Fiqh itu ilmu rasional. Pembahasannya berupa kaifiat, haiat dan juz'iat (tata cara, tingkah pola dan rincian) ibadah dan amaliyah hamba. Karena fiqh bersifat tekstual, rasional dan empirikal, maka di sini banyak terjadi ikhtilaf (perbedaan pemahaman dan pengamalan). Dalam pembahasan fiqih ini para ulama mengasaskannya kepada penalaran berdasarkan dalil dan ijtihad. Konsekuensi naturalnya, terjadi perbedaan metodologi dan selanjutnya tentu saja perbedaan kesimpulan hukum dalam banyak hal.
Ilmu 'irfani (pengetahuan ruhaniah) bekerja mencari dan memahami makna batiniah dari setiap objek, contohnya makna batiniah ibadah shalat. Sarana psikis yang digunakan dalam memahami makna batiniah dimaksud adalah qalbu (hati nurani). Cara qalbu dalam memahami suatu objek (misalnya aspek batiniah ibadah) yaitu dengan cara menghayati, merasakan, meresapi dan menyadari. Perlu diperjelas di sini bahwa objek batiniah itu tak dapat dibatasi, tak bisa dirinci dan tak mungkin diformulasi. Di sini hati setiap hamba akan mempersepsi dan merasakan kelapangan, keluasan, kedekatan dan keintiman hubungan spiritual dengan Allah SWT.
Oleh karena itu jika memahami ibadah hanya menggunakan fiqih, maka ruang pemahaman menjadi sempit karena terbatasi oleh juz'iyyat, haiat dan kaifiyyat suatu ibadah. Tetapi jika pemahaman fiqih ini dipadu dengan pemahaman 'irfani, maka ibadah akan dipahami dengan sangat lapang dan tanpa batas. Hal ini karena yang bekerja memahami ibadah adalah hati (qalbu) yang diikuti oleh akal.
Mengapa ada orang sangat ketat dalam fiqih? Karena dunia ilmunya baru dunia empiri dan rasio. Perlu dipertegas bahwa ilmu fiqih merupakan produk penggunaan akal. Akal hanya mampu menalar objek-objek yang berupa jism, bentuk atau materi. Sementara makna-makna 'irfani hanya mungkin ditangkap oleh qalbu.
Oleh karena itu, mereka yang ketat dalam fiqih tentu saja karena pengetahuannya belum sampai ke tingkat 'irfan. Pengetahuan agama yang yang hanya mengandalkan fiqih saja biasanya akan kaku, sempit dan bisa pula intoleran dalam pemahaman. Tetapi sebaliknya mereka yang mulai terbimbing dengan pengetahuan 'irfani akan lapang, fleksibel dan toleran dalam pemahaman dan pengamalan. Tentu saja fleksibelitas pemahaman dan pengamalannya masih dalam batas-batas Sunnah yang tertoleransi.
Kata Penutup
Pemahaman ibadah yang benar dan lurus tidak mungkin hanya mengandalkan pengetahuan fiqih, tetapi mesti naik ke tingkat pengetahuan 'irfan. Pengetahuan 'irfan ini akan mengantarkan hamba kepada kenikmatan ibadah kepada Allah SWT.
Jika fiqh dan ilmu 'irfani dilihat dalam perspektif jism dan jauhar; materi dan substansi; bentuk dan isi, maka fiqih itu adalah jism, materi atau bentuk. Sementara ilmu 'irfani adalah jauhar, substansi dan isi.
Fiqih adalah pengetahuan tentang bentuk-bentuk, sementara pengetahuan 'irfan adalah pengetahuan tentang makna-makna batini. Pengetahuan 'irfan tentu saja berada di atas pengetahuan fiqih. Allahu a'lam.
Sangat bermanfaat dan mencerahkan ayahanda. Terima kasih banyak bang ditunggu tulisan selanjutnya
BalasHapus