Senin, 12 Oktober 2020

PROBLEM PENELITIAN KUALITATIF KITA: PENGALAMAN MEMBIMBING SKRIPSI DAN TESIS PRODI PAI



Setidaknya ada tujuh problem penelitian kualitatif skripsi dan tesis di kampus kita yang belum juga klir sampai saat ini. 

Pertamaproblem paradigma penelitian. Secara umum mahasiswa belum paham bahwa penelitian kualitatif itu memiliki paradigma yang benar-benar berbeda dengan penelitian kuantitatif. Pada hal fundamen kualitatif ini amat penting diketahui, terutama mahasiswa pascasarjana. Ketidaktahuan mahasiswa tampak ketika mereka mendeskripsikan hasil penelitiannya. Pada penelitian kualitatif amat dituntut aspek kemendalaman dan seni mendeskripsikan data/informasi berdasarkan perspektif pokok informan penelitian (inner perspective of human behavior). Jadi bukan informasi pada tingkat permukaan (surface behavior). Mengapa banyak mahasiswa menyajikan informasi kualitatif yang berbau positifistik (hanya pengamatan dan wawancara permukaan)? Tentu saja karena mereka belum paham karakteristik kemendalaman dan kekomprehensifan sajian informasi/data pada penelitian kualitatif. 

Kedua, problem deskripsi urgensi penelitian pada Latar Belakang Masalah (LBM). Secara umum, cara pandang yang dibangun dalam melihat masalah penelitian selalu gambaran masalah berkonstruksi negatif (masalah problematik). Atau selalu menunjukkan das sein dan das sollen. Pada hal tidak semua masalah penelitian bersifat negatif atau paradok antara das sein dan das sollen. Dalam beberapa kasus yang dihadapi, ada peneliti yang sebetulnya bermaksud mengkaji masalah yang unik (masalah berkonstruksi positif), misalnya pendekatan interdisipliner pembelajaran PAI dan PPKN. Tapi ketika ia mendeskripsikan paragraf-paragraf urgensi penelitian pada bagian akhir Latar Belakang Masalah (LBM), ia terjebak ke dalam bangunan berpikir LBM yang memparadokkan das sein dan das sollen. Mestinya ia menunjukkan konstruksi positif dari keunikan situs/fokus yang jadi temuan awal penelitiannya. Oleh karena itu ia cukup mendeskripsikan keunikan (urgensitas) objek yang akan ditetapkan sebagai fokus penelitian.

Ketiga, ketidakjelasan posisi rumusan masalah dan fokus masalah. Sebenarnya, LBM yang bagus akan berhasil menunjukkan dengan jelas kepada pembaca fokus masalah yang akan diteliti. Itulah sebabnya, ada mazhab penelitian yang berpendapat, jika uraian LBM telah berhasil menunjukkan dengan gamblang fokus penelitian, maka sub Fokus Penelitian tidak penting lagi, karena hanya akan melakukan pengulang-ulangan kalimat yang tidak penting saja. Dan hal ini tentu tidak cocok dengan style bahasa ilmiah yang harus menggunakan kalimat atau uraian yang efektif.

Keempat, deskripsi rumusan masalah yang tidak fokus. Sebagai contoh, seorang mahasiswa meneliti penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx Kota Padangsidimpuan. Dalam sub rumusan masalah ia menuliskan: 

1.

Bagaimana penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI  kelas V SDN No. xxx Kota Padangsidimpuan.

2.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendekatan saintifik pada pembelajaran PAI  kelas V SDN No. xxx Kota Padangsidimpuan.


Sebenarnya, rumusan masalah nomor dua itu tidak penting, karena berada di luar fokus penelitian. Si peneliti cukup menyebut rumusan masalah nomor satu. Atau, cara lain, peneliti memecah rumusan masalah nomor satu menjadi sub-sub fokus penelitian. Misalnya sebagai berikut:


a.

Bagaimana langkah dan proses pengamatan objek pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx?

b.

Bagaimana langkah dan proses menanyakan tentang objek pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx?

c.

Bagaimana proses mengumpulkan informasi dari objek pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx?

d.

Bagaimana langkah mengolah atau menalar informasi yang diperoleh dari objek pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx?

e.

Bagaimana langkah dan proses mengkomunikasikan informasi ilmu pengetahuan pada pembelajaran PAI kelas V SDN No. xxx? 

Sub-sub fokus masalah seperti ini dirumuskan berdasarkan konsep/teori pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Perlu diketahui bahwa langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran itu adalah proses: mengamati, menanyakan, mengumpulkan informasi, mengolah/menalar, dan mengkomunikasikan.


Kelima, problem pengolahan dan penyajian data. Sering kali mahasiswa belum melakukan olah data sebagaimana permintaan metodologi kualitatif. Olah data yang mereka lakukan pada umumnya baru pada tingkat menghubungkan antara hasil pengamatan dengan wawancara, atau hasil wawancara/pengamatan satu dengan yang lain. Akibatnya sajian deskriptif penelitian mahasiswa tak lebih seperti liputan peristiwa seorang jurnalis. Pada hal semestinya, dari tumpukan informasi/data itu mereka harus melakukan proses reduksi data berupa pengkodean, pengategorisasian, pelabelan, baru selanjutnya penyajian dengan seni kualitatif yang mendalam dan komprehensif.

Keenam, problem sub pembahasan pada bab hasil penelitian. Sub seperti ini benar-benar berbau kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, ketika si peneliti mulai mendeskripsikan data, maka ia harus mengerahkan kemampuan membahasnya secara tajam. Ia menganalisis penomena dengan berpijak kepada kecukupan dan kekomprehensifan konsep dan teori yang dibutuhkan oleh penelitiannya. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, bab hasil penelitian adalah hasil operasi berbagai rumus olah data yang dirujuk, dan hasilya berupa sajian angka-angka statistik. Oleh karena itu si peneliti mesti memberikan komentar kritisnya terhadap sajian angka-angka statistik itu. Sajian deskriptif inilah yang disebut pembahasan atau diskusi hasil penelitian.
 
Ketujuh, problem menetapkan kesimpulan. Mahasiswa, terutama S.1, sering kali menggunakan kategori "sangat baik", "baik", "cukup", "kurang" atau dengan istilah lainnya ketika menuliskan kesimpulan penelitian kualitatif. Pada hal kategori-kategori seperti itu adalah kategori penyimpulan dalam kuantitatif. Skala nilai 70-80 misalnya dikategorikan "baik" dan seterusnya. Penyimpulan kualitatif tidak mengenal kategori-kategori seperti itu. Mengapa demikian? Karena penelitian kualitatif hanya berpretensi menyimpulkan fenomena sesuatu dengan kalimat deskriptif-komprehensif-mendalam yang  dipandang sebagai simpulan yang radikal (simpulan yang berasal dari perspektif pokok  subjek/informan).  *** 
_____________________________
Gambar: Pelaksanaan Monev LPM pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 12/10/2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar