Minggu, 01 Mei 2011

MENGHINDAR DENGAN ALASAN FURU'IYAH

Oleh: Anhar

Banyak orang berkata, "Untuk apa membahas dan mendiskusikan masalah-masalah furu'iyah dalam ibadah shalat? Bukankah hal itu akan membuang-buang energi? Kalau diskusinya akademis, tentu apa salahnya. Bahkan menurut saya hal itu mesti dilakukan, kalau tidak, orang tidak akan mengetahui shalat yang standar dari Nabi SAW. Malahan kalau dibiarkan, bisa jadi suatu saat substansi dan formulasi ibadah yang dicontohkan Nabi yang mulia akan kabur.  Konon kabarnya, 'eling' yang dilakukan sebagian masyarakat di Jawa berawal dari kaburnya bentuk ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah.

Saya juga berkeyakinan, substansi dan formulasi shalat yang paling berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian, dan sudah tentu juga ridha ilahi adalah apa yang disunnahkan Nabi SAW.  Sebagai gambaran singkat, dalam keseluruhan pelaksanaan ibadah shalat, Nabi Muhammad SAW disaksikan oleh para sahabat lebih mengutamakan berdiri lama dengan membaca ayat Al-Qur`an dari pada duduk lama setelah salam. Beliau memanjatkan beragam berdo'a ketika permulaan (iftitah) shalat dibuktikan dengan keragaman do'a iftitah, juga keragaman do'a rukuk, i'tidal, sujud. Khusus ketika sujud, beliau mengatakan sebagai saat-saat seorang hamba amat dekat kepada Tuhan-nya, dan dengan demikian juga beliau menuntun supaya memanjatkan do'a ketika sujud.




Kemudian, berdasarkan kesaksian banyak sahabat --- sebagaimana terdokumentasikan dalam sejumlah hadis yang dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah Jilid I --- misalnya sahabat Ali bin Abi Thalib, Tsauban, Mu'adz bin Jabal, 'Abdullah bin Zubair, Mughirah bin Syu'bah, 'Uqbah bin 'Amir, Abu Umamah, dan lain-lain, ternyata dalam kesaksian mereka Nabi SAW tidak duduk lama berzikir sehabis shalat. Hal yang sering terjadi sehabis mengimami shalat berjamaah, beliau masuk rumahnya yang kebetulan bergandengan dengan mesjid untuk melaksanakan shalat sunat.

Ketika shalat, Nabi SAW fokus kepada khusyu' dan thuma`ninah. Sebagaimana tuntunan Al-Qur`an, beliau membaca setiap untaian bacaan shalat dan ayat Al-Qur`an dengan thadlarru`an (rendah diri) dan khufyatan (lemah lembut), atau khifatan (perasaan takut) dan thama'an (penuh harap). Ketika membaca ayat Al-Qur`an dalam shalat, disamping cara di atas,  beliau juga membaca dengan tartil.

Ringkasnya, shalat seperti itulah yang nampaknya membentuk kepribadian, yang juga berfungsi mencegah orang yang shalat dari perbuatan keji dan munkar. Wallahu a'lam.

2 komentar: