Jumat, 07 Oktober 2022

HAKIKAT WUJUD DAN HAKIKAT ALAM SEMESTA


Pendahuluan

Alam semesta adalah ruang bagi manusia membangun peradaban untuk menunaikan tugas kekhalifahan. Dalam konteks pembangunan peradaban, tidak ada cara yang paling cerdas kecuali melalui pendidikan. Oleh karena itu, tidak salah jika dinyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya paling strategis dan paling penting untuk ditempuh dalam menunaikan misi pokok kehadiran manusia di muka bumi, yaitu misi pengadaban (li utammima makarim al-akhlaq).

Pendidikan sendiri, pada hakikatnya adalah upaya pengadaban manusia. Pengadaban ini dilangsungkan di suatu ruang kehidupan di alam semesta. Oleh karena itu, pemahaman filosofis tentang alam semesta ini urgen dalam pengembangan pendidikan. Wujud-wujud di alam semesta, selain menjadi ruang pendidikan  juga menjadi sumber daya pengelolaan pendidikan. Dalam kaitan ini, amat penting untuk memahami apa sesungguhnya alam semesta ini. Bagaimana hakikatnya. Bagaimana karakteristik metafisisnya. Bagaimana stratifikasinya, dan sebagainya.


Perspektif tentang Wujud

Perspektif filsafat Barat (positivisme) tentang wujud bertentangan dengan perspektif filsafat Islam. Wujud dalam positivisme hanya dipahami segala yang bersifat material (wujud pisik). Di luar yang material tidak mereka pandang sebagai wujud. Pandangan ini menambah problematik pemahaman tentang alam dan juga manusia. Karena mengingkari adanya wujud yang bersifat non indrawi (abstrak). Bagi umat beragama, pandangan ini akan mendestruksi keimanannya.

Dalam filsafat Islam, wujud dibagi kepada wajib al-wujud dan mumkin al-wujud (wujud mutlak dan wujud relatif). Keberadaan mumkin al-wujud bergantung kepada wajib al-wujud. Wajib al-wujud bersifat qadim dan baqa'. Sementara mumkin al-wujud bereksistensi dalam keterhinggaan, keterbatasan dan ketergantungan. Wajib al-Wujud adalah Tuhan, sementara mumkin al-wujud adalah ciptaan (makhluk), yaitu seluruh wujud selain Allah.

Dalam menjelaskan hubungan antara Tuhan sebagai Wajib al-Wujud (realitas absolut) dengan dunia fisik material jagad raya sebagai mumkin al-wujud (realitas relatif), Syed Muhammad Naquib al-Attas meminjam artikulasi para sufi seperti Ibn al-'Arabiy tentang tanazzul (kemenurunan ontologis) dari Wujud Absolut hingga realitas fisik-material-indrawi dalam lima tahap non spasial-temporal sbb:1]
1) Kesatuan Ilahiy (Wahidiyyah)
2) Nama-nama dan sifat-sifat (al-asma' wa al-shifat)
3) Arketip-arketip permanen (al-a'yan al-tsabitah)
4) Arketip-arketip eksterior (al-a'yan al-kharijiyyah)
5) Alam indrawi ('alam al-syahadah).  


Metafisika Penciptaan

Filosof dan ilmuan Barat sekuler bertahan dengan pandangan bahwa wujud-wujud di alam semesta ini terjadi dengan sendirinya. Penjelasan tentang proses kejadian alam semesta yang berisi ribuan atau mungkin lebih galaksi di dalamnya, hanya berhenti pada teori big bang (ledakan dahsyat). Mereka hanya menyebut bahwa kekuatan mengembang dari ledakan itu disebabkan oleh energi hitam, dan tidak lagi mencari tahu apa dan siapa di balik keteraturan dan keindahan susunan yang ada di alam semesta ini. Mereka menutup mata dan hati dari Allah SWT, Sang Kreator Maha Hebat dari alam semesta ini. Teori ledakan yang dipandang sebagai penyebab tunggal terjadinya alam semesta dengan ribuan atau mungkin lebih galaksinya didasarkan kepada argumentasi ilmiah berikut:

Teori Big bang menggambarkan penciptaan alam semesta sebagai sebuah ekspansi materi yang kemudian meledak seperti balon raksasa yang terus diisi udara. Sisa ledakan tersebut kemudian masing-masing menjadi bibit terbentuknya galaksi, sistem tata surya, dan berbagai objek pengisinya. 

Para kosmolog dan ahli fisika menyebut alam semesta saat ini masih terus meluas sebagai efek dari ledakan Big Bang. Bahkan kecepatan perluasannya diyakini terus bertambah.

Para ilmuwan juga telah menemukan jejak termal yang diprediksi dari Big Bang, radiasi gelombang mikro kosmik yang menyelimuti alam semesta. Dalam jejak termal tersebut tidak ditemukan objek yang lebih tua dari 13,7 miliar tahun. Ini menunjukkan bahwa alam semesta lahir pada sekitar waktu itu (saat fenomena Big Bang).

"Semua hal ini menempatkan Big Bang di atas fondasi yang sangat kokoh," kata Alex Filippenko, astrofisikawan dari University of California, Berkeley. "Big Bang adalah teori yang sangat sukses," imbuhnya.2]

 

Panorama langit yang menunjukkan distribusi galaksi di luar Bimasakti.

Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi beserta kuasar memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. Perpaduan selang pengamatan dengan teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar satu milyar tahun setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, beragam struktur astronomi lainnya yang semakin mulia seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang terus berevolusi dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan keadaan galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berlainan dari galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat berlainan dengan galaksi-galaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, berlandaskan dengan simulasi pembentukan alam semesta yang diakibatkan oleh Ledakan Dahysat.3]

Penjelasan ilmiah di atas boleh jadi benar, karena tampak dijelaskan dengan konsep dan teori fisika yang konsisten. Hanya saja, penjelasan ini mestinya tidak boleh berhenti pada ketakjuban terhadap penomena kosmik yang dapat dijelaskan dengan hukum-hukum fisika. Ketakjuban itu mestinya ditujukan kepada Sang Maha Kreator Yang Maha Esa, Allah Rabb 'Arsy al-'Azhim  yang telah meletakkan hukum-hukum yang teratur pada alam semesta sehingga manusia dapat mempelajarinya.

Penjelasan Ikhwan al-Shaffa berikut penting untuk dibaca:

Dia menciptakan karya-Nya ini mengejewantah, dengan tujuan akhir agar orang cerdas (ulul albab, pen.) dapat merenungkannya; dan Dia memperlihatkan semua yang ada di dunia-Nya yang tidak terlihat, sehingga pengamat dapat melihatnya dan mengakui keterampilan dan keunggulan-Nya, Kemahakuasaan dan Keesaan-Nya, dan tidak membutuhkan bukti dan demonstrasi. Lebih lanjut, bentuk-bentuk ini yang dirasakan di dunia material, adalah kemiripan yang ada di dunia roh, kecuali yang terakhir ini yang terdiri dari cahaya dan halus; sedangkan yang pertama gelap dan padat. Dan, sebagaimana sebuah gambar yang bersesuaian di setiap anggota tubuh dengan hewan yang diwakilinya, demikian pula bentuk-bentuk ini, bersesuaian dengan yang ditemukan di dunia spiritual. Tapi ini adalah penggerak, dan mereka yang digerakkan... bentuk-bentuk yang di dunia lain bertahan; sedangkan ini binasa dan berlalu.4]

Al-Qur`an, meskipun tidak banyak, juga berbicara tentang  kejadian alam (kosmogoni).  Fazlurrahman menjelaskan, tentang metafisika penciptaan, Al-Qur`an hanya mengatakan bahwa alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah, tercipta dengan perintahnya, "Jadilah". ([Allah] pencipta langit dan bumi. Apa bila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!", maka jadilah sesuatu itu. QS Al-Baqarah: 117). Ayat Al-Qur`an lainnya yang juga berbicara tentang penciptaan misalnya surat Ali Imran ayat 47 dan 59, Al-An'am ayat 73, An-Nahl ayat 40, dan lain-lain.4] Menarik membaca ayat penciptaan ini. Al-Qur`an menggunakan fi'il al-mudhari' untuk menyebut terjadinya sesuatu. Secara umum fi'il al-mudhari' dalam Al-Qur`an selalu menggambarkan perbuatan sedang terjadi (dalam proses) atau akan terjadi. Dalam surat Ali Imran ayat 47, ada kata perintah "Jadilah!" dalam konteks kelahiran Nabi Isa. Efek dari perintah itu dapat dimaknai "terjadi dalam proses". Artinya, kejadian Nabi Isa terjadi dalam proses kehamilan Siti Maryam.

Al-Qur`an memang memberi penjelasan gamblang bahwa penciptaan langit dan bumi ini terjadi dalam suatu proses waktu yang panjang. Allah menggambarkan dengan ungkapan fi sittati ayyam (enam masa). Dalam Al-A'raf ayat 54, misalnya, Allah menegaskan, "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di ats 'Arsy. ...". Dalam proses panjang itu disebutkan bahwa langit dan bumi itu pada mulanya suatu yang padu (kanata ratqan), lalu Allah memisahnya (QS Al-Anbiya` (21): 30). Boleh jadi teori Big Bang juga terinspirasi dari ayat ini.

Menarik untuk memahami lebih lanjut tentang metafisika penciptaan ini. Dalam surat Fussilat (41) ayat 11 dijelaskan bahwa setelah Allah menuju langit, yang ketika itu masih berupa asap, Allah berfirman kepada langit dan bumi, "... "Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku, dengan patuh (suka) atau terpaksa". Keduanya menjawab, "Kami datang dengan patuh." 

Perhatikan ayat ini, langit dan bumi diberi pilihan untuk datang kepada Allah dengan patuh, kesadaran (by nature) atau terpaksa (by accident). Namun, keduanya memilih datang dengan kesadaran. 

Oleh karena alam semesta (langit dan bumi) patuh dengan kesadaran, maka Al-Qur`an menyatakan keseluruhan alam semesta sebagai "Muslim" (yang patuh, pasrah, tunduk). Langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya (kecuali manusia yang dapat menjadi atau tidak menjadi "Muslim") menyerah kepada kehendak Allah (QS Ali Imran: 83), dan setiap sesuatu memuji Allah (Al-Hadid [57]: 1, Al-Hasyr [59]: 1, dll). Allah juga menyebut bahwa alam semesta ini bersujud kepada Allah, bahkan juga para malaikat dan sebagian besar manusia (QS Ar-Ra'd [13]: 15, An-Nahl [16]: 49 dan Al-Hajj [22]: 18).5]


Stratifikasi Wujud

Stratifikasi wujud yang terkenal di lingkungan kaum Sufi sebagai berikut:

  1. Alam syahadah (alam semesta yang empirik)
  2. Alam nasut (alam manusia sebagai mikrokosmos)
  3. Alam malakut (alam para malaikat)
  4. Alam lahut (hadhrat rububiyyah)
Berbeda dengan kaum sufi,  para filosof yang tergabung dalam Ikhwan al-Shaffa menyebut ada sembilan strata dalam penciptaan. Strata ini mereka analogikan kepada angka 9. Angka-angka menurut Ikhwan adalah "citra spiritual yang dihasilkan jiwa manusia dari pengulangan kesatuan." Dalam tulisan yang mereka buat, semua angka adalah proyeksi dari angka 1. Karenanya, bagi mereka angka 1 bukan angka pertama. Angka 2 lah bagi mereka angka pertama. Satu atau kesatuan itu sendiri, asal dan prinsip semua angka.6] Memang dapat dimengerti bahwa angka 2 dan seterusnya adalah pengembangan dari angka 1. Angka 9 adalah puncak dari angka. 

Fakta bahwa angka sembilan sebagai angka tertinggi dan terakhir, hal ini menurut Ikhwan menganalogikan adanya 9 strata wujud, yaitu:7]
1. Pencipta (Al-Bari Ta'ala)
2. Akal (al-'aql)
3. Jiwa (an-nafs)
4. Materi (al-hayula)
5. Watak (at-thabi'ah)
6. Tubuh (al-jism)
7. Planet
8. Unsur-unsur
9. Makhluk-makhluk dunia

Tujuan Penciptaan

Al-Quran memberi bimbingan bahwa alam semesta ini diciptakan dengan suatu tujuan yang jelas. Bimbingan ini dapat dipahami dalam konteks penciptaan manusia dalam Al-Baqarah ayat 30 dan Az-Zariyat ayat 56. Dalam Al-Baqarah ayat 30, Allah SWT memberitahu malaikat tentang rencana pasti menempatkan Adam a.s., (sudah tentu juga anak turunannya) untuk menjadi khalifah di bumi. Tugas pokok khalifah adalah memakmurkan bumi. Esensi tugas kekhalifahan itu adalah pengabdian (penyembahan, ta'abbudiyah) kepada Allah.

Menarik bahwa Ibnu Abbas r.a., disebut menafsirkan liya'buduni (untuk menyembah-Ku) pada Az-Zariyat 56 dengan makna liya'rifuni (untuk mengetahui-Ku). Mengetahui di sini adalah mengetahui Allah secara ruhaniah. 

Di kalangan Sufi ada kalimat sufistik populer:

كنت كنزا مخفيا فاجبت ان اعرف فخلقت خلقا فبي عرفوني

(Aku adalah perbendaharaan tersembunyi. Maka Aku mengharuskan bagi diriku agar diketahui. Maka Aku menciptakan makhluk. Sehingga [melalui makhluk itu] mereka mengetahuiku).

Catatan kaki:

1]Ach Maimun Syamsuddin, Integrasi Multidimensi Agama dan Sains, Jogjakarta: IRCiSoD, h. 182.

2] Artikel CNN Indonesia "Teori Big Bang: Penciptaan Alam Semesta Dimulai dari Singularitas" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220211082021-199-757812/teori-big-bang-penciptaan-alam-semesta-dimulai-dari-singularitas.

3]http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Big-Bang_24229_p2k-unkris.html
4]Seyyed Hossein Nasr, Doktrin-doktrin Kosmologi Islam, Yogyakarta: IRCiSoD, 2022,  h. 79.
5] Fazlurrahman, Tema Pokok Al-Qur`an,  Bandung: Pustaka, 1996, h. 95.
6] Seyyed Hossein Nasr, h. 84-85.
7] Seyyed Hossein Nasr, h. 88.

Gambar:
Sisi alam yang indah. Diambil saat melintasi jalan by pass Palopat PK-Batunadua Ujung, sekitar Masjid Syekh Zainal Abidin 9 Oktober 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar