Dalam artikel sebelumnya "Sayap-sayap Ruhaniyah...", dijelaskan bahwa ada tiga lafaz zikir yang paling sering dibaca dalam satu putaran shalat lima waktu, yaitu tasbih, tahmid dan takbir. Ketiga lafaz ini bagaikan sayap-sayap utama yang membawa seorang hamba untuk naik (mi'raj) menuju hadhrat rububiyyah (hadirat Ketuhanan).
Dalam keseluruhan shalat itu, mulai dari niat hingga salam, Allah SWT menghendaki agar seorang Muslim melakukannya dengan adab yang tinggi. Nilai-nilai adab shalat dimaksud tersimpul dalam satu kata kunci yaitu khusyuk. Hamba yang khusyuk adalah hamba yang qalbunya senantiasa dipenuhi keyakinan dan harapan liqa' (bertemu) secara ruhaniah dengan Allah dan kesadaran akan kembali kepada-Nya.
Kondisi inilah yang mentransendensikan jiwa setiap hamba ketika ia beribadah menyembah-Nya.
Untuk transendensi diri menuju kesempurnaan membutuhkan kesucian ruhani dan jasmani. Seorang Muslim tidak mungkin mendekati Allah Yang Maha Suci jika ia tidak mengakui dosa-dosa di hadapan-Nya dan berkomitmen dengan teguh untuk tidak mengulanginya. Kalau pengakuan terhaďap dosa dan komitmen meninggalkannya sudah dibuktikan, maka Allah akan membuka pintu-pintu atau jalan-jalan pendakian (subul) menuju-Nya.1]
Pendakian untuk sampai kepada Allah, harus melewati jalan hablun minallah dan hablun minannas secara integral. Hal ini bermakna bahwa seorang Mukmin yang berjuang sampai kepada Allah mesti terus berproses memperbaiki diri agar menjalankan kepatuhan terhadap agama secara utuh (kaffah). Ingat firman Allah:*
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah/2: 208).
فَاِ نْ زَلَـلْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْکُمُ الْبَيِّنٰتُ فَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَکِيْمٌ
"Tetapi jika kamu tergelincir setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepadamu, ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah/2 ayat 209).
Di bagian lain Al-Qur'an ditunjukkan bahwa Allah mencela Muslim yang menjalankan kepatuhan hanya pada aspek hubungan vertikal (hablun minallah) sebagai orang yang beragama dengan penuh kepalsuan (yukadzdzibu biddin). Bahkan Muslim yang demikian ini dikecam sebagai orang yang celaka. (Baca QS. Al-Ma'un/107: 1-7).
Secara psikis, orang yang abai dengan aspek hubungan horizontal (hablun minannas), misalnya menutup mata terhadap derita orang lain, tentu orang seperti inilah yang memelihara kesombongan (egoisme) dalam dirinya. Orang demikian ini, meskipun secara lahiriyah tampak taat beribadah, tapi sesungguhnya ia tidak akan mencapai ke-khusyuk-an. Kesombongan akan jadi dinding penghalang munajat zikir dan do'anya sampai kepada Allah.
Oleh karena itu, setelah memasuki pintu tobat, maka setiap Mukmin harus membuktikan bahwa ia bersungguh-sungguh menerima dinullah (agama Allah) dan berada di jalan kepatuhan ini dengan ikhlas dan kaffah (utuh). Selanjutnya dengan kepasrahan jiwa ia istiqamah untuk mentransendensikan dirinya lebih tinggi hingga liqa' (bertemu secara ruhaniyah) dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung setiap kali ia menghadapkan wajah (dirinya) kepada Allah dalam shalat.
Pentransendensian diri yang konsisten (istiqamah) ini, akan menyampaikan hamba ke lubuk ma'rifatullah yang penuh nikmat dan kelezatan ruhaniah. Allahu a'lam.
* Petikan ayat dan terjemahnya diambil dari Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com
Upacara Hari Santri di halaman Rektorat UIN Syahada Padangsidimpuan 22 Oktober 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar