Beribadah dengan khusyuk akan membuat hamba dekat dengan Allah. Allah pun dekat kepada hamba-Nya. Saling dekat ini pun selanjutnya akan membuahkan cinta antara Tuhan dengan hamba. Orang beriman cintanya sangat dalam kepada Allah (alladzina amanu asyaddu hubban lillah), sebaliknya Allah pun mencintai mereka melebihi cinta manusia kepada-Nya. Kedekatan ini adalah kelanjutan dari saling ingat antara hamba dengan Tuhan. Allah SWT memberi penegasan bahwa jika hamba mengingat Tuhan-nya maka Tuhan-pun akan mengingatnya, dan ingat Allah kepada hamba-Nya tentu saja jauh melebihi ingat yang dipersembahkan seorang hamba kepada-Nya. Fadzkuruni adzkurkum wasykuruli wala takfurun (Ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku mengingat kalian, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan jangan kalin kufur (engkar)- QS Al-Baqarah/2: 152).
Khusyuk dalam shalat akan melatih dan mendidik diri untuk rendah hati, berucap/bertutur lembut, takut dan penuh harap kepada Allah. Jika suasana hati dan kepribadian yang demikian ini telah terbangun dan ikhlas dipersembahkan kepada Allah, maka Allah SWT akan semakin dekat pula kepada hamba dimaksud, menerima tobatnya dan mencurahkan kasih sayang kepadanya. Mari kita ingat salah satu hadis Qudsi, Allah berfirman, "Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya selama dia mengingat-Ku. Demi Allah, sungguh Allah lebih bahagia dengan tobat hamba-Nya dari pada salah seorang dari kalian menemukan barangnya yang hilang di padang pasir. Barang siapa mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta. Jika ia mendekatiku sehasta, maka Aku mendekatinya sedepa. Jika ia mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari." (HR Muslim).
Sejalan maknanya dengan hadis Qudsi di atas, Allah berfirman, "Jika hamba-hamba-Ku itu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwa Aku dekat. Aku akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia berdoa kepada-Ku. Karena itu, hendaklah ia memenuhi kewajibannya kepada-Ku dan beriman kepada-Ku. Mudah-mudahan mereka memperoleh petunjuk." (QS Al-Baqarah: 186).
Kelanjutan dari saling dekat, tentu saja saling cinta. Penegasan tentang saling cinta itu sebagaimana firman Allah berikut:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَا تَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Ali 'Imran: 31)
Khusyuk adalah jalan untuk sampai kepada cinta. Jika seorang hamba beribadah karena cinta, maka dengan sendirinya ia telah mendapatkan buah tertinggi dari khusyuk. Dalam tradisi para 'arifin (orang-orang yang telah sampai kepada pengetahuan spiritual tertinggi), cinta ini adalah suatu keadaan khusus atau maqam (posisi spiritual) dalam hubungan dengan Allah (hablun minallah). Dalam salah satu hadits, 'A'isyah r.a., pernah menggambarkan bahwa Rasulullah dalam suatu malam tidak bersamanya, meskipun secara fisik, beliau ada di samping 'A'isyah sendiri. Alasan 'A'isyah mengatakan demikian karena saat Tahajjud tersebut Rasulullah tidak sadar bahwa 'A'syah telah menyentuh kaki beliau. Dapat dipahami bahwa Rasulullah ketika itu berada dalam puncak spiritual saat bermunajat dalam Tahajjudnya sehingga beliau berpisah dengan kesadaran duniawinya. Pengalaman khalifah Ali bin Abi Thalib r.a., lain lagi. Beliau meminta sahabat lain mencabut pedang yang menusuk tubuhnya saat beliau shalat, yaitu saat munajat beliau telah menaikkan jiwanya ke maqam spiritual tertinggi. Di maqam ini beliau juga telah berpisah dengan kesasaran duniawinya dan yang mewujud adalah kesadaran spiritualnya yang indah.
Seseorang yang beribadah dengan cinta, maka ia datang kepada Allah dan melakukan semua perintah Allah tidak lagi karena takut siksa neraka, tetapi karena suka cita menghambakan diri kepada Dzat yang paling pantas untuk dicinta.
Sebenarnya, maqam (posisi) khusyuk baru berada pada posisi taqarrub yang masih memiliki jarak, yaitu seolah seperti posisi rakyat ketika menghadap sultan yang penyayang terhadap rakyat. Sementara posisi cinta (hubb) adalah posisi dua subjek yang sama-sama mencintai. Balas cinta dari Allah tentu tidak terukir dengan tinta dan terbayangkan oleh pikiran manusia. Allah berfirman:
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّاۤ اُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ اَعْيُنٍ ۚ جَزَآءً بِۢمَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ
"Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan." (QS. As-Sajdah 32: Ayat 17).
Seorang hamba yang shalat dengan cinta, maka ia akan merasakan bahwa semua bacaan zikir dan doa dalam shalat sebagai ucapan cinta. Dengan demikian ia akan menikmati perasaan hati yang damai, nyaman, tenang dan senang pada setiap mengucapkan untaian bacaan pada semua gerakan shalat.
Jika seorang hamba berhasil mempertahankan kondisi shalat dengan cinta ini, maka hatinya akan selalu rindu dalam menunggu waktu-waktu shalat. Allahu a'lam.
Gambar:
Mesjid Raya Islamic Centre Rokan Hulu Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar