Pengantar
Pembahasan artikel singkat ini tidak dalam konteks kajian sunnah-bid'ah yang bersifat sosio-teologis fiqhiyah yang sempit dan kaku itu. Ini hanya semata-mata berupaya mencari penjelasan induktif-'irfani tentang cara ber-dzikr yang paling ideal dalam Al-Qur'an. Ya, dalam bahasan filsafat fenomenologi, kurang lebih artikel singkat ini mencari cara berzikir berdasarkan inner perspective of God's idea (perspektif pokok ilmu Allah SWT).
Ingat, berpikir induktif adalah jalan penalaran dari hal-hal khusus atau partikular untuk selanjutnya bergerak mengambil kesimpulan umum (dari khusus ke umum). Sebelum mengambil kesimpulan, maka terjadi interkoneksi akal dan hati dalam menalar objek-objek partikular (khusus), lalu naik ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi, baru kemudian membuat kesimpulan umum. Gambar berikut memvisualkan proses induksi-'irfani yang ditempuh dalam pembahasan ini:
Pertanyaan pokok artikel ini: Bagaimana idealnya dzikr (selanjutnya ditulis: zikir) yang paling diridhai dan dicintai Allah SWT? Atau zikir yang bagaimana yang dapat membawa kepada ma'rifatullah? Apakah Allah dan Rasul-Nya memberi tuntunan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan dijawab secara umum dalam suatu bentuk jawaban yang utuh pada penjelasan berikut.
Petikan Ayat Al-Qur'an tentang Adab Berdoa/Berzikir
Allah SWT secara khusus menuntunkan adab berzikir atau berdo'a. Misalnya dalam surat Al-A'raf/7 ayat 55, 56, dan 205 sebagai berikut:
Selanjutnya dalam surat Al-Isra'/ ayat 109 dan 110 Allah SWT berfirman:
Penjelasan Ayat
Secara harfiah, sangat jelas bahwa kutipan ayat-ayat Al-Qur'an di atas memberi bimbingan tentang adab berzikir atau berdoa sebagai berikut:
- Tadharru': Sikap rendah hati menghadap Rabb 'Arsy Yang Agung (Rabb al-Arsy al-'Azhim).
- Khufyah: Mengucapkan lafaz do'a atau zikir dengan lembut hingga meresap di hati. Di sini menyatu ucapan lisan dengan hati.
- Khauf: Rasa takut. Rasa takut tidak didengarnya zikir dan tidak dipedulikannya do'a oleh Allah.
- Thama' : penuh harap akan ampunan dan kasih sayang Allah.
- Tidak jahar: Tidak mengeraskan suara hingga melampaui batas kelembutan.
- Tidak dengan kondisi hati yang ghaflah (lalai).
- Khusyu' : Sikap ibadah dengan hati yang tunduk kepada Tuhan semesta alam (Rabb al-'Alamin).
- Tabkin: Menangis atau berurai air mata. Orang tertentu terkadang terisak tangis dalam munajat zikir atau do'anya.
- Suara lirih: Antara jahr (terang/kuat) dan sirr (tersembunyi). Sebatas terdengar oleh telinga sendiri.
- Mengetahui arti dari lafaz do'a atau zikir yang diucapkan, setidaknya arti lafzhi (harfiah). Lebih baik lagi arti ma'nawi (hakiki).
Taushiyah
Namun demikian, ketika ajaran Islam yang tinggi dan mulia ini masuk ke tengah-tengah umat manusia yang beragam etnik/suku bangsa, adat-sistiadat, budaya dan bahasa, maka individu dan masyarakat yang menerima Islam mengalami proses-proses historis berupa internalisasi, akulturasi, dan adaptasi budaya. Dampaknya, dalam ruang pemahaman keagamaan, terjadilah perkembangan pemahaman, apakah di tingkat filosofi, paradigma, konsep dan metodologi. Para ulama pun kemudian ada yang mempersoalkan terjadinya gap antara idealitas (normatifitas) pemahaman agama dan faktualitas praktik keislaman (historisitas). Gap ini sebenarnya tidak perlu dirisaukan, karena hal ini sunnatullah belaka yang akan terus berproses hingga akhir zaman. Oleh karena itu, hal pokok yang tidak boleh mati dalam relung berpikir setiap Muslim adalah "semangat pencarian". Setiap Muslim tidak boleh jatuh pada statisme (mandeg, jumud). Setiap Muslim harus terus mencari form beragama terbaik untuk diri dan masyarakatnya, hingga ia betul-betul menjadi muslim hanif sebagaimana diteladankan Bapak Monoteisme, Ibrahim a.s.
Terkait dengan cara pengamalan zikir, fakta historis yang tampak dipermukaan yaitu bagian terbesar umat Islam di muka bumi ini sudah terbiasa dengan zikir jahr, dan kurang "familiar" dengan zikir khufyah (lirih, lembut). Sebagian lain lagi berzikir dengan lirih. Oleh karena itu, mari beri kebebasan dengan pilihan masing-masing. Mari kita jaga kemerdekaan jiwa dalam beribadah dalam semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan [dapat juga dibaca: beribadah]). Kaum Muslimin tidak boleh jatuh kepada sikap saling memaksakan pemahaman keagamaan. Dalam dinamika fastabiqul khairat yang sehat akan terjadi interaksi humanis yang edukatif, dinamis, seimbang, berkeadilan dan berkeadaban. Dalam kondisi interaksi sehat yang demikian ini akan terbentuk dinamika keilmuan yang positif, yang mendorong ilmu keagamaan terus berkembang.
Patut dicatat, dalam konteks fastabiqul khairat yang dimaksudkan dalam tulisan ini, akan selalu saja ada orang yang mengklaim bahwa cara berzikirnyalah paling benar, sehingga ia memaksakan pemahamannya kepada orang lain. Perlu diketahui, sebenarnya orang yang tuna adablah yang berani memaksakan pemahaman zikirnya kepada orang lain. Jika seorang Muslim memiliki tuna adab yang ditandai dengan "sikap benci, apa lagi memaksakan pemahaman" zikir/doa-nya kepada Muslim lain, maka sesungguhnya ia telah menzhalimi dirinya dengan kesombongan, dan dampaknya ia akan terdinding dari ma'rifatullah dan tidak akan pernah sampai ke samudra kelezatan do'a atau zikirullah. Allahu a'lam.
Kutipan ayat Al-Qur'an diambil dari: https://quran-id.com
- Lapangan depan Rektorat UIN Syahada Padangsidimpuan dengan latar belakang pohon hijau dan langit biru saat pagi yang cerah 19 Oktober 2022.
- Visualisasi proses penalaran induksi-'irfani.
- Foto bersama penulis, istri, dkk., depan Stand UIN Syahada Padangsidimpuan pada Kegiatan Padang Sidempuan Expo di Halaman Bolak 17 Oktober 2022.
Terima kasih abanganda..selalu memberi pencerahan...10 hal yg diatas....semoga bisa dilaksanakan...paling tidak saat ni ..ada beberapa yg masih belum bisa dilakukan dgn baik dan benar ....
BalasHapusTerima kasih yang sama. Telah dibaca.
BalasHapus