Tsauban r.a., berkata, "Rasulullah Saw apa bila selesai melaksanakan shalatnya, beliau mengucapkan: Astaghfirullah 3x (استغفر الله) Artinya: Aku mohon ampun kepada Allah. Kemudian mengucapkan: Allahumma antas salam wa minkas salam tabarakta dzal jalali wal ikram (اللهم انت السلام ومنك السلام تباركت ذا الجلال والاكرام). Artinya: Ya Allah Engkaulah As-Salam (Yang Maha Damai), dan dari-Mu jugalah datang kedamaian, Maha melimpah Berkah-Mu, wahai Tuhan pemilik keagungan dan kemuliaan. (HR Ahmad).
Hadits ini menjelaskan bahwa setelah Nabi Saw bersalam, maka dzikir pertama yang beliau ucapkan adalah istighfar (permohonan ampun). Perlu disadari bahwa saat shalat, kita sering kali lalai mengingat Allah. Kelalaian ini membuat adab kita rendah dihadapan Allah. Bayangkan saja, sepanjang sahalat mulut kita komat kamit berdzikir dan berdoa, tapi hati dan pikiran kita ternyata kita persembahkan menalar dan memikirkan objek-objek selain Allah. Jasad kita tampak beribadah tapi hati dan pikiran kita bekerja memikir dan menalar yang lain. Na'udzu billah.
Oleh karena itu sangat tepatlah jika ucapan pertama sehabis salam adalah astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah. (Istighfar yang tiga kali ini dapat dimaknai sebagai untaian zikir yang tidak terpisah [satu kalimat] dan dapat pula dimaknai sebagai untaian ucapan yang terpisah. Penulis sendiri lebih merasakan zauq-nya jika diucapkan dalam satu untaian yang bersambung).
Dengan istighfar ini semoga Allah mengampuni kesombronoan dan kelalaian kita saat shalat dan semoga pula dengan istighfar itu Allah berkenan mengampuni kesalahan kita dan menerima shalat kita.
Hamba-hamba yang shalih bertobat kepada Allah atas kelalaian mengingat Allah terutama saat beribadah kepada-Nya. Bagi mereka kelalaian dalam shalat itu adalah adab buruk yang sangat tidak pantas ditujukan kepada Allah.
Selanjutnya kita mengucapkan: Allahumma antas salam wa minkas salam tabarakta dzal jalali wal ikram. Untaian dzikir ini seolah lanjutan dari dzikir/bacaan kita saat posisi Tahiyat. Dalam posisi Tahiyat kita membaca:
..... As salamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. (Semoga kedamaian/keselamatan tercurah kepada mu wahai Nabi, begitu pula rahmat dan berkah dari Allah). As salamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahis shalihin (Semoga kedamaian/keselamatan tercurah pula kepada kami dan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih).
Dengan demikian saat Tahiyat, kita memohon agar diberi as-salam (kedamaian/keselamatan). Sementara saat dzikir habis shalat kita menyeru Allah: Allahumma antas salam wa munkas salam..... (Ya Allah Engkaulah As-Salam (Yang Maha Damai), dari-Mulah kedamaian/keselamatan....)
Dzikir lain yang yang diajarkan Nabi Saw dan juga sering kita baca yaitu: Subhanallah (سبحان الله), Alhamdulillah (الحمد لله), Allahu akbar (الله اكبر) masing-masing 33x. Baru ditutup dengan La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa 'ala kulli syai-in qadir (لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهوا على كل شيىء قدير). (Ini dari hadits riwayat Muslim dan Ahmad).
Ketiga ungkapan zikir ini terasa ada penjenjangan makna dari yang rendah ke yang tinggi. Penjelasannya demikian:
Subhanallah (Maha Suci Allah), yaitu Maha Suci dari kesyirikan dan segala hal yang tak pantas bagi Allah. Dalam sejumlah ayat Al-Qur`an, ungkapan subhanallah muncul berkaitan dengan penafian (peniadaan) terhadap kesyirikan. Misalnya Wa subhanallahi wama ana minal musyrikin (Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. -QS Yusuf/12: 108). Subhanallahi wa Ta'ala 'amma yusyrikun (Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. -QS Al-Qashash/28: 68). Subhanallahi 'amma yusyrikun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS At-Tur/52: 43 dan Al-Hasyr/59: 23). Ucapan ini mendidik jiwa kita untuk menafikan (meniadakan) segala hal yang tidak pantas bagi Allah terutama kesyirikan yang muncul dari luar diri kita. Implikasinya kita men-takhalli-kan (mengosongkan) segala pandangan dan persepsi syirik tentang Allah yang muncul, menantang dan menentang kita terutama dari luar. Selain pengosongan diri dari kesyirikan dari luar, ucapan subhanallah juga mengandung makna penolakan dan penentangan terhadap kesyirikan.
Ucapan zikir selanjutnya alhamdulillah (Segala puji milik Allah). Dalam sejumlah ayat Al-Qur`an, dapat ditarik simpulan bahwa makna pokok tahmid ini adalah ungkapan syukur kita kepada Allah. Lihat misalnya QS Al-An'am/6: 1, "Alhamdulillahilladzi khalaqas samawati wal ardha wa ja'alazh zhulumati wannur... (Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang...); Faquthi'a dabirul qaumilladzina zhalamu walhamdulillahi rabbil 'alamin (Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. -QS Al-An'am/6: 45); Alhamdulillahilladzi wahabali 'alal kibari isma'ila wa ishaqa... (Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq... -QS Ibrahim/14: 39) . Pada tahap ini pengosongan diri kita dari kesyirikan lebih dipertegas lagi, terutama syirik khafi yang muncul dari dalam diri sendiri berupa ujub (bangga diri), egoisme, sombong dan tak tahu diri (tak tahu bersyukur). Zikir berupa tahmid ini menyadarkan kita bahwa setiap kali kita dipuji, disanjung atau dibanggakan oleh orang lain, maka kita didik dan sadarkan diri kita bahwa semua pujian atau sanjungan itu adalah milik Allah. Begitu pula semua nikmat dan rahmat yang kita terima dan peroleh sesungguhnya berasal dari Allah. Bahkan para Nabi dan orang-orang shalih mengucapkan hamdalah (pujian bagi Allah) ketika mendapat ujian dan cobaan.
Jika subhanallah mendidik jiwa untuk melakukan perlindungan, penolakan dan penentangan terhadap kesyirikan, maka alhamdulillah mendidik jiwa untuk pengakuan dan penyadaran terhadap nikmat, ujian dan cobaan dari Allah sehingga menguatlah sabar dan syukur. Sabar dan syukur ini mengosongkan hati dari syirik khafi, sekaligus mengisinya dengan penguatan iman. Ungkapan alhamdulillah, mengandung makna takhalliy (pengosongan) sekaligus tahalliy (pengisian) hati.
Pada tahap berikutnya, kita ucapakan Allahu akbar (Allah Maha Besar). Dzikir ini adalah pamungkas dari pen-takhalli-an diri kita dari segala kesyirikan baik jaliy (syirik yang terang) dan juga khafiy (syirik halus). Di sini kita mendeklarasikan zikir yang bermakna Allah Maha Besar sambil kita naik ke jenjang spiritual (syahadah) lebih tinggi. Jadi tidak lagi sekedar penafian syirik, tapi juga penafian kemahabesaran atau keagungan wujud apa pun selain Allah. Pada tahap ini, kita mencapai kemerdekaan dan kebebasan dari kesyirikan. Kita menjadi muslim dan mukmin yang ikhlas menjalankan agama Allah (mukhlishina lahu ad-din). Baru kemudian, pada jenjang spiritual lebih tinggi ini kita sempurnakan dzikir dengan mengucapkan: La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah... Zikir terakhir ini terasa betul sebagai pengikat dan penyempurna tiga untaian zikir sebelumnya (subhanallah, alhamdulillah, allahu akbar), sekaligus merupakan proklamasi kemerdekaan dan kebebasan kita dari syirik jaliy dan khafiy. Pada zikir pengikat ini kita tegaskan: Tiada Tuhan selain Allah semata. Tidak ada syerikat bagi-Nya. Milik-Nya lah kekuasaan dan pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata Nabi Saw bahwa orang yang membaca zikir ini (mulai dari tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33x sampai ditutup dengan la ilaha illallah...), maka diampuni dosanya meskipun sebanyak buih di lautan. Allahu a'lam.
Gambar:
Sambutan saat Halal bi Halal DPC IKANAS Tapsel 28 Mei 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar