Rabu, 20 Oktober 2021

RESPON BALIK DISKUSI TENTANG URGENSI BERPIKIR DEDUKTIF-INTERPRETIF PADA WA GROUP FTIK IAIN P. SIDIMPUAN

Respon balik terhadap tanggapan bang Irwan Saleh Dalimunthe:

Masya Allah... dosen awak ni yang ngasih tanggapan. Terima kasih bang.

Saya makin percaya, ilmu akan sulit berkembang jika berpikir deduktif itu tidak diasah. Noeng Muhadjir menjelaskan bhw berpikir deduktif menggunakan "imajinasi rasional" sebagai kekuatan kreatif manusia. Imajinasi rasional ini merupakan imajinasi yg tertuntun olh kemampuan rasional kreatif manusia; tertuntun olh kemampuan teoritis ilmu pengetahuan manusia, ---- bukan oleh stimulasi empiri manusia.

Berpikir deduktif itu mengerahkan kemampuan imajinasi rasional. Jika semakin terlatih, dan mampu menguatkannya dengan kemampuan interpretasi, maka akan terbentuk kemampuan deduktif-interpretif yg hebat.

Untuk mengetahui dan selanjutnya tertuntun kpd kemampuan deduktif-interpretif mk cara yg mudah yaitu belajar filsafat ilmu dan membiasakan membaca pemikiran2 kritis.

Abanganda Irwan Saleh sejak dulu telah terlibat menuntun berpikir deduktif-interpretif (D-I) ini. 

Oleh karena kita lemah pd D-I ini, mk kemampuan kita dlm mengkaji teks/nash agama baru sebatas mengoleksi pendapat dan mencoba mendamaikannya dengan kaidah al-jam'u wa at-taufik.

Sisi lain, seperti sisi analitika bahasa, misalnya kajian ontologi-kebahasaan terhadap teks/nash hampir terabaikan. Padahal klo kita gunakan ini, kita akan melihat lbh jelas ternyata Al-Qur'an itu tersusun dlm anatomi ide yg rapi, mulai dari ide "primer" sampai kpd ide yg rinci (partikular). Fazlurrahman membantu kita memahami ide primer itu dg bukunya Tema Pokok Al-Quran. Tema pokok itu adalah ide-ide primer. Ide-ide primer ini masih bisa di-jami'kan (disubstansikan) menjadi "ide primer awal" yaitu "tauhid". Allahu a'lam.

*****

Ini kutipan dari Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian,  h. 76:

"Dalam berbagai tulisan terdahulu penulis (Noeng Muhajir) menyatakan bhw terjadi proses pemiskinan teori bila kita menggunakan positivisme. Cukup banyak bukti bahwa teori-teori ilmu sosial tidak pernah berkembang. Teori ekonomi terhenti pada teori klasik dan teori Keynesian. Filsafat sosial terhenti pada liberalisme dan sosialisme. Teori psikologi terhenti pada psikoanalisis, behaviorisme, dan terhenti sampai psikologi humanitis." 

Rasionalisme sebagai bagian dari logika rasional empirik objektif dengan kemampuan berpikir deduktifnya diharapkan dapat membuat ilmuwan menjadi lebih produktif dalam membangun teori.

Penelitian kuantitatif yang positivistik itu perlu terus dikembangkan. Tapi menurut alm. Pak Noeng, mari kita terus mengkritisi seberapa jauh konstribusinya dalam membangun teori baru dlm ilmu2 sosial.

Tapi klo terhadap sains, ya jelas sekali konstribusinya.

#####


Tanggapan saya terhadap artikel bang Irwan Saleh Dalimunthe, Islam dan Inklusivitas:

Mantap bang.

Islam inklusif (terbuka/rahmatan lil'alamin) yang dikampanyekan Cak Nur dkk., itu, hemat saya ---dalam bahasa fenomenologi--- adalah Islam bersasarkan inner perspective (kesadaran pokok) Nabi. Simpulan seperti ini dapat dilihat dari cara beliau mengeksplorasi pemahaman keislaman dalam konteks keindonesiaan.

Pertama, ia berupaya sungguh-sungguh menangkap "kesadaran prima" keberislaman. Ini tahapan ontologisnya. Hakikat berislam itu, apa sebenarnya.

Kedua, ia berupaya melihat secara jernih masalah kemasyarakatan dan kebangsaan kita. Termasuk ke dalam hal ini masalah keterjebakan umat kepada keberislaman yg formal dan simbolik, cita-cita/romantisme negara Islam pada sebagian kalangan, dll.

Ketiga, dengan inner perspective pemahaman keislaman yang inklusif itu, ia memberi tawaran-tawaran solutif untuk perjalanan Islam di Indonesia.

Sayangnya, banyak orang tidak paham jihad intelektual besar beliau ini. Orang lebih banyak menyoroti Cak Nur dari aspek fikih, lalu melabeli beliau dengan
"liberal", "murtad", "agen Barat" dll.

Ketidak paham ini karena keberislaman ummat terpasung oleh tradisi teks yang masih belum beranjak dari "koleksi teks". Pada hal kalau saja kita mau memadu tradisi teks itu dengan pendekatan modern dalam memahami teks, maka akan bermunculan pemahaman cerdas dan aktual dangan kebutuhan ummat. Allahu a'lam.

*****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar