Kamis, 08 September 2022

DESKRIPSI DATA KUALITATIF: BENTUK PENYAJIAN DATA KOK MASIH SEPERTI TUMPUKAN-TUMPUKAN MATERIAL BAHAN BANGUNAN?

"Pada tahap analisis dan penyajian data, seorang peneliti harus menunjukkan kemampuan dan kecerdasannya menarasikan data pada bab hasil penelitian dengan mengerahkan kemampuan the art of discribing data."

*****


Ibarat membangun rumah, sebagian penyajian data kualitatif Skripsi bahkan Tesis tampak masih seperti tumpukan material bahan bangunan. Data yang dikumpul masih teronggok di sana-sini dan belum dicampur, diaduk dan atau dibentuk untuk menghasilkan suatu bangunan rumah yang kokoh dan indah.  Pada hal data-data yang dihimpun semestinya diolah atau dianalisis hingga menghasilkan sajian deskripsi data yang terkonstruksi dengan baik dan menarik untuk dibaca. Pada tahap analisis dan penyajian data ini seorang peneliti harus menunjukkan kemampuan dan kecerdasannya menarasikan bab hasil penelitian dengan mengerahkan kemampuan the art of discribing data (seni mendeskripsi data).

Mendeskripsi data atau informasi penelitian membutuhkan kemampuan seni mengolah data hingga menjadi susunan kalimat-kalimat bermakna dan menarik yang empirik-interpretatif-objektif. Oleh karena itu tidak salah jika deskripsi data kualitatif disebut sebagai the art of describing data (seni mendeskripsi data). 

Berikut contoh deskripsi data yang masih seperti tumpukan material bahan bangunan:

Skripsi berjudul: "Problematika Orang Tua dalam Membina Ibadah Shalat Anak di Desa X Kabupaten Padang Lawas Utara". 

Pada Bab Hasil, penulis Skripsi ini telah mengklasifikasi dan memberi label kategorisasi dan klasifikasi datanya dengan baik. Label (penamaan) bagi problematika orang tua tersebut ia tuliskan menjadi 4 problem, yaitu:

  1. Problem Ekonomi
  2. Problem Penguasaan Pengetahuan Agama
  3. Problem Sosial-kultural
  4. Problem Modernitas
Masalahnya adalah proposisi (narasi) yang ditampilkannya untuk masing-masing problematika dimaksud belum tersusun dengan narasi yang indah dan enak dibaca. Mengapa demikian, karena data yang diperoleh tidak diolah dan dianalisis dengan baik. Implikasinya, data yang ada masih seperti tumpukan material bahan bangunan.

Narasi untuk "problem ekonomi" ia tuliskan dua tumpuk hasil wawancara sebagai berikut:

1) Ekonomi
Hasil wawancara dengan MAH mengatakan bahwa ia juga tidak mempunyai waktu luang untuk mendidik anak-anaknya, dikarenakan kesibukannya untuk mencari kebutuhan keluarganya. ...

Selanjutnya hasil wawancara dengan anak di Desa X dengan RN yang mengatakan "Orangtua yang kebanyakan menghabiskan waktu untuk bekerja untuk mencari nafkah dalam keluarga, sehingga saya jarang mendapatkan kesempatan untuk memperoleh bimbingan dari orang tua saya". (Skripsi, IAIN Padangsidimpuan, 2019, h. 68-69.)

Apa masalah proposisi (narasi) deskripsi data seperti ini?

  1. Peneliti belum menerapkan metode analisis data kualitatif yang ia pilih.
  2. Penarasian yang ditampilkannya baru seperti menumpuk-numpuk material bahan bangunan.
  3. Implikasinya, karena belum menerapkan the art of discribing data, maka deskripsi yang dibuat belum menjelaskan secara kritis-komprehensif-objektif-interpretif problem-problem yang ia maksud.
Bagaimana seharusnya?
Seharusnya data yang dikumpul direduksi dan didisplei dengan baik dan selanjutnya ditarik kesimpulan. 
Setelah semua hasil wawancara dan observasi ditranskrip ke dalam suatu form berbentuk tabel (tabel setidaknya berisi kolom: Hari/Tgl, Kegiatan, Transkrip Obs/Wwcr, Kode), selanjutnya peneliti mengolah dan menganalisis data yang termuat pada form transkrip dimaksud dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menemukan "Satuan" (unit terkecil dalam data yang memiliki makna dan diperlukan dalam menjawab masalah penelitian).
  2. "Satuan" itu selanjutnya diberi "kode". Misalnya: "Ekn" untuk problem ekonomi. "Agm" untuk problem agama, "Mod" untuk problem modernitas, dllsb. Gunanya untuk memudahkan peneliti dalam menelusuri "satuan" yang terdapat dalam form transkrip hasil wawancara/ observasi.
  3. Membuat "Kategori". Caranya yaitu satuan-satuan yang memiliki makna yang sama atau menjelaskan objek yang sama (yang tadinya telah ditandai dengan kode, misalnya: "Ekn"), selanjutnya dikategorisasi. Sangat mungkin kategorinya itu bermacam-macam. Misalnya ada kategori masalah ekonomi petani, masalah ekonomi pedagang kecil, masalah ekonomi penyedia jasa, dan masalah ekonomi buruh/pekerja serabutan.
  4. Sintesisasi atau klasifikasi. Di tahap ini dicari kaitan antar kategori. Kategori berupa "masalah ekonomi petani, masalah ekonomi pedagang kecil, masalah ekonomi penyedia jasa, dan masalah ekonomi buruh/pekerja serabutan" dapat disintesisasi atau diklasifikasi menjadi "problem ekonomi keluarga".
Jika analisis data penelitian telah sampai pada tahap 4 ini, maka peneliti telah berhasil menemukan berbagai problem orang tua tidak optimal dalam membina ibadah shalat anak, salah satunya, misalnya "problem ekonomi keluarga" 

5. Menyusun deskripsi teoritis. 

Di bagian ini peneliti menarasikan dengan cerdas masing-masing problem orang tua dimaksud dengan berpijak kepada reduksi data yang ditunjukkan pada poin 1 s.d. 4. Di sinilah dibutuhkan kemampuan the art of discribing data  seorang peneliti, sehingga deskripsi naratifnya benar-benar komprehensif, radikal, sistematis, interpretif dan objektif. Bagian inilah selanjutnya dituangkan pada bab hasil penelitian.


Berikut contoh deskripsi/narasi data tentang "problem ekonomi keluarga" dalam membina ibadah shalat anak:


1. Problem Ekonomi Keluarga
Kehidupan ekonomi lemah adalah salah satu hambatan bagi orang tua dalam membina ibadah shalat anak di Desa X. Keluarga-keluarga miskin di desa ini tidak dapat berbuat optimal dalam mengasuh dan mendidik anak-anak mereka disebabkan kesibukan mencari nafkah. Ibu-ibu yang semestinya tinggal di rumah mengasuh dan mendidik anak, justru hari-hari mereka tersandra dengan pekerjaan membantu usaha suami di sawah, kebun karet, perburuhan sawit, jasa transportasi beca dan di tempat-tempat jualan.1] Keadaan ini terpaksa mereka jalani untuk membantu para suami memenuhi kebutuhan nafkah keluarga.2] Kondisi ini menyebabkan perhatian terhadap pendidikan anak  dalam keluarga sangat kurang, termasuk dalam hal pembinaan ibadah shalat anak.

Dalam beberapa kasus, orang tua petani miskin bahkan tidak pernah memeriksa keadaan shalat anaknya.3] Jangankan mengurusi shalat anak, shalat diri sendiri pun sering terlupakan.4] Dalam kasus buruh sawit, orang tua hanya sekedar mengingatkan untuk shalat atau bertanya apakah si anak shalat atau tidak. Orang tua pada kasus ini tidak sampai memeriksa apakah bacaan shalat anaknya sudah benar. Sementara orang tua di sektor pekerjaan beca bermotor, keadaannya lebih parah lagi. Jangankan mendidik ibadah anak, ibadah shalat Jum'at diri sendiri saja pun sering terlewatkan.5] ...dst... dst... dst...

 ______________ 

1. Observasi dan Wawancara...
2. Wawancara dan observasi...
3. Observasi...
4. Wawancara...
5. Observasi...

Dalam contoh di atas, kutipan wawancara tidak perlu ditampilkan. Karena narasi deskripsinya sendiri bersumber dari hasil wawancara dan observasi. Kutipan wawancara hanya perlu ditampilkan jika benar-benar dibutuhkan. Misalnya, dalam suatu penyajian data, peneliti khawatir bahwa pembaca akan meragukan kesahihan deskripsi datanya jika  data mentah wawancaranya tidak ditunjukkan. Jika masalahnya demikian, maka data mentah wawancara atau observasi perlu ditampilkan dalam deskripsi data. 

Akhir kata, untuk mengatasi kesulitan mahasiswa dalam deskripsi data kualitatif ini, sebagaimana disinggung pada bagian awal artikel ini, maka mahasiswa perlu diberi latihan-latihan menganalisis dan mendeskripsi  data. Mata kuliah yang bertujuan khusus untuk mengasah dan melatih kemampuan analisis dan deskripsi data ini tampaknya urgen diberikan sebelum mereka terjun melakukan penelitian.  Mata kuliah ini untuk menguatkan MK Metode Penelitian yang ada saat ini. Allahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar