-A'raf: 205)
5. Thama' (harap) (Al-A'raf: 56; As-Sajdah: 16)
6. Dunal jahri minal qaul (tidak mengeraskan suara) (Al-A'raf: 205)

Pembiasaan adab-adab dalam ibadah ini akan memberi dampak terhadap adab kepada diri sendiri dan orang lain.  Oleh karena itu, adab yang kasar di hadapan Tuhan saat beribadah, akan membuat kita jauh dari Tuhan, dan akan jauh pula dari manusia. Di sisi lain, kita meyakini doktrin idz ahsantum ahsantun li anfusikum, fa in asa'tum falaha... (Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri...) (QS Al-Isra`/17 ayat 7). Itulah sebabnya, kita meyakinkan diri kita masing-masing bahwa jika kita unjuk adab dan layanan prima kepada orang lain, maka pada hakikatnya kita sedang mempersiapkan balikan (out come) yang baik untuk diri kita sendiri.

Pembiasaan adab yang baik ini ---menurut Kitab Suci kita--- akan tampak pada sikap hamba dalam interaksinya dengan manusia lain, yaitu rendah hati, tidak menyombongkan diri, konstruktif (tidak destruktif), dan menebarkan salam (damai, kesejukan, kenyamanan). Mari lihat QS Al-Furqan/25 ayat 63 berikut:

وَعِبَا دُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَ رْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَا طَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَا لُوْا سَلٰمًا

"Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, "salam,"


Bagaimana menurunkan adab ini kepada orang lain, secara khusus kepada mahasiswa?

Dosen (pendidik) memiliki hubungan spesial dengan peserta didik (mahasiswa), yaitu hubungan keilmuan. Hubungan ini dinamai juga hubungan kenabian. Dosen melakukan misi mengeluarkan (mencerahkan) mahasiswa dari "kegelapan" menuju "cahaya" (minazhzhulumati ilannur). Hubungan inilah yang jadi salah satu pintu yang mengekalkan aliran pahala kepada masing-masing pendidik ketika ia telah dipanggil kelak menghadap Allah.

Cara yang dapat dilakukan:
  1. Unjuk integritas diri sebagai warga civitas akademika.
  2. Unjuk keteladanan sebagai insan akademis kepada mahasiswa.
  3. Unjuk layanan yang humanis kepada mahasiswa.
  4. Unjuk kerja yang berhasil guna dan bermanfaat untuk sesama.
Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar