Selasa, 26 Maret 2024

MEMAHAMI KANDUNGAN AL-QUR`AN: PEGANTAR AWAL BAGI MAHASISWA MUSLIM

Al-Qur`an adalah pedoman hidup bagi umat manusia sepanjang zaman. Di era modern kontemporer yang disebut juga era society 5.0 masa kini, Al-Qur`an mesti tetap menjadi pedoman yang aktual bagi setiap Muslim. Bahkan hingga dunia fana ini berakhir. Namun, amat disayangkan tidak sedikit individu Muslim yang berpandangan bahwa Al-Qur`an telah ketinggalan zaman. Di sisi lain, tidak sedikit pula kaum Muslimin yang  memberlakukan Al-Qur`an hanya Kitab yang dibaca untuk keperluan menambah atau mengirim hadiah pahala. Bagi Muslim yang demikian ini, Al-Qur`an tidak lagi berposisi sebagai pedoman  yang mesti dijadikan pemandu hidup dan kehidupan.

  Tulisan singkat ini menjelaskan cara sederhana memahami Al-Qur`an agar saat membacanya benar-benar terasa aktual dengan kehidupan setiap Muslim. Sehingga ---insya Allah--- tetap terasa sangat relevan dan aktual dalam membimbing hidup manusia kepada kebaikan duniawi dan ukhrawi.

Sebelum masuk ke dalam samudra pengetahuan Al-Quran, sadarilah bahwa Al-Quran bukan tulisan biasa. Kitab ini adalah kalam Allah yang ---untuk memperoleh makna-makna yang dikandungnya--- memerlukan tidak saja kecerdasan intelek, tapi juga kecerdasan ruhaniah/hati.

Berikut ini dijelaskan cara sederhana memahami Al-Quran sehingga ---insya Allah--- benar-benar terasa aktual dan sangat cerdas dalam membimbing kehidupan setiap Muslim dan masyarakat Muslim. 

     Pertama, kenali surat yang dibaca. Perhatikan apakah surat yang dibaca termasuk kelompok surat-surat Makkiyah atau Madaniyah. Surat-surat Makkiyah adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang turun sebelum Nabi Saw., dan para Sahabat hijrah ke Madinah. Sementara surat-surat Madaniyah adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang turun setelah peristiwa Hijrah. Secara umum, surat-surat Makkiyah berisi tuntunan, bimbingan, peringatan agar menjauhi sikap hidup musyrik dan segala konsekuensi yang dimunculkannya, seperti perbudakan, pengabaian hak-hak kaum miskin, penindasan terhadap si lemah dan sikap-sikap diskriminatif lainnya. Surat-surat Makkiyah juga secara umum mengingatkan tentang hari berbangkit atau kehidupan setelah mati dan kebenaran Al-Quran. Sementara surat-surat Madaniyah secara umum menjelaskan tuntunan hidup utama seperti akhlak, ibadah, dan mu'amalah. Berbarengan dengan itu dituntunkan pula pembentukan individu dan masyarakat utama yang muttaqin dan muhsinin. Dalam pembentukan masyarakat, surat-surat Madaniyah menuntunkan pembentukan qaryah thayyibah atau baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

    Kedua, lihatlah munasabat al-ayat, yaitu kaitan ayat yang dibaca dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Bahkan, perlu juga dilihat ayat lain yang berkaitan yang penempatannya ada pada surat yang berbeda. Al-Qur`an ---ibarat susunan tubuh manusia dan alam semesta--- saling kait secara logis dan organis. Keseluruhannya tidak boleh dipisah-pisahkan. Lihatlah misalnya, di awal ada anjuran bertakwa, di tengah juga di jumpai anjuran yang sama, begitu pula di ujung/akhir mushaf. 

      Ketiga, padukan pemahaman tekstual dengan kontekstual. Memahami Al-Qur`an tidak cukup hanya dengan memahami makna teks  atau terjemahan. Memahami teks saja seringkali menyimpang dari makna yang benar. Contoh Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 191:

وَا قْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَ خْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ وَا لْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقٰتِلُوْهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ حَتّٰى يُقٰتِلُوْكُمْ فِيْهِ ۚ فَاِ نْ قٰتَلُوْكُمْ فَا قْتُلُوْهُمْ ۗ كَذٰلِكَ جَزَآءُ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya:

"Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir."

     Kalau ayat ini hanya dipahami secara tekstual, maka akan termaknai secara salah yaitu seorang Muslim boleh membunuh orang kafir dimana saja bertemu. Ini suatu kesimpulan yang bertentangan dengan pesan sesungguhnya ayat Al-Qur`an. Oleh karena itu, dalam memahami ayat yang demikian ini, jangan lepaskan makna tekstual dari konteks sosial-historis ketika ayat ini diturunkan. Di sinilah kita perlu mempelajari sirah Rasulillah Saw., dan para sahabat.

        Konteks ayat ini sesungguhnya adalah situasi konflik bersenjata (perang) antara pasukan Muslimin yang dipimpin Rasulullah berhadapan dengan kaum Musyrikin Makkah. Jadi, konteksnya bukan situasi masyarakat yang damai. Dalam situasi perang maka bunuhlah pada jalan Allah (fi sabilillah) musuh yang memerangi kaum Muslimin di mana saja berjumpa. Namun orang yang tidak memerangi kamu (memilih berdamai) jangan diperangi. 

        Ayat di atas ini akan semakin dipahami maksud-maksud idealnya dengan membaca Hadits terkait serta pandangan para sahabat era Nabi Saw tentang perang fi sabilillah. Umar bin Khattab r.a., menegaskan bahwa dalam perang fi sabilillah tidak boleh memerangi anak-anak, orang-orang tua, dan mereka yang bertahan di rumah-rumah ibadah. Perang fi sabilillah adalah perang membela agama Allah, bukan perang balas dendam. Perang jihad fi sabilillah adalah perang syahid. Perang pembuktian syahadat.

    Sebagai pintu masuk ke dalam pemahaman kontekstual ayat Al-Quran, ulama terdahulu telah membantu kita dengan konsep/teori makkiyah-madaniyyah, dan asbabun nuzul. Konsep ini adalah pengantar awal untuk memahami konteks sosio-historis (sosial-kesejarahan) ayat Al-Qur`an saat diturunkan. Kalau ingin lebih serius dapat menerapkan pendekatan studi Islam kontemporer dalam memahami ayat Al-Qur`an seperti pendekatan sosiologis, antropologis, hermeneutika, dan bahkan psikologis dan filsafat.

      Keempat, dari pemahaman konteks sosio-historis teruslah ber-tadabbur ke lokus ide sosial-moral ayat-ayat (makna universal) Al-Qur`an. Kalamullah yang menggunakan bahasa manusia sesungguhnya adalah simbol pengungkapan makna ideal-moral atau makna-makna universal, bahkan pandangan dunia (world view) yang  menjadi visi dan cita-cita Al-Quran untuk diterapkan.

  Kelima, dari ide sosial moral, teruskan pendalaman ke lubuk pengetahuan 'irfani Al-Quran dengan menerapkan manhaj ma'rifah al-qalbiyyah. Cara terakhir ini tentu saja hanya dapat dilakukan oleh ilmuan yang shalih dan berhati bersih. Dengan manhaj ma'rifah al-qalbiyyah, seorang hamba akan memperoleh rahmat ilmu hudhuri atau ilmu ladunniy yang datang dari balik tabir. Pengetahuan terakhir ini akan menyempurnakan pemahaman tekstual dan kontekstual ayat-ayat Al-Quran. Allahu a'lam.
___________________

*Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

Gambar: 
Konsultasi tentang Penetapan Tarif Pendapatan BLU UIN Syahada Padangsidimpuan, Wisma PHI Jakarta Pusat, 4 Maret 2024.

8 komentar:

  1. Masya Allah Tabarakallah, bermanfaat sekali bagi pembaca. Jazakumallah kheir bapak ilmunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin. Allahu yujzina al-khair, insya Allah

      Hapus
  2. Memposisikan Al Qur’an bukan Hanya sebagai pengantar untuk mendapat pahala tetapi untuk menjadi pedoman hidup .Barakallah Guru Kami,syukron Ilmu nya

    BalasHapus
  3. Masya Allah tabarakallah ustadz

    BalasHapus
  4. Dari yang saya fahami ada 5 tips untuk memahami dan mengamalkan Al-Quran sebagai Pedoman hidup.

    BalasHapus