Selasa, 05 Juli 2022

KHUTBAH IDUL ADHA 1443 H/2022 M

MENGAMBIL MAKNA DAN IBRAH DARI KETELADANAN IBRAHIM A.S., DAN KELUARGANYA, SYARI'AT IBADAH HAJI DAN KURBAN

Oleh: Dr. Anhar, M.A. 

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّه وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا)

 (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ )

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا )
ثم قال الله تعالى في كتابه الكريم

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

بسم الله الحمن الرحيم

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ--  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ--  إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ  

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada kita semua. Salah satu nikmat dan rahmat-Nya itu adalah kita diberi kesehatan dan kekuatan sehingga dapat hadir mengikuti ibadah shalat ‘Id dan mengikuti penyampaian khutbah di tempat yang mulia ini.

          Shalawat berangkai salam kita sampaikan kepada Nabi yang mulia, Nabi yang kita cintai Muhammad Rasulullah Saw. Beliau utusan Allah terakhir, tidak ada lagi Nabi sesudah beliau. Nabi yang menjadi suri tauladan terbaik bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Dunia tempat kita beramal untuk mencapai kejayaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Kepada beliau kita bacakan shalawat: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. 

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

            Pada hari ini, sejak Shubuh, jama’ah haji berangkat meninggalkan 'Arafah  menuju Mina untuk melontar Jumrah sebagai lambang perlawanan kepada setan. Setelah itu mereka berkurban dan dilanjutkan dengan Thawaf Ifadhah. Dalam rangkaian ibadah tersebut mereka tak henti-hentinya mengagungkan, membesarkan, menyucikan dan memuji nama Allah sambil pula memanjatkan munajat ruhianiah kepada Allah SWT. Seiring dengan itu, umat Islam dari berbagai penjuru dunia melafazkan takbir, tahlil dan tahmid; mengagungkan, mentauhidkan dan memuji Allah SWT. Gemuruh takbir, tahlil dan tahmid ini bagaikan demonstrasi semesta yang sambung menyambung sebagai bentuk pernyataan penghambaan dan ketauhidan yang ikhlas yang muncul dari lubuk hati setiap setiap insan beriman. 

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

        Haji dan ibadah kurban secara historis dua hal yang tak terpisahkan. Setiap kali kita sampai ke bulan ini, maka jiwa dan pikiran  kita akan diajak bertamasya untuk mengenang dan meneladani perjuangan Nabi Ibrahim a.s., dan keluarganya. Dikatakan demikian, karena ibadah ini adalah “tradisi suci” (syari’at Allah) kepada Nabi Ibrahim a.s., dan sampai kepada Nabi kita Muhammad Saw dan ummatnya hingga akhir zaman.

            Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an adalah contoh hamba Tuhan yang ikhlas dan hanif. Beliau adalah sosok Nabi dan Rasul Allah yang menunjukkankan sikap hidup yang benar-benar pasrah kepada Allah. Di dalam sejarah, Ibrahim a.s., adalah tokoh atau pemimpin yang menentang dan memberontak terhadap penyembahan berhala untuk menegakkan ajaran ketauhidan (monoteisme). Nabi Ibrahim a.s. manusia pertama yang memerangi penyembahan berhala ini dibesarkan di rumah Azar, seorang ahli pembuat berhala/patung untuk kaumnya. Di samping memerangi penyembahan berhala, penindasan dan kebodohan, Ibrahim juga menentang dan memerangi Namruz seorang penguasa yang lalim dan korup.

           Nabi Ibrahim a.s., sebagaimana Nabi-nabi yang lain, lahir dari tengah-tengah massa kemanusiaan yang awam (ummiy); strata paling bawah dari struktur masyarakat. Nabi-nabi itu datang dan bangkit untuk menolong dan mengangkat harkat orang-orang yang lemah (dhu’afa`) dan tertindas (mustadh’afin), yang sering diperalat dan ditindas oleh kelompok penguasa pada hampri setiap zaman. Para Nabi bagaikan percikan api yang meloncat dari batu yang bertabrakan; mereka membangkitkan pikiran yang tidur dalam kejahiliyahan, melahirkan semangat kebangkitan dan gerakan amar ma’ruf nahi munkar dalam suatu zaman yang mati; mereka mempercepat aliran kehidupan dan darah perjuangan dalam urat nadi masyarakat yang lamban, dalam pikiran, dalam keyakinan, dan dalam berbagai berbagai bentuk kehidupan keagamaan. Para Nabi hadir untuk mengubah jalannya sejarah dan mengarahkannya kepada pembebasan dari kesyirikan menuju kepada cahaya ketakwaan dan kemajuan. Para Nabi menjadi penguasa, pencipta sejarah dan pembangun  masyarakat yang jauh lebih baik dari penguasa manapun di muka bumi ini.

 ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Sikap penyerahan diri yang tulus ikhlas semata-mata kepada Allah tampak ketika Nabi Ibrahim a.s., mendapat ujian dari Allah yaitu perintah meyembelih putra yang dicintainya Ismail a.s.

Ujian ini adalah ujian terberat yang pernah dirasakan Ibrahim. Ismail adalah buah hati Ibrahim yang lahir setelah waktu menunggu yang lama. Sejarah mencatat, ia mendapatkan buah hati yang sangat ia cintai ini ketika telah berusia senja (kl. 90 tahun). Dalam masa penantian yang panjang itu, ia tak henti-hentinya berdoa. Akhirnya dengan doa dan kesabaran itu do’anya  dikabulkan Allah. Betapa senang dan bahagianya perasaan Ibrahim dan Istrinya ketika mendapatkan bayi mungil Ismail a.s. Tetapi, belum puas menimang bayi Ismail, Allah memerintahkan supaya mengantar dan meninggalkan Siti Hajar bersama bayi mereka Ismail ke sebuah lembah yang tandus, yang secara akal tidak cocok bagi seorang ibu dan bayi dalam masa menyusui. Ketika Siti Hajar menanyakan apa alasan Ibrahim meninggalkan mereka berdua di sana, Ibrahim bungkam seribu bahasa. Tanpa menoleh ke belakang, dengan perasaan sedih dan haru ---karena menjalankan perintah Allah— ia pergi meninggalkan mereka di sebuah lembah di mana Ka’bah sekarang berada. Saat itu dengan berlinang air mata Ibrahim berdoa:

 رَّبَّنَآ إِنِّيٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيۡرِ ذِي زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبّ لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡـِٔدَةٗ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِيٓ إِلَيۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُون  

Artinya:

Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim (14): 37). 

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

            Suatu ketika, setelah Ismail memasuki usia remaja, Ibrahim bermimpi (diperintahkan Allah) untuk menyembelih anak yang dicintai itu. Kembali hal ini sebuah pukulan berat buat Ibrahim. Oleh karena itu, konsekuensinya Ibrahim harus  menentukan pilihan, apakah ia lebih mencintai anaknya atau Tuhannya, Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَاتُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَs

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS Ash-Shaffat (37): 102). 

Ismail, seorang remaja yang taat kepada Allah, hormat kepada orang tua, tanpa ragu mengakatan kepada ayahnya agar melaksanakan perintah penyembelihan dirinya.

Tidak terbayangkan betapa mulianya jiwa anak yang masih belia itu. Betapa dalam cintanya kepada Allah dan orang tuanya. Tidak terbayangkan pula betapa harunya perasaan sang ayah yang telah berusia senja, ketika ia membayangkan ternyata ia harus berpisah selamanya dengan anak laki-laki yang sangat ia cintai itu; anak yang menjadi tumpuan hidupnya; anak yang diharapkannya menjadi penerus tugas kerisalahan yang diembannya. Tetapi Ibrahim sadar bahwa cintanya kepada Allah haruslah melebihi segala-galanya. Oleh karena itu ia ikhlas mengerjakan apa pun perintah Allah.

Kini saatnya Ibrahim untuk memeluk dan mencium anaknya Ismail untuk yang terakhir kali. Dengan pasrah keduanya melaksanakan perintah Allah. Allah dalam Al-Qur’an menjelaskan sebagai berikut:

فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ -- وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ -- قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ -- إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ -- وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ --  وَتَرَكۡنَا عَلَيۡهِ فِي ٱلۡأٓخِرِينَ --  سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ -- كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ -- إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِين

Artinya:

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (QS Ash-Shaffat (37):103-111). 

Ujian yang sangat berat itu berhasil dilalui Ibrahim, Ismail dan Istrinya Hajar. Ibrahim dan keluarganya, yang mampu mengorbankan apa saja, bahkan nyawa mereka demi kecintaan kepada Allah, diberikan kedudukan terhormat di sisi Allah dan dihormati oleh tidak saja umat Islam tapi umat agama besar lainnya seperti Yahudi dan Nasrani. 

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Ibadah haji dan kurban, disamping sebagai bagian dari syariat agama tauhid (monoteistik) ini, juga sekaligus mengenang tradisi Ibrahim dan keluarganya sebagai simbol manusia yang benar-benar mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan ikhlas dan hanif (lurus).

Ibadah haji adalah ibadah yang membutuhkan keikhlasan dan perjuangan. Pelaksanaan ibadah haji dimulai dari miqot. Di sini para pelaku haji harus mengganti pakaian. Pakaian --sebagaimana kita tahu-- adalah simbol perbedaan, status, kebesaran, dan sebagainya. Pakaian menciptakan “batas” palsu  yang menyebabkan “perpecahan” di antara umat manusia. Hampir semua “perpecahan” melahirkan ketidakadilan, diskriminasi dan penindasan. Oleh karena itu, ketika seorang hamba mengawali ibadah hajinya, ia harus mengganti pakaiannya dengan pakaian putih tak berjahit sebagaimana dipakai oleh jutaan manusia yang lain. Mulai saat itu, ia harus meneguhkan niatnya menuju Allah, seraya melupakan status dan kelas sosialnya. Karena ketika itu atribut-atribut sosial tersebut tidak berguna di mata Allah. Ia harus berperan sebagai manusia yang sesungguhnya, manusia yang memiliki derajat yang sama di hadapan Allah. Karena jika kelak dipanggil Allah, demikianlah keadaan setiap Muslim, yakni hanya dibungkus oleh beberapa helai kain putih.

Dari miqot, ia terjun ke tengah lautan manusia yang berpakaian sama. Ia hanya bertekad untuk kembali kepada Allah. Ia mengubur dalam-dalam segala bentuk egoisme/keakuannya di Miqot. Dengan demikian ia bagaikan menyaksikan jasadnya sendiri yang mati dan menziarahi kuburannya sendiri. Suasana itu akan mengingatkan kepada pertanyaan asasi, apakah tujuan hidup manusia yang sebenarnya.

 Di Miqot, ia bagaikan mengalami “kematian” dan “kebangkitan” kembali, kemudian ia harus melanjutkan perjalanan menuju 'Arafah.

Beginilah kiranya pemandangan yang akan kita saksikan di hari kiamat nanti. Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah “gelombang manusia yang berpakaian serba putih”. Semuanya mengenakan kain kapan. Tidak satu pun di antara mereka berbeda dari yang lain. Jasad-jasad mereka pada hakikatnya telah tinggal di miqat, dan yang bergerak ini adalah ruh-ruh mereka.

Di dalam perpaduan aneka ragam manusia ini, nama, ras, atau status sosial tidak ada artinya. Yang mereka rasakan adalah persatuan yang murni. Inilah pertunjukan amat besar keesaan Allah yang diselenggarakan oleh manusia. 

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Sejak ihram sampai saat melempar jumrah ‘aqabah pada hari kurban, para tamu Allah tak henti-hentinya mengucapkan, “Labbaik Allahumma labbaik, labbaik la syarikalaka labbaik, innal-hamda wa n-ni’mata laka wal-mulk, la syarika laka”.

Mereka mengakhiri ibadah hajinya dengan melaksanakan thawaf wada’. Thawaf ini adalah thawaf perpisahan dengan baitullah. Ketika thawaf wada’ selesai, maka seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai dikerjakan. Selamat tinggal Rumah Allah (Baitullah) yang suci dan diberkati itu.

 ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله اكبر

 ألله أكبر و لله الحمد                     

Pada hari ini, umat Islam melaksanakan ibadah kurban. Allah SWT menegaskan tentang kurban ini pada surat al-Hajj/22 ayat 36-37, juga pada surat al-Kautsar ayat 1-3. Nabi kita Muhammad SAW., pernah mengecam mereka yang mampu tapi tak mau berkurban. Nabi mengatakan bahwa mereka yang tak mau berkurban jangan mendekati/ bergabung dengan jamaah shalat Nabi. Kecaman ini makin menandaskan pentingnya berkurban.

Meskipun yang disuruh oleh Nabi itu adalah memotong hewan kurban, tetapi yang dituntut itu sebenarnya adalah keikhlasan dan kepasrahan hati kita untuk mengorbankan apa pun milik kita demi cinta kita kepada Allah SWT. Suatu bentuk kepasrahan dan pengorbanan seperti dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s., dan keluarganya. Inilah yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya, “Bukanlah daging atau darah hewan kurban itu yang sampai kepada Allah, tetapi keikhlasan, ketulusan dan kepasrahan itulah yang sampai kepada-Nya.” (Surat al-Hajj/22: 37). 

Demikianlah khutbah ini semoga bermanfaat menguatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. 

ربنا اغفرلنا وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين 

و المسلمات الاحياء منهم والاموات برحمتك يأرحم الراحمين

ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفرلنا وترحمنا لنكوننا من الخاسرين

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ

ربنا أتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار

والحمد لله رب العالمين

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar