Minggu, 18 September 2022

PENDEKATAN BAYANI, BURHANI DAN 'IRFANI DALAM KAJIAN SENI DAN BUDAYA

"Jika perkiraan dasar bayani lebih melihat teks sebagai sebuah penomena kebahasaan, sementara burhani lebih melihat teks sebagai suatu yang berkaitan dengan konteks, maka 'irfani lebih melihat teks sebagai suatu simbol dan isyarat, yang menuntut ---melalui keinsafan batin yang mendalam dan sensifitas nurani yang kuat--- pembacaan dan penggalian makna terdalam dari simbol-simbol dan isyarat-isyarat dalam teks dan konteks tersebut dengan melibatkan kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual."


Pendekatan Bayani

Istilah bayani (بياني) dari kata bayan (بيان), artinya penjelasan. Yaitu penjelasan tentang makna teks (nas/نص) berdasarkan kaidah bahasa. Misalnya penjelasan tentang makna ayat Al-Quran. Melalui pendekatan bayani, yaitu dengan menerapkan analisis tekstual, diharapkan dapat menggali landasan normatif dalam Al-Quran dan Sunnah yang berkaitan dengan wacana agama dan keberagaman seni budaya untuk memperoleh kepastian hukum agama (hukum fikih). Hanya saja, dengan pendekatan bayani saja tidaklah cukup, apa lagi teks terbatas, sementara kehidupan manusia dan masalah yang mengitarinya terus berkembang. Suatu teks selalu berkait erat dengan konteks historis dan sosiologis kehidupan dimana teks itu muncul/turun. Kenyataan ini menghendaki, bahwa untuk memahami makna teks secara komprehensif, tidak cukup dengan pendekatan bayani saja. Mencukupkan hanya bayani, cenderung melahirkan pandangan keagamaan yang terbatas dan tidak berwawasan terbuka, serta tidak bersifat tajdid.

Oleh karena itu diperlukan pendekatan atau perspektif lain terhadap teks yang lebih terbuka, luwes dan bersahabat yaitu pendekatan burhani dan 'irfani.


Pendekatan Burhani

Burhani (برهاني) dari kata burhan (برهان) artinya bukti. Bukti yang dimaksud di sini adalah bukti rasional dan empirik. Istilah lain bukti ilmiah. Oleh karena itu pendekatan burhani dapat juga disebut pendekatan ilmiah.

Melalui pendekatan burhani (analisis rasional berdasarkan kaidah bidang ilmu terkait seperti sosiologi, antropologi, sejarah dan hermeneutik) diharapkan selain dapat mengungkap makna kontekstual dari suatu risalah keagamaan, juga dapat mengungkapkan kenyataan sosio-antropologis dan historis dari suatu objek (misalnya seni budaya), baik kandungan pemikiran, nilai spiritual maupun nilai keagamaannya, kandungan filosofinya, kandungan nilai kearifan lokal (local wisdom), serta visi pencerahan dan kritik sosialnya. Pendekatan burhani akan saling membantu dengan pendekatan bayani. Oleh karena teks yang dikaji itu adalah teks samawi (wahyu) yang menjadi sumber agama yang diturunkan dalam konteks tertentu, maka pemahaman tentangnya belum juga sempurna tanpa pendekatan 'irfani.


Pendekatan 'Irfani

Kata 'irfani (عرفاني) dari kata 'irfan (عرفان) artinya pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan ruhaniah atau sufistik.

Melalui pendekatan 'irfani, atau penerapan prosedur pengetahuan spiritual-intuitif, diharapkan dapat menangkap makna hakekat atau makna terdalam dibalik teks dan konteks. Jika perkiraan dasar bayani lebih melihat teks sebagai sebuah penomena kebahasaan, sementara burhani lebih melihat teks sebagai suatu yang berkaitan dengan konteks, maka 'irfani lebih melihat teks sebagai suatu simbol dan isyarat, yang menuntut ---melalui keinsafan batin yang mendalam dan sensifitas nurani yang kuat--- pembacaan dan penggalian makna terdalam dari simbol-simbol dan isyarat-isyarat dalam teks dan konteks tersebut dengan melibatkan kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual. Dalam konteks dialektika agama dan ke-beragam-an seni, pendekatan 'irfani ini sebagaimana juga pendekatan burhani memiliki dua tugas:

  1. Membaca makna terdalam dari hukum simbol dan isyarat-isyarat teks keagamaan (an-nushush ad-diniyyah).
  2. Membaca makna-makna terdalam dari simbol-simbol dan isyarat-isyarat yang terkandung dalam bentuk-bentuk seni budaya.

Ketiga pendekatan tersebut saling berkaitan erat antara satu dan yang lainnya (di dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah digambarkan sebagai spiral) dan membentuk hubungan dialogis melingkar (sirkuler dialektis): memahami teks keagamaan (bayani) tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konteksnya (burhani), pemahaman konteks (burhani) tidak dapat lepas dari pemahaman teks itu sendiri (bayani), sementara pemahaman makna terdalam ('irfani), membutuhkan pemahaman teks dan konteks sekaligus.


Catatan:
Penulis mengutip tulisan ini (dengan sedikit melakukan penambahan narasi, tapi tetap mempertahankan isi) dari: PP Muhammadiyah, "Keputusan tentang Seni Budaya Islam" dalam Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang, 16 s.d. 19 Rabiulakhir 1431 H/ 1 .s.d. 4 April 2010 M, h. 111-112.

Gambar:
Pintu Padang, Kota Panyabungan, Kabupaten Madailing Natal. Gambar diambil saat masih di Panyabungan menuju Padang Sidempuan pada 18 September 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar