Kamis, 26 Mei 2022

PROF. SUTRISNO: PROSES KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN HARUS KITA MULAI DARI AL-QUR'AN

Penekanan "harus dimulai dari Al-Qur`an" itu disampaikan Profesor Sutrisno dalam webinar yang diselenggarakan Forum Studi Islam  dengan tema "Kontribusi Pendidikan Islam pada Perbaikan Indonesia". Sepintas frase "harus dimulai dari Al-Quran" ini tampak sederhana. Namun kemudian menjadi serius ketika kita mulai bertanya apakah world view kita dalam memahami semua objek besar kehidupan kita telah dibimbing oleh Al-Quran? Objek besar itu misalnya keagamaan, pendidikan, sosial-kemasyarakatan, negara, manusia dan alam semesta?

Dalam hal keagamaan saja, banyak orang yang berangkat dan berpegang ketat kepada  world view mazhab, aliran teologi, tradisi keagamaan, filosofi dan sebagainya dalam memahami realitas hidup dan kehidupan. Dampak selanjutnya kesadaran kemanusiaan yang fitrati tidak menyemai kehidupan pendidikan dan kemasyarakatan mereka. Di antara dampak lanjutannya yaitu kita saksikan perilaku kerdil, culas, curang, keji dalam berbagai penomena perilaku sosial individu dan masyarakat. Contoh kecil saja, munculnya tindakan intoleran hanya karena beda pengamalan agama. Jika seperti ini, bagaimana mungkin umat Islam memperoleh world view Qur'ani yang natural yang berasal dari lubuk jernih Al-Quran itu sendiri? Belum lagi dalam masalah pendidikan dan masalah besar umat manusia lainnya.

Ironisnya dalam memahami pendidikan, banyak guru, dosen, ustad yang berangkat dari lubuk filsafat yang ---pada banyak sisi--- malah bertentangan dengan spirit pendidikan Al-Quran. Untuk menyebut contoh, pandangan guru tentang pendidik profesional. Banyak dari mereka ---kalau bukan mayoritas--- punya pemahaman bahwa profesionalisme guru tidak berkaitan dengan suatu kesadaran bahwa mendidik itu salah satu amanat Ilahi (tugas kekhalifahan). Filosofi mereka tentang guru malah filosofi materialisme-pragmatisme. Menurut Sutrisno, hal demikian ini salah satu dampak dari tidak dipahaminya kandungan Al-Quran. Umat Islam ---termasuk para pendidik---rajin menghafal dan membacanya, tapi hafalan dan bacaan itu belum mengayakan jiwa dan pikiran mereka. Dalam bahasa Hadis, bacaan Al-Quran mereka tidak melewati kerongkongan.

Jika guru atau dosen berspirit dan ber-world view Al-Quran, maka selain mereka mendidik secara profesional, mereka juga akan mendidik dengan cinta. Mendidik dengan cinta adalah mendidik dengan sepenuhnya mengikuti panggilan hati (jiwa) yang suci dan murni. Panggilan hati yang suci ini pasti muncul dari kesadaran hati yang ikhlas karena Allah semata. Pendidik yang demikian ini dalam melaksanakan tugas mendidik tidak lagi karena motivasi material atau prestise keduniaan, tapi benar-benar karena panggilan cinta dalam mencerahkan (mencahayai) peserta didik.

Sadar akan keadaan ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam mesti mengambil tanggung jawab untuk memahamkan isi kandungan Al-Quran kepada peserta didik mulai dari surah pertama (Al-Fatihah) sampai surah terakhir (An-Nas). Dengan cara demikian diharapkan peserta didik dapat mewarisi pandangan dunia Al-Quran tentang berbagai objek besar dalam hidup dan kehidupan. Allahu a'lam.

Gambar: Saat webinar berlangsung Forum Studi Islam berlangsung 26 Mei 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar