Al-Qur`an sesungguhnya ---secara reflektif--- menunjukkan jalan bernalar yang penting diikuti dan menjadi panduan bagi manusia, khususnya muslim. Jalan bernalar Al-Qur`an dapat dipahami dengan cara membaca dengan seksama dan utuh kesinambungan ayat demi ayat, apakah dalam surat-surat pendek atau surat-surat yang panjang. Sebagai contoh, mari membaca petikan terjemahan surat Asy-Syams/91 ayat 1-15 berikut:
- Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari,
- demi bulan apabila mengirinya,
- demi siang apabila menampakkannya,
- demi malam apabila menutupinya (gelap gulita),
- demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan),
- demi bumi serta penghamparannya,
- demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan)nya,
- maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,
- sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu),
- dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.
- (Kaum) Samud telah mendustakan (Rasul-Nya) karena mereka melampaui batas (zalim),
- ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
- lalu Rasul Allah (Salih) berkata kepada mereka, "(Biarkanlah) unta betina dari Allah ini dengan minumannya."
- Namun mereka mendustakannya dan menyembelihnya, karena itu Tuhan membinasakan mereka karena dosanya, lalu diratakan-Nya (dengan tanah).
- Dan Dia tidak takut terhadap akibatnya.
Ayat ini memperlihatkan bahwa pertama-tama Allah SWT mengajak manusia untuk melihat dan memahami fakta-fakta empirik yang dapat disaksikan langsung dengan mata kepala yaitu matahari, waktu dhuha, bulan yang mengiringi, siang yang terang benderang, malam yang menutupi, langit yang terbina kokoh, bumi yang terhampar (ayat 1-6). Selanjutnya Allah mengajak untuk memahami fakta rasional-psikis yaitu jiwa dan penyempurnaannya (eksistensi abstrak) pada ayat 7-10. Pada ayat selanjutnya (11-14), Allah SWT menjelaskan past historical facts. Kemudian diakhiri dengan pernyataan rasional-transenden tentang "penyikapan" Tuhan sendiri terhadap kebinasaan yang ditimpakan kepada umat masa lalu, yaitu sikap yang ---Maha Suci Allah dari--- khawatir terhadap akibat-akibat destruktif yang dialami manusia.
Membaca ulang penjelasan di atas, tampak dengan jelas bahwa fakta-fakta empirik ini disajikan dalam konteks sumpah Tuhan kepada manusia. Setelah itu Al-Qur`an membawa nalar manusia mempersepsi fakta-psikis tentang eksistensi ontologis nafs (jiwa). Lebih lanjut, Allah menyampaikan pesan religius kepada manusia tentang urgensi tazkiyatunnafs. Di akhir surat Asy-Syams ditutup dengan pernyataan transenden bahwa Allah tidak khawatir sedikitpun apa lagi takut terhadap akibat yang muncul dari sunnatullah yang ditetapkan-Nya. Maha Suci Allah dari sikap khawatir itu.
Jika diamati secara kritis, maka objek penalaran pada surat Asy-Syams di atas dapat diskemakan sebagai berikut:
Empirik-Sensual ---> Empirik-Rasional---> Empirik-Intuitif---> Empirik-Transenden
Selanjutnya, jalan berpikir dalam surat Asy-Syams dapat dikonsepkan sebagai berikut:
Berpikir Empirik---> Berpikir Rasional---> Berpikir Intuitif---> Berpikir Transenden
Jalan bernalan Qur'ani tidak selalu linear sebagai mana pada sekema di atas. Terkadang jalan penalarannya bisa dimulai dari empirik-transenden atau empirik-rasional. Atau bisa juga dari empirik-rasional, dan atau empirik-sensual. Namun demikian, satu hal yang penting digarisbawahi bahwa domain penalaran di atas terbangun integratif. Penalaran demikian ini mesti diadopsi dalam pengembangan ilmu agama, sosial-humaniora,dan sains pada lembaga-lembaga pendidikan dan atau penelitian.
Bernalar Qur'ani meniscayakan agar seorang pemikir Muslim tidak saja memikirkan objek yang teramati dan terpikirkan, tetapi lebih jauh mesti memikirkan future facts al-ula dan future facts al-akhirah. Future facts al-ula adalah fakta masa depan di dunia, yang dapat diestimasi secara rasional akan terjadinya di dunia, sementara future facts al-akhirah adalah fakta masa depan yang jauh yang akan terjadi di akhirat (kehidupan setelah mati). Allahu a'lam.
Gambar:
Penutupan Raker Akademik, Pangeran Beach Hotel, Padang, 09 Maret 2024.
nice to read
BalasHapus