Jumat, 18 November 2022

HAKIKAT PESERTA DIDIK



Pembahasan kita pada pertemuan hari ini tentang hakikat peserta didik. Pembahasan ini hanya melihat sisi manusia sebagai peserta didik atau makhluk pembelajar. Jadi tidak melihat sisi keinsanan dalam konteks pendidikan secara keseluruhan.

Lebih jelasnya, pembahasan kita hanya fokus tentang manusia sebagai peserta didik. Bukan tentang manusia sebagai suatu keseluruhan.

Manusia sebagai peserta didik inilah yang akan kita kaji dalam perspektif ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Perspektif Ontologi
Sebagai makhluk terbaik (ahsanu taqwim) yang diciptakan Allah, peserta didik adalah pemelajar yang telah dibekali Allah memiliki potensi dan bakat bawaan. Ia memiliki quwwatul fikriyyah, quwwatun nafsiyah dan quwwatur ruhiyyah
Dalam pembahasan tentang hakikat manusia sebagai suatu totalitas makhluk paling mulià, telah kita diskusikan tentang potensi Asma' al-Husna pada diri setiap insan. Potensi ini ada pada diri manusia melalui peniupan ruh. Pendidik mesti mengenali potensi Ilahiyah pada pemelajar ini dan mendorong serta mengondisikan untuk pengaktualan dan pengembangannya secara optimal melalui pembelajaran. Pendidik juga mesti memahami kecenderungan psikis setiap jiwa peserta didik yang secara fitrati condong kepada kebaikan, kebenaran dan kesucian. Kondisi psikis yang demikian inilah yang disebut dengan fitrah berketuhanan atau fitrah berkepercayaan tauhid (monoteistik) yang telah terpatron secara natural pada setiap diri peserta didik.
Dengan demikian, keseluruhan upaya aktualitas potensi Asma' al-Husna mesti berkembang menuju puncak kebaikan, kebenaran dan kesucian.

Perspektif Epistemologi
Bagian ini mempertanyakan secara filosofis bagaimana mendidik makhluk sipemelajar ini. Mendidik ini menantang untuk memikirkan filosofi, paradigma, konsep, dan metodologi mendidik. Upaya metodologis ini tentu harus koheren (konsisten) dengan pandangan ontologis tentang pemelajar sebagai insan yang memiliki quwwatur ruhiyah, quwwatul fikriyah/'aqliyah, dan quwwatun nafsiyyah.

Al-Qur'an dan Sunnah memberi bimbingan dalam membelajarkan peserta didik. Bimbingan dimaksud tampak dalam konteks pendidikan dan dakwah. Contoh bimbingan itu misalnya:
1. Al-Qur'an surat Al-'Alaq ayat 1-5:
اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ 
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,"

خَلَقَ الْاِ نْسَا نَ مِنْ عَلَقٍ 
"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah."

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَ كْرَمُ 
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia."

الَّذِيْ عَلَّمَ بِا لْقَلَمِ 
"Yang mengajar (manusia) dengan pena."

عَلَّمَ الْاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 
"Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."
(QS. Al-'Alaq 96: Ayat 5)

2. Hadits


Perspektif Aksiologi
Pembahasan bagian ini melihat tujuan akhir yang hendak dicapai dalam mendidik si pemelajar. 
Berbagai kajian para ahli menyebutkan bahwa tujuan akhir mendidik si pemelajar menjadi insan kamil.

Catatan:

*Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar