Istilah "masyarakat" ---bentuk isim makan dari syaraka (شارك)--- terambil dari kata kerja fi'l al-madhi "syaraka" artinya berserikat, berkumpul.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mendefinisikan masyarakat adalah kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal dalam suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan yang sama, serta melakuka sebagian besar kegiatan dalam kelompok tersebut.1]
Hampir setiap masyarakat memiliki struksul sosial yang khas. Struktur sosial itu biasanya diikat oleh nilai-nilai budaya yang lazim disebut adat-istiadat. Hanya saja nilai-nilai budaya masyarakat urban (di kota-kota) biasanya lebih longgar dari masyarakat tradisional (di pedesaan atau kampung).
Secara antropologis, nilai-nilai budaya itu terbentuk karena pengaruh agama atau filosofi hidup masyarakat. Di sinilah dapat dilihat, misalnya filosofi hidup jahiliyah membentuk nilai-nilai budaya masyarakat jahiliyah, yang selanjutnya tercermin dalam struktur masyarakat jahiliyah (zhulumat). Selanjutnya nanti, Allah mengutus Rasulullah Saw., untuk mendekonstruksi atau mereformasi filosofi, nilai budaya dan struktur masyarakat jahiliyah menjadi ummatan muslimatan (nur). Struktur ummah (komunitas kaum beriman) ini dibangun di atas nilai-nilai iman-islam-ihsan yang dipimpin oleh Nabi Saw., sendiri. Selanjutnya nanti dipimpin oleh Khulafa' al-Rasyidin yang dipilih melalui syura atau ahl al-halli wa al-'aqdi.2]
Ada sejumlah istilah yang digunakan dalam Al-Qur`an untuk menyebut ummah, yaitu ummatan wahidatan (QS 2:213; 5:48; 10:19; 11:118; 16:93; 21:92; 23:52; 42:8; 43:33), khaira ummatin (QS 3:110), ummatun qaimatun (QS 3:113), ummatan wasathan (QS 2:143), ummatan muslimatan (QS 2:128), ummatun muqtashidatun (QS 5:66), ummatin ma'dudatin (QS 11:8), dan ummatan qanitan (QS 16: 120).
- Meyakini bahwa masyarakat adalah sekumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama.
- Meyakini bahwa masyarakat Islam mempunyai identitas dan ciri-ciri tersendiri yang khas.
- Meyakini bahwa dasar pembinaan masyarakat Islam adalah akidah (keimanan tentang wujud dan keesaan Allah).
- Kepercayaan bahwa agama yang mengikat masyarakat itu terdiri dari akidah, ibadah dan mu'amalah.
- Meyakini bahwa ilmu itu adalah dasar terbaik bagi kemajuan masyarakat sesudah agama.
- Meyakini bahwa masyarakat selalu berubah.
- Meyakini bahwa tiap individu memiliki posisi penting dalam struktur masyarakat.
- Meyakini bahwa keluarga memiliki posisi penting dalam masyarakat.
- Meyakini bahwa segala tindakan dan upaya yang menuju kesejahteraan bersama, keadilan dan kemaslahatan antar manusia termasuk di antara tujuan-tujuan syari'at islamiyah.
Pembentukan Masyarakat/Ummah
Dalam perspektif Kuntowijoyo, untuk menganalisis struktur bangunan ummah ini dapat menggunakan analisis strukturalisme. Dengan mengutip Michael Lane dalam Introduction to Structuralism, ia menjelaskan bahwa ciri pertama dari metode strukturalisme yaitu perhatiannya pada totalitas (keseluruhan objek), bukan pada bagian-bagian. Analisis strukturalisme mempelajari unsur, tetapi unsur itu tetap dilihat dalam konteks keseluruhan jaringan yang menyatukan unsur-unsur dimaksud. Oleh karena itu, rumusan pertama strukturalisme yaitu unsur hanya bisa dimengerti melalui keterkaitan (inter-connectedness) antar unsur. Kedua, analisis strukturalisme tidak mencari struktur dipermukaan atau pada peringkat pengamatan, tetapi di bawah atau dibalik realitas empiris. Apa yang ada/tampak di permukaan adalah cerminan dari struktur yang ada di bawah (deep structure), lebih ke bawah lagi ada kekuatan pembentuk struktur (innate structuring capacity). Ketiga, dalam peringkat empiris, keterkaitan antar unsur bisa berupa binary opposition (pertentangan antara dua hal). Keempat, strukturalisme memperhatikan unsur-unsur yang sinkronis, bukan yang diakronis. Maksudnya unsur-unsur dalam satu waktu yang sama, bukan perkembangan antar waktu, diakronis atau historis.
Dalam Islam dan masyarakat Islam, inter-connectedness sangat ditekan dalam keseluruhan ajarannya. Misalnya keterkaitan antara shalat dan zakat, puasa dan infak, hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Demikian pula keterkaitan iman, amal shaleh dan solidaritas sosial. Dengan demikian, menurut Kuntowijoyo, epistemologi dalam Islam adalah epistemologi relasional. Satu unsur selalu ada hubungan dengan yang lain. Keterkaitan antar unsur ini juga bisa sebagai logical consequences dari satu unsur. Seluruh rukun Islam lainnya (shalat, zakat, puasa, haji) adalah konsekuensi logis dari syahadah.
Berikut innate structuring capacity masyarakat/ummah:4]
Tanggung Jawab Masyarakat Khairu Ummah: Humanisasi, Liberasi dan Transendensi
Tugas humanisasi, liberasi dan transendensi menurut Kuntowijoyo tergambar dalam surat Ali Imran (3) ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
Ayat di atas dengan sangat jelas menegaskan bahwa umat Islam disebut khairu ummah. Khairu ummah ini ukhrijat linnas (menyandang misi khusus) untuk menghumanisasi, meliberasi, dan mentransendensi umat manusia.
Humanisasi di sini dilakukan dengan cara mengarahkan dan mengondisikan masyarakat kepada penegakan nilai-nilai yang ma'ruf (nilai-nilai kemanusiaan) sehingga setiap warga merasakan kesetaraan, keadilan, kesamaan dalam hukum, dsb. Liberasi (pembebasan) dicapai dengan cara menjaga dan melindungi masyarakat dari hal-hal destruktif. Sementara transendensi diikhtiarkan untuk mengarahkan hidup masyarakat supaya hidup secara bermakna berbasis nilai-nilai ketuhanan. Nilai-nilai ketuhanan ini mengarahkan masyarakat menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Penemuan nilai-nilai luhur kemanusiaan ini akan mengantarkan masyarakat menuju nilai-nilai ketuhanan.
___________________
1] https://tirto.id/pengertian-masyarakat-menurut-para-ahli-serta-ciri-unsur-unsurnya-gbbv
2] Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara.
3] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1979), h. 163-258.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar