Selasa, 20 Oktober 2020

INTEGRASI ILMU DALAM PERKULIAHAN: METODE KOMPARATIF DIALEKTIK DAN KOMPARATIF ASOSIATIF



Berdasarkan pengamatan dan pengalaman bertahun-tahun dalam mengikuti dan megasuh perkuliahan, maka sementara ini saya berkesimpulan bahwa metode yang paling mudah dan aplikatif dalam pengintegrasian dan penginterkoneksian agama dan sains berparadigma teoantropoekosentris  (integrasi materi) dalam proses perkuliahan (pembelajaran) adalah metode komparatif dialektik dan komparatif asosiatif. 

Pengertian Istilah

(1) Istilah komparatif (perbandingan) adalah membandingkan perspektif saintifik suatu materi keilmuan dengan perspektif filosofik keagamaan. Sementarta istilah dialektik (dialektika) adalah proses tesis anti tesis antara satu konsep dengan konsep lain sehingga muncul suatu sintesis pemahaman. Dengan demikian, metode komparatif dialektik artinya pembandingan suatu materi dari suatu rumpun ilmu dengan materi rumpun ilmu lain dalam suatu proses dialektik untuk memunculkan suatu sintesis pemahaman. (2) Metode komparatif asosiatif adalah pembandingan dua materi berbeda yang lebih menunjukkan konten persamaan atau saling mendukung.  (3) Materi bawaan adalah materi awal atau asli suatu disiplin ilmu.

Apa maksud metode ini?

Metode perbandingan komparatif dialektik artinya metode penyampaian materi perkuliahan dengan membandingkan (mengkomparasikan) dalam suatu proses dialektik antara materi bawaan yang saintifik dengan materi berdasarkan perspektif keagamaan. Dengan demikian, seorang dosen secara konsisten membandingkan materi keilmuan yang saintifik dengan materi perspektif keagamaan yang normatif, teologis atau filosofik, dan sekaligus menunjukkan sisi posisi strategis ilmu keagamaan dalam struktur bangunan keilmuan. Sementera metode komparatif asosiatif adalah metode penyampaian materi perkuliahan dengan cara membandinghubungkan dengan ilmu pada wilayah sains (hadharatul 'ilm).

Contoh dalam Ilmu Non Keagamaan

Dalam pembahasan mata kuliah filsafat Ilmu ada materi tentang positivisme. Seorang dosen misalnya menjelaskan kepada mahasiswa, "Aliran filsafat ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar hanya pengetahuan yang faktual atau yang yang dapat dibuktikan melalui penginderaan. Di luar itu, tidak termasuk sebagai pengetahuan yang benar misalnya pengetahuan metafisika dan keagamaan." Pandangan ini dapat dikomparasikan secara dialektik dengan perspektif keagamaan sebagai mana contoh penjelasan lanjutan berikut ini, "Positivisme ini mereduksi manusia dan alam bagaikan perabotan mesin. Filsafat ini menutup diri untuk melihat keindahan, keserasian dan keteraturan pada penciptaan manusia dan alam semesta. Bagi Islam, justru keindahan, keserasian dan ketaraturan itu sebagian dari tanda-tanda keagungan (ayat) Allah SWT. Al-Qur`an, misalnya surat Ali Imran ayat 190 menyebut hal ini. Inna fi khalqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili wan nahari la`ayatin liulil albab. (Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih berganti malam dan siang adalah ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah). Dengan demikian, bagi Islam, justru hakikat pengetahuan itu bukan berada pada wilayah faktual-empirikal itu, tapi apa yang berada dibalik yang faktual-empirikal itu." 

Dalam contoh di atas, telah terdemonstrasikan apa yang disebut dengan metode komparatif dialektik dalam mengintegrasikan agama dan sains. Dengan cara demikian, maka bentangan Filsafat Ilmu yang disampaikan kepada mahasiswa tidak lagi bercorak Barat an sich. Tapi sudah dapat disebut sebagai Filsafat Ilmu Perspektif Islam.  

Bagaimana dalam Ilmu Keagamaan?

Seorang dosen dalam ilmu keagamaan misalnya menjelaskan di hadapan mahasiswa, "Kita baru saja mendiskusikan salah satu materi tafsir tarbawi yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjelaskan bahwa aktifitas membaca mesti dimulai dengan bismillah. Objek yang diperintahkan dibaca oleh Nabi pada saat itu adalah ayat qauliyah (wahyu tertulis). Allah adalah adalah Dzat Maha Suci yang menciptakan. Ia menciptakan manusia dari 'alaq. Ia Tuhan Yang Maha Mulia. Tuhan yang mengajari dengan perantaraan qalam (pena) yaitu ilmu yang tersurat; dan mengajari manusia tentang hal-hal yang belum diketahui (ilmu yang tersirat). Selanjutnya dosen menjelaskan, "Ayat ini dapat menjadi salah satu dasar perumusan epistemologi ilmu pengetahuan dalam Islam. Dalam perspektif klasifikasi ilmu, maka ilmu pengetahuan dalam ayat ini terbagi dua, yaitu ilmu berian (hudhuri) dan ilmu carian (hushuli). Ilmu berian berupa ilmu yang diajarkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril, sementara ilmu carian adalah ilmu yang diperoleh manusia melalui proses mencari atau meneliti."

Penjelasan terakhir ini adalah contoh demonstrasi metode komparatif asosiatif. Dalam penerapannya di sini menggunakan argumen dari wilayah filsafat Islam (hadharatul falsafah). Pendekatan integrasi yang digunakan lebih kepada pendekatan interdisipliner. Allahu a'lam.***

___________________________  

Foto: Rapat Teknis Pelaksanaan Wisuda tahap ke-2 Tahun 2020 pada 20/10/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar