Selasa, 15 September 2020

INTEGRASI ILMU: SUDAH BEBASKAH KITA DARI SEKULARISME ILMU?

 


Kolonialisme dan imperialisme menyisakan banyak hal yang buruk pada bangsa jajahan. Salah satunya adalah sekularisme atau westernisme pemikiran. Indonesia adalah di antara contoh negeri Muslim yang mengalami sekularisme pemikiran dimaksud. Akibat lanjutannya adalah kaum intelektual negeri ini mengalami pembaratan ilmu dan kebudayaan. Tanpa sadar, dalam hal keilmuan, mode berpikir materialisme-ateistik Barat mencoraki bangunan berpikir kaum terpelajar (baca juga: kaum intelektual) di Nusantara ini. Apa bukti-buktinya? Pertama, kaum terpelajar menerima tanpa reserve, asumsi-asumsi keilmuan Barat bahwa yang ilmiah itu tidak berhubungan dengan Tuhan. Berpikir ilmiah adalah berpikir positif, dan tidak berkaitan dengan agama. Kedua, Keilmiahan tidak bersangkut-paut dengan hal-hal metafisika. Lanjutan pandangan ini yaitu penolakan  terhadap pencarian dan segala deskripsi keilmuan berbau metafisika. Ketiga,sebagai dampak lebih lanjut dari yang pertama dan kedua yaitu terkonstruksinya pandangan bahwa kebenaran ilmiah hanya kebenaran yang dapat dibuktikan dengan akal dan indera. Segala hal yang tidak logis dan indrawi, maka tidak dipandang sebagai kebenaran ilmiah. Tiga poin pandangan ini tidak mengakui eksistensi hati sebagai salah satu organ psikis yang memberi manusia kebenaran.

Akibat buruk dari terbentuknya pandangan ilmiah yang sekularistik-ateistik ini, yaitu kaum intelektual Muslim terpenjara ke dalam penjara dualisme (dikhotomi) ilmu pengetahuan. Bahkan lebih parah, sebagian besar kaum intelektual ini meminggirkan dan menolak narasi agama masuk ke dalam deskripsi ilmiah. Mereka berpendapat, jika narasi agama masuk ke dalam ilmu pengetahuan ilmiah, maka derajat ilmu pengetahuan dimaksud akan turun, bahkan akan menjadi "sampah" keilmuan.

Secara praktikal, ketika kaum intelektual yang "terbaratkan" ini mentransper ilmunya, maka --- tanpa sadar--- mereka meneruskan dan mewariskan pandangan-pandangan yang sekularistik-ateistik ini kepada generasi muda Muslim. Oleh karena itu logis sekali jika generasi muda ini tidak melihat satu titik pun cahaya Tuhan dan kekuasaan-Nya dalam spektrum dunia ilmiah yang mereka geluti. Lebih parah lagi, anak-anak muda ini menjadikan asumsi-asusmi dan postulasi-postulasi ilmiah yang ateistik ini untuk menolak narasi yang bersumber dari agama.

Jika corak bangunan keilmuan yang sekularistik-ateistik ini masih bertahan, maka sebenarnya kita masih berada pada politeistik (kemusyrikan) keilmuan. Oleh karena itu, fardu 'ain bagi masing-masing kita untuk mentauhidkan (mengesakan) bangunan keilmuan kita, sehingga kita terbebas dari dualisme (dikhotomi) keilmuan. 

Mari kita perjuangkan langkah-langkah pentauhidan ilmu ini. Semoga kita sebagai guru dan dosen menjadi pembersih dan penyelamat generasi muda kita dari sekularisme dan ateisme pemikiran. Selanjutnya, ilmu apa pun yang kita sampaikan kepada generasi muda kita akan berkonstribusi bagi peningkatan iman dan takwa mereka. ***

____________________________

Keterangan Foto: Kegiatan RDK LPM yang dihadiri Sekdakab Tapanuli Selatan

3 komentar:

  1. Sangat yakin secara haqqul yakin bila umat Islam tidak sepakat dengan perspektif ini maka jati diri muslim yg sesungguhnya tidak akan ditemukan lg. Al-qur'an cukup lengkap memberi arahan untuk membangun Paradiqma berpengetahuan Islami. Tidak kurang dari 3000 ayat Qur'an menganggur ttg panduan Ontologi, Epistemologi dan Axiologi tapi.kita asik dengan kajian kecil. Hingga berislam kita menjadi Aliransentris. Mari kita kembali, mari kita pulang sebelum tetlambat.

    BalasHapus
  2. Disitegrasi ilmu dan agama di Barat suatu keniscayaan karna punya historis yang kelam.

    BalasHapus
  3. Benar bang Iwan. Amat disayangkan, pasca peradaban Islam runtuh, praktis hadharatul falsafah dan hadharatul ilmi hampir-hampir ditinggalkan. Umat Islam secara dominan hanya menyibukkan pada hadharatun nash yang terjebak pada taqdis al-afkar ad-diniy itu (pengkudusan pemikiran agama).

    Pengalaman Barat memang demikian, adinda Habibi. Mereka punya masalah dengan doktrin agamanya yang bertentanga dengan sains. Dampaknya tokoh-tokohnya mengembangkan paradigma ilmiah yang membuang agama dan metafisika. Paradigma ini pulalah yang masuk ke alam pikiran dunia Islam.

    BalasHapus