Alkisah, seorang ulama yang dihormati dan memiliki ilmu keagamaan yang mendalam ditanya oleh seorang murid. "Tuan, bagaimana shalat seseorang yang selalu ikut berjama'ah di mesjid dan tidak pernah melewatkan shalat sunnah rawatib tetapi ia bersikap kasar kepada saudara muslimnya hanya karena beda pemahaman dan pengamalan ibadah?"
Ulama dimaksud menjawab, "Shalatnya tidak akan diterima Allah. Karena ilmu dan ibadahnya justru membawanya kepada sikap angkuh, sombong dan merasa benar sendiri. Padahal semestinya, hamba yang istiqamah dengan shalatnya bersikap tawadhuk (rendah hati) kepada manusia, tak peduli muslim atau bukan." Selanjutnya, ulama itu menjelaskan, "Ketahuilah sikap sombong amat dekat kepada kesyirikan. Sikap sombong akan membuat orangnya merasa berada di atas orang lain dalam ilmu dan amal. Akibatnya ia dengan mudah merendahkan atau menghinakan ilmu dan ibadah orang lain. Dalam hal ini, ia sebenarnya telah berprilaku menindas terhadap orang lain dalam ilmu dan amal." Demikian ulama yang alim itu memberi wejangan.
Berpijak kepada penjelasan ulama tadi, seorang yang taat beribadah semestinya semakin rendah hati di bumi dalam segala hal. Bukan menjadi sombong, kasar dan semena-mena. Bukankah seluruh pernyataan zikir dan do'a kita dalam shalat bermakna pokok pengakuan dan penyadaran kita akan Kemahabesaran, Kemahasucian, Kemahaagungan, Kemahakuasaan, Kemahapengasihan, Kemahapenyayangan dan Kemahapengampunan Rabb kita, Allah SWT?
Marilah kita renungkan aspek ruhiyah (batini) bacaan zikir dan do'a dalam shalat.
Ketika berdiri di atas sajadah, setelah berniat, maka ucapan pertama kita adalah "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar). Takbir ini namanya takbiratul ihram, yaitu takbir penghormatan dan ketundukan kita kepada Rabb Yang Maha Besar dan Agung.
Dengan takbiratul ihram ini, maka setiap hamba yang shalat memposisikan dirinya sebagai hamba yang amat rendah, hina, amat kecil dan tak berdaya di hadapan Rabb Yang Maha Agung.
Selanjutnya, jika dalam do'a iftitah ia membaca "Allahumma ba'id...", maka ia pun menyadari bahwa dosa dan kesalahannya amat sangat banyak. Sehingga ia pun memohon kepada Rabb Yang Maha Besar agar ia dibersihkan dari dosa-dosa dan kesalahan yang tak terhingga itu.
Kalau ia membaca "Wajjahtu...", maka ia pun menghunjamkan kesadarannya bahwa ia sedang menghadapkan jiwa raganya kepada Rabb Pencipta langit dan bumi dengan lurus (hanif) lagi berpasrah diri kepada-Nya. Ia juga menegaskan kesadarannya bahwa shalat, pengorbanan, hidup dan matinya hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.
Aspek ruhiyah shalat yang dijelaskan di atas baru sebatas takbiratul ihram dan do'a iftitah, belum lagi bacaan-bacaan shalat lainnya.
Di akhir shalat, seorang hamba berucap, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" (Semoga as-salam [kedamaian, keselamatan], rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah kepada kalian).
Selepas shalat itu seyogianya seorang yang beriman memiliki hati yang amat damai dan menyejukkan kepada siapa saja. Terlebih-lebih kepada sesama kaum Muslimin.
Jika ada seorang Muslim yang rajin shalat tetapi tidak dapat menahan dirinya dari sikap kasar, sombong dan merendahkan orang lain, maka jelas sekali perilaku ini bertentangan dengan sikap tawadhuk (rendah hati) yang dididikkan oleh Allah melalui bacaan-bacaan shalat.
Tampaknya atas dasar berpikir seperti inilah mengapa ulama dimaksud membuat pernyataan bahwa shalatnya tidak akan diterima oleh Allah SWT. Karena perilakunya bertentangan dengan perilaku hamba yang taat kepada Allah.
Di sisi lain, hamba yang faham bahwa ia adalah hamba Allah, maka ia pun sangat sadar bahwa dipundaknya ada tugas kekhalifahan yaitu mewujudkan sifat-sifat Allah sebagaimana terangkum dalam Asma`ul Husna seperti Ar-rahman, Ar-rahim, dan sebagainya di muka bumi ini.
Dalam mengujudkan sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim itu, maka setiap orang beriman berupaya semampunya mengasihi dan menyayangi umat manusia dan makhluk Allah lainnya. Terlebih-lebih kepada sesama kaum beriman. Ia akan selalu terlibat dalam gerakan-gerakan yang membangun kasih-sayang san gerakan-gerakan kemanusiaan lainnya di muka bumi ini.
Ibadah shalat yang dilakukan dengan khusyuk, akan semakin menyadarkannya dengan tugas kekhalifahan dimaksud. Allahu a'lam.
Palopat PK, 17 Agustus 2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar