Minggu, 03 April 2022

TADARUS TEOANTROPOEKOSENTRIS: KITA HARUS MEMBACA KEMBALI EKSISTENSI QALBU SEBAGAI SARANA POKOK DALAM MEMPEROLEH ILMU

Filsafat keilmuan Barat yang masuk ke perguruan tinggi di dunia Islam melalui Metodologi Penelitian atau Filsafat Ilmu, sama sekali tidak memposisikan qalbu (hati) sebagi sarana memperoleh ilmu pengetahuan. Filsafat keilmuan ini hanya menyebutkan akal (rasio) dan empiri (indra) sebagai sumber ilmu pengetahuan. 

Penyebab hal ini tentu saja karena filsafat keilmuan dan metodologi penelitian Barat lahir dari rahim Positivisme yang memiliki keyakinan (aqidah) ilmiah yang tidak mengakui agama dan metafisika sebagai sumber kebenaran. Perkembangan selanjutnya muncul pula varian baru filsafat keilmuan yaitu Post Positivisme yang juga menjadi pijakan keyakinan (aqidah) baru dalam pengembangan ilmu. Aqidah keilmuan yang terakhir ini juga tidak menempatkan qalbu sebagai salah satu sumber ilmu.

Banyak ilmuan dan pelajar Muslim tidak menyadari infiltrasi filsafat keilmuan Barat ini ke dalam alam pikiran umat Islam. Akhirnya mereka menerima saja dengan setia berbagai keyakinan ilmiah yang datang dari Barat. Di antara keyakinan ilmiah itu misalnya:

1. Ilmu pengetahuan itu hanya hasil olah rasio dan indra yang didasarkan kepada fakta empirik (indrawi). Di luar itu, seperti teologi (agama) dan metafisika, karena tidak dapat ditunjukkan fakta indrawinya, tidak termasuk kawasan ilmu pengetahuan. 

2. Wahyu (bagi umat Islam: Al-Quran) tidak memiliki kaitan sama sekali dengan Sains. Oleh karena itu membawa argumentasi wahyu ke dalam Sains akan menurunkan derajad Sains.

3.  Konsekuensi poin 2 di atas, maka pemikiran Sains tidak ada sangkut paut dengan ide dan keyakinan tentang Tuhan.

4. Sains, karena tidak berkaitan sama sekali dengan keyakinan tentang Tuhan, maka bersifat bebas nilai. Termasuk nilai Ketuhanan (Ilahiyah).

5. Sains hanya berhubungan dengan fakta objektif. Oleh karena itu pengetahuan wahyu, ilham atau intuisi bukan bagian dari Sains.

Ada Apa dengan Qalbu?

Al-Quran berkali-kali menyebut qalbu. Mulai dari keadaan qalbu, fungsinya dan posisinya bagi manusia. Berdasarkan penjelasan Ilahi tentang qalbu itu, Nabi Saw., memberi penegasan bahwa qalbu menempati posisi paling sentral dalam diri pribadi manusia. Nabi Saw., bersabda:

ان في الجسد مدغة اذا صلحت صلح جسدكله واذا فسدت فسد جسد كله الا وهي القلب

Artinya:

Sesungguhnya pada diri jasmani manusia ada segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh diri jasmani manusia. Tetapi jika ia rusak, maka rusaklah seluruh diri jasmani manusia. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah qalbu.

Islam mengajarkan bahwa qalbu menempati posisi paling sentral dalam membangun diri pribadi manusia, termasuk dalam hal ini pengetahuan manusia. Sebenarnya qalbu lebih sentral dari akal dan indra dalam memperoleh pengetahuan.

Qalbu berfungsi memahami dimensi ilmu yang berada di atas dan melampaui akal dan indra. Jika akal (rasio) dan empiri (indra) hanya mampu memahami ilmu pada wilayah pemikiran deduksi, induksi dan apduksi, maka qalbu memahami ilmu pada wilayah abstraksi yang lebih tinggi dari sekedar deduksi, induksi dan apduksi, yaitu pengetahuan ilham atau intuisi yang berasal dari malaikat dan Tuhan. Objek pengetahuan qalbu ini adalah alam malakut dan alam lahut (alam malaikat dan alam ilahi). Kedua alam yang disebut terakhir ini adalah stratifikasi wujud yang berada di atas alam syahadah (alam dunia). 

Ilmuan Barat modern tidak mengakui stratifikasi wujud yang demikian ini, karena qalbu mereka telah tertutup kepada pengetahuan tentang alam malakut dan alam lahut. Mereka ---pasca renaissance--- telah menutup diri terhadap pengetahuan ilahiyah dan bahkan juga segala pengetahuan yang bersifat metafisik.

Dampak pencampakan qalbu dari wilayah keilmuan ini, manusia Barat modern hanya mengejar pencapaian kesejahteraan dan peradaban material. Mereka justru gagal mencapai kesejahteraan peradaban ruhaniyah atau spiritual. Pada hal mestinya capaian kesejahteraam peradaban umat manusia harus berisi keseimbangan antara material dan spiritual.

Peradaban material telah melahirkan krisis multi dimensi, mulai dari krisis air, pangan, energi, lingkungan, hingga krisis kemanusiaan. Saat tulisan ini dimunculkan, Rusia membombardir Ukraina. Timur Tengah tidak pernah sepi dari letusan senjata ringan dan berat. Israel dengan keras kepala tetap memperluas wilayah pemukiman penduduk negaranya ke wilayah Palestina. Amerika selalu bertingkah sebagai negara yang memaksakan kehendaknya kepada negara-negara lain dengan dalih demokrasi dan HAM, dan sebagainya. Pertanyaannya, beginikah bentuk peradaban ideal yang dikehendaki umat manusia? Tentu saja jawabannya, "Tidak". Peradaban dunia seperti ini telah lari tanpa kendali ke jurusan yang menistakan umat manusia sendiri.

Kata Penutup

Qalbu, yang sejak era renaissance dicampakkan oleh Barat dari rahim epistemologi keilmuan harus kita fungsikan kembali. Kemestian pemungsian qalbu ini merupakan tuntutan keimanan kita kepada Kitab Suci Al-Quran. Peradaban Islam zaman keemasan telah membuktikan pemaduan akal, qalbu dan indra ini dalam pengembangan ilmu dan peradaban. Oleh karena itu epistemologi qalbu ini mesti dipungut kembali. Jika mode berpikir epistemologi Barat itu ditiru dan diteruskan oleh umat Islam, maka sama saja artinya dengan melanjutkan perjalanan peradaban material Barat yang telah mendehumanisasi umat manusia. Wallahu a'lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar